Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Download Contoh Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Bahasa Indonesia SMA/MA Gratis

Download Contoh Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Bahasa Indonesia SMA/MA Gratis

Download 20 Contoh Judul Beserta Laporan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)  Bahasa Indonesia SMA/MA Gratis!







Penelitian tindakan kelas (PTK) Bahasa Indonesia untuk jenjang SMA atau MA merupakan PTK yang dilakukan oleh guru bidang studi atau mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan tujuan untuk memecahkan permasalahan belajar dan pembelajaran di dalam kelas. Permasalahan dalam proses pembelajaran tersebut dipecahkan dengan tujuan akhir untuk meningkatkan mutu pembelajaran di dalam kelas.

Semestinya PTK Bahasa Indonesia ini dilakukan dengan tujuan ideal, bukan tujuan formal karena hanya ingin memenuhi syarat administratif kenaikan pangkat. Dengan melakukan PTK secara normatif ini, diharapkan para guru mampu menemukan formulasi yang tepat dalam meningkatkan mutu mengajarnya dan bagi peserta didik dapat memperoleh tujuan pembelajaran yang semakin berkualitas.

Namun demikian, melakukan penelitian tindakan kelas, dalam hal ini adalah PTK Bahasa Indonesia untuk SMA/MA bukanlah pekerjaan yang mudah. Namun demikian, ia juga bukan merupakan pekerjaan yang susah atau rumit. Tidaklah mudah karena PTK menuntut fokus kita sebagai guru yang sudah sangat sibuk dengan pekerjaan akademik, administratif, maupun pekerjaan lainnya. Tidaklah susah karena jika dikerjakan secara sungguh-sungguh, ia dapat diselesaikan dengan cara yang mudah dan sistematis.

Tulisan ini bermaksud memberikan inspirasi ide atau gagasan bagi para guru yang hendak melakukan PTK Bahasa Indonesia di tingkat SMA/MA. Gagasan atau ide merupakan bottom line atau hal yang mendasar yang wajib diketahui dan dipahami para guru yang hendak melakukan penelitian tindakan kelas. Ingatlah satu ungkapan bahwa perjalanan panjang ribuan kilometer dimulai dari satu langkah dan diawali dengan gagasan.

Melakukan PTK Bahasa Indonesia untuk jenjang SMA/MA sebenarnya tidaklah banyak berbeda secara fundamental dengan ketika melakukan penelitian tindakan kelas untuk jenjang pendidikan yang lain (Lihat: Contoh Laporan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Bahasa Indonesia SD Download Contoh PTK Bahasa Indonesia SMP/MTs pdfDownload Contoh Judul Beserta Laporan PTK Bahasa Indonesia SMK-MAK Gratis). Perbedaan utamanya terletak pada subjek penelitian yang dalam hal ini adalah peserta didik yang duduk di bangku SMA/MA.

Berikut adalah link Download 20 Contoh Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Bahasa Indonesia SMA/MA Gratis!


PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PARAGRAF ARGUMENTASI DENGAN TEKNIK THINK-TALK-WRITE (TTW) MELALUI MEDIA FOTO BERBASIS LINGKUNGAN SEKOLAH PADA SISWA KELAS X-3 SMA KESATRIAN 2 SEMARANG.

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGANALISIS KETERKAITAN UNSUR INTRINSIK SUATU CERPEN DENGAN KEHIDUPAN SEHARI-HARI MELALUI METODE JIGSAW PADA SISWA KELAS X.7 SMA NEGERI 1 COMAL.

PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA INDAH PUISI MENGGUNAKAN MODEL DRALADATER BERBANTUAN MEDIA AUDIOVISUAL SISWA KELAS X-C SMA NEGERI 2 REMBANG.

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR APRESIASI SASTRA MELAYU KLASIK BERMUATAN KARAKTER DALAM MODEL CIRC UNTUK SISWA KELAS XI SMA/MA.

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) DAN MODEL SINEKTIK PADA SISWA SMA.

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN KEHIDUPAN DIRI SENDIRI MENGGUNAKAN METODE WRITING IN THE HERE AND NOW DENGAN MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS X SUNAN AMPEL SMA WALISONGO PECANGAAN.

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA PENDEK MENGGUNAKAN MEDIA FEATURE PADA SISWA KELAS X-5 SMA NEGERI 1 KARANGKOBAR BANJARNEGARA.

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENYIMAK CERPEN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN THINK-PAIR-SHARE DENGAN MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS XI IPS 4 SMA NEGERI 1 RANDUDONGKAL KABUPATEN PEMALANG.

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE PARARREL WRITING MELALUI TEKNIK PENGIMAJIAN BENDA ABSTRAK PADA PESERTA DIDIK KELAS X SMA PGRI KALIWUNGU KUDUS.

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENYIMAK CERPEN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN THINK-PAIR-SHARE DENGAN MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS XI IPS 4 SMA NEGERI 1 RANDUDONGKAL KABUPATEN PEMALANG.

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE PARARREL WRITING MELALUI TEKNIK PENGIMAJIAN BENDA ABSTRAK PADA PESERTA DIDIK KELAS X SMA PGRI KALIWUNGU KUDUS.

MORALITAS DALAM KUMPULAN CERPEN SENJA DAN CINTA YANG BERDARAH KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA SEBAGAI MATERI AJAR BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SMA( KAJIAN SEMIOTIKA).

PENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMPRODUKSI TEKS  DENGAN PEMODELAN KARAKTER TOKOH WAYANG PANDAWA LIMA PADA SISWA KELAS XI – IPA 1 SMA KESATRIAN 2 SEMARANG.

PENGEMBANGAN MEDIA FILM PENDEK BERBASIS KONTEKSTUAL UNTUK KOMPETENSI MENULIS NASKAH DRAMA BAGI SISWA KELAS XI SMA.

PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMPRODUKSI TEKS EKSPOSISI SECARA LISAN DENGAN POLA KOLABORATIF THINK PAIR SHARE MELALUI MEDIA VIDEO PADA PESERTA DIDIK KELAS X IPA B SMA SEMESTA SEMARANG

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI PEMBACAAN CERITA PENDEK MELALUI MODEL BERPIKIR INDUKTIF DENGAN MEDIA FILM PENDEK PADA SISWA KELAS XI IPS 1 SMA N 2 UNGARAN.

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA PENDEK MELALUI TEKNIK MELANJUTKAN CERITA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA TAYANGAN KEHIDUPAN SOSIAL ORANG-ORANG PINGGIRAN SISWA KELAS X-6 SMA N 1 JAKENAN.

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA PENDEK BERDASARKAN PENGALAMAN PRIBADI DENGAN TEKNIK LATIHAN TERBIMBING BERBANTUAN MEDIA FOTO PRIBADI SISWA KELAS X-4 SMA NEGERI 1 CEPIRING KABUPATEN KENDAL

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS TEKS PROSEDUR KOMPLEKS MENGGUNAKAN MODEL PROJECT BASED LEARNING DENGAN MEDIA VIDEO PADA SISWA KELAS X-2 SMA TARUNA NUSANTARA MAGELANG.

Berikut kami contohkan satu judul beserta laporan penelitian tindakan kelas (PTK) jenjang SMA/MA:


PENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMPRODUKSI TEKS
CERPEN DENGAN PEMODELAN KARAKTER TOKOH WAYANG
PANDAWA LIMA PADA SISWA KELAS XI – IPA 1 SMA
KESATRIAN 2 SEMARANG

Kata kunci: menulis cerpen, teknik pemodelan karakter, media tokoh
wayang Pandawa lima
Berdasarkan observasi awal, diketahui bahwa keterampilan
memproduksi teks cerpen siswa kelas XI IPA-1 SMA Kesatrian 2 Semarang
masih rendah. Rendahnya keterampilan siswa dalam memproduksi teks
cerpen disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
berasal dari siswa, sedangkan faktor eksternal berasal dari teknik dan media
yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu
penelitian ini berusaha mencari solusi menggunakan teknik dan media baru,
yaitu teknik pemodelan karakter menggunakan media tokoh wayang
Pandawa lima. Pemilihan teknik menggunakan tokoh wayang Pandawa lima
sesuai dengan tuntutan satuan pendidikan yang memberikan kebebasan
kepada guru untuk memilih teknik dan media yang beragam sesuai dengan
tujuan pembelajaran.
Berdasarkan paparan di atas, rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah (1) Bagaimana proses pembelajaran keterampilan memproduksi
teks cerpen dengan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa Lima di
SMA Kesatrain 2 Semarang?, (2) Bagaimana peningkatan keterampilan
memproduksi teks cerpen dengan pemodelan karakter tokoh wayang
Pandawa Lima di SMA kesatrian 2 Semarang?, (3) Bagaimana perubahan
perilaku siswa ketika mengikuti pembelajaran memproduksi teks cerpen
dengan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa Lima di SMA Kesatrian
2 Semarang?.
Tujuan Penelitian ini adalah (1) Mendiskripsikan proses
pembelajaran keterampilan memproduksi teks cerpen dengan pemodelan
karakter tokoh wayang Pandawa Lima di SMA kesatrian 2 Semarang, (2)
Mendeskripsikan peningkatan keterampilan memproduksi teks cerpen
dengan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa Lima di SMA kesatrian
2 Semarang, (3) Mendeskripsikan perubahan perilaku siswa ketika
mengikuti pembelajaran memproduksi teks cerpen dengan pemodelan
karakter tokoh wayang Pandawa Lima di SMA kesatrian 2 Semarang.
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, yaitu tindakan
siklus I dan tindakan siklus II. Tiap siklus ini berdiri empat tahap, yaitu
DAFTAR ISI
JUDUL ...........................................................................................................i
SARI ..............................................................................................................ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................iv
PENGESAHAN KELULUSAN ..................................................................v
PERNYATAAN ..........................................................................................vi
MOTTO PERSEMBAHAN ......................................................................vii
PRAKATA ................................................................................................viii
DAFTAR ISI ...............................................................................................x
DAFTAR BAGAN....................................................................................xvi
DAFTAR TABEL....................................................................................xvii
DAFTAR DIAGRAM.............................................................................xix
DAFTAR GAMBAR.................................................................................xx
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................xxi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah ..........................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah ...............................................................................11
1.3 Pembatasan Masalah ..............................................................................12
xi
xi
1.4 Rumusan Masalah ..................................................................................12
1.5 Tujuan ....................................................................................................12
1.6 Manfaat ..................................................................................................13
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS ..............15
2.1 Kajian Pustaka .......................................................................................15
2.2 Landasan Teoretis ..................................................................................19
2.2.1 Hakikat Menulis Cerpen .....................................................................19
2.2.1.1 Pengertian Menulis Cerpen...............................................................19
2.2.1.2 Kendala Menulis Cerpen ................................................................20
2.2.1.3 Mengatasi Kendala Menulis Cerpen ................................................20
2.2.1.4 Strategi Menghasilkan Karya yang Baik .........................................21
2.2.1.5 Teknik Menulis Cerpen ...................................................................21
2.2.1.6 Beberapa Jurus Menulis Cerpen ......................................................23
2.2.2 Hakikat Cerpen ...................................................................................24
2.2.2.1 Pengertian Cerpen ............................................................................24
2.2.2.2 Unsur Pembangun Cerpen ...............................................................27
2.2.2.2.1 Tema .............................................................................................28
2.2.2.2.2 Latar ..............................................................................................31
2.2.2.2.3 Alur ...............................................................................................33
2.2.2.2.4 Tokoh dan Penokohan ..................................................................36
2.2.2.2.5 Sudut Pandang ..............................................................................39
2.2.2.2.6 Gaya Bahasa .................................................................................40
2.2.2.2.7 Amanat ..........................................................................................41
xii
xii
2.2.3 Penulisan Cerpen ................................................................................42
2.2.4 Struktur Teks Cerpen ..........................................................................44
2.2.5 Hakikat Media Pembelajaran ..............................................................46
2.2.5.1 Pengertian Media Pembelajaran ......................................................48
2.2.5.2 Nilai dan Manfaat Media Pengajaran ..............................................49
2.2.5.3 Media Visual ....................................................................................51
2.2.6 Media “ Tokoh Wayang Pandawa Lima” ...........................................52
2.2.7 Pendidikan Karakter ...........................................................................58
2.2.7.1 Pengertian Karakter .........................................................................58
2.2.7.2 Nilai-nilai Pembentukan Karakter ...................................................63
2.2.7.3 Jangkauan Keterpaduan Pembentukan Karakter .............................64
2.2.8 Pemodelan ...........................................................................................70
2.2.8 Kerangka Berpikir ..............................................................................74
2.2.9 Hipotesis Tindakan .............................................................................79
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................80
3.1 Desain Penelitian ...................................................................................80
3.1.1 Proses Tindakan Siklus I ....................................................................83
3.1.1.1 Perencanaan .....................................................................................83
3.1.1.2 Pelaksanaan Tindakan .....................................................................84
3.1.1.3 Pengamatan ......................................................................................86
3.1.1.4 Refleksi ............................................................................................87
3.1.2 Proses Tindakan Siklus II ...................................................................87
3.1.2.1 Perencanaan .....................................................................................87
xiii
xiii
3.1.2.2 Pelaksanaan Tindakan .....................................................................88
3.1.2.3 Pengamatan ......................................................................................91
3.1.2.4 Refleksi ............................................................................................92
3.2 Subjek dan Onjek Penelitian ..................................................................92
3.3 Variabel Penelitian .................................................................................93
3.3.1 Variabel Keterampilan Menulis Cerpen .............................................93
3.3.2 Variabel Visual Menggunakan Tokoh Wayang Pandawa Lima .........93
3.3.3 Variabel Pemodelan Karakter .............................................................93
3.4 Instrumen Penelitian ..............................................................................94
3.4.1 Instrumen Tes .....................................................................................94
3.4.2 Instrumen Nontes ..............................................................................101
3.4.2.1 Lembar Observasi ..........................................................................101
3.4.2.2 Pedoman Jurnal ..............................................................................101
3.4.2.3 Pedoman Dokumentasi ..................................................................102
3.4.2.4 Pedoman Wawancara .....................................................................102
3.5 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................103
3.5.1 Teknik Tes ........................................................................................103
3.5.2 Instrumen Nontes ..............................................................................104
3.5.2.1 Angket ............................................................................................104
3.5.2.2 Pengamatan ....................................................................................105
3.5.2.3 Wawancara ....................................................................................106
3.5.2.4 Catatan Lapangan ..........................................................................108
3.6 Teknik Analisis Data ...........................................................................109
xiv
xiv
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................111
4.1 Hasil Penelitian ....................................................................................111
4.1.1 Hasil Penelitian Siklus I ....................................................................111
4.1.1.1 Hasil Tes Siklus I ...........................................................................111
4.1.1.1.1 Aspek Tokoh dan Penokohan .....................................................114
4.1.1.1.2 Aspek Alur ..................................................................................115
4.1.1.1.3 Aspek Latar .................................................................................116
4.1.1.1.4 Aspek Penggunaan Bahasa .........................................................118
4.1.1.1.5 Aspek Kesesuaian .......................................................................119
4.1.1.2 Hasil Nontes Siklus I .....................................................................120
4.1.1.2.1 Hasil Observasi Siklus I ..............................................................120
4.1.1.2.2 Hasil Jurnal Siklus I ....................................................................124
4.1.1.2.2.1 Jurnal Siswa .............................................................................124
4.1.1.2.2.2 Jurnal Guru ..............................................................................125
4.1.1.2.2.3 Hasil Wawancara Siklus I ........................................................127
4.1.1.2.2.4 Hasil Dokumentasi Foto Siklus I .............................................128
4.1.1.3 Refleksi Siklus I .............................................................................135
4.1.2 Hasil Penelitian Siklus II ..................................................................135
4.1.2.1 Hasil Tes Siklus II .........................................................................135
4.1.2.1.1 Aspek Tokoh dan Penokohan .....................................................140
4.1.2.1.2 Aspek Alur ..................................................................................141
4.1.2.1.3 Aspek Latar .................................................................................142
4.1.2.1.4 Aspek Penggunaan Bahasa .........................................................143
xv
xv
4.1.2.1.5 Aspek Kesesuaian .......................................................................144
4.1.2.2 Hasil Nontes Siklus II ....................................................................145
4.1.2.2.1 Hasil Observasi Siklus II ............................................................145
4.1.2.2.2 Hasil Jurnal Siklus II ..................................................................149
4.1.2.2.2.1 Jurnal siswa ..............................................................................150
4.1.2.2.2.2 Jurnal Guru ..............................................................................150
4.1.2.2.3 Hasil Wawancara Siklus II .........................................................153
4.1.2.2.4 Hasil Dokumentasi Foto Siklus II ...............................................154
4.1.2.3 Refleksi Siklus II ...........................................................................160
4.2 Pembahasan .........................................................................................161
4.2.1 Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen .....................................161
4.2.2 Perubahan Perilaku ...........................................................................164
4.2.3 Hasil Jurnal Guru siklus II ................................................................168
BAB V PENUTUP ...................................................................................171
5.1 Simpulan ..............................................................................................171
5.2 Saran ....................................................................................................172
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................174
LAMPIRAN .............................................................................................179
xvi
xvi
DAFTAR BAGAN
Bagan 1 Alur Kerangka Pikir .............................................................79
xvii
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Penilaian Proses ...................................................................95
Tabel 2 Penilaian Hasil Aspek Penilian unsur intrinsik dan ekstrinsik
cerpen ...................................................................................95
Tabel 3 Pedoman Penilaian Keterampilan menulis cerpen ..............96
Tabel 4 Kriteria Penilaian Struktur Teks cerpen.......... ....................99
Tabel 5 Hasil Tes Ketrampilan Memproduksi Teks Cerpen ..........112
Tabel 6 Hasil Tes Aspek Tokoh dan Penokohan ............................114
Tabel 7 Hasil Tes Aspek Alur .........................................................115
Tabel 8 Hasil Tes Aspek Latar .......................................................117
Tabel 9 Hasil Tes Aspek Penggunaan Bahasa ................................118
Tabel 10 Aspek Kesesuaian ..............................................................119
Tabel 11 Hasil Observasi ..................................................................121
Tabel 12 Hasil Tes Keterampilan Menulis Cerpen Siklus II ............131
Tabel 13 Hasil Tes Aspek Tokoh dan Penokohan ............................140
Tabel 14 Hasil Tes Aspek Alur .........................................................141
Tabel 15 Hasil Tes Aspek Latar .......................................................142
xviii
xviii
Tabel 16 Hasil Tes Aspek Penggunaan Bahasa ................................143
Tabel 17 Hasil Tes Aspek Kesesuaian ..............................................144
Tabel 18 Hasil Observasi ..................................................................146
Tabel 19 Peningkatan Nilai Rata-rata Siklus I ke Siklus II ..............162
Tabel 20 Perbandingan Observasi siklus I dengan Siklus II dan
Peningkatan ........................................................................165
xix
xix
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 1 Keterampilan menulis cerpen siklus I ................................113
Diagram 2 Keterampilan Menulis Cerpen Siklus II ............................139
Diagram 3 Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen Siklus I ke Siklus
II .........................................................................................163
xx
xx
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Aktivitas ketika memperhatikan penjelasan materi ...........129
Gambar 2 Kegiatan siswa memperhatikan paparan tokoh wayang
Abimanyu ...........................................................................130
Gambar 3 Kegiatan siswa sedang berdiskusi ......................................131
Gambar 4 Kegiatan siswa mengerjakan lembar kerja 1 ......................132
Gambar 5 Aktivitas siswa ketika menulis cerpen ...............................133
Gambar 6 Aktivitas guru ketika melakukanpembimbingan dalam
menulis cerpen ...................................................................134
Gambar 7 Kegiatan siswa ketika mengisi Angket ..............................135
Gambar 8 Aktivitas ketika memperhatikan penjelasan materi ...........155
Gambar 9 Kegiatan memperhatikan paparan tokoh wayang Pandawa
lima .....................................................................................156
Gambar 10 Kegiatan siswa saat mengerjakan tugas dari guru ..............157
Gambar 11 Aktivitas siswa ketika bertanya ..........................................158
Gambar 12 Aktivitas guru ketika melakukan bimbingan dalam menulis
cerpen .................................................................................159
Gambar 13 kegiatan ketika siswa mengisi angket ................................160
xxi
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 RRP Siklus I ......................................................................179
Lampiran 2 RPP Siklus II ......................................................................196
Lampiran 3 Lembar Observasi ..............................................................213
Lampiran 4 Lembar Hasil Observasi ....................................................217
Lampiran 5 Jurnal Siswa .......................................................................221
Lampiran 6 Rekap Jurnal Siswa ............................................................223
Lampiran 7 Jurnal Guru ........................................................................225
Lampiran 8 Hasil Jurnal Guru ...............................................................227
Lampiran 9 Pedoman Wawancara .........................................................234
Lampiran 10 Hasil Wawancara ...............................................................236
Lampiran 11 Daftar Nama Siswa ............................................................241
Hasil Jurnal
Hasil Wawancara
Hasil Kerja Lembar kerja 1
Hasil Kerja Lembar Kerja 2
Hasil Kerja Lembar Kerja 3
xxii
xxii
Hasil Kerja Lembar Kerja 4
Lembar Konsultasi
Surat Pengangkatan Dosen Pembimbing Skripsi
Surat Pemohonan Penelitian
Surat Keterangan Selesai Penelitian
Surat Keterangan Ujian Skripsi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Nida 1957:19; Harris 1997:9; Tarigan 1981:1; Tarigan
1982:1) Keterampilan berbahasa memiliki empat komponen yang saling
mempengaruhi. Keempat komponen tersebut adalah menyimak (Listening
skills), berbicara (Speaking skills), membaca (reading skills), dan menulis
(writing skills) (dalam Mukh Doyin 2011:11)
Perolehan keempat keterampilan berbahasa melalui urutan yang
teratur. Mula-mula, sejak kecil belajar menyimak kemudian kemudian
disusul dengan berbicara. Baru pada waktu sekolah belajar membaca dan
menulis. Keterampilan menyimak dan berbicara merupakan keterampilan
berbahasa yang bersifat alamiah. Artinya, keterampilan berbahasa tersebut
didapatkan oleh seseorang melalui peniruan yang bersifat alamiah dan
langsung dalam proses komunikasi. Menyimak dan berbicara digunakan
dalam komunikasi langsung dan tatap muka.
Keterampilan membaca dan menulis diperoleh secara sengaja melalui
proses belajar. Oleh karena itu sering disebut dengan keterampilan
berbahasa yang literer. Kedua bahasa tersebut digunakan dalam komunikasi
tertulis secara tidak langsung.
Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang
digunakan dalam komunikasi secara tidak langsung. Keterampilan menulis
2
tidak didapatkan secara alamiah, tetapi melalui proses belajar dan berlatih.
Berdasarkan sifatnya, menulis juga merupakan keterampilan merupakan
keterampilan berbahasa yang produktif dan reseptif. Dalam kegiatan
menulis, penulis harus terampil memamfaatkan grafologi, kosa-kata,
struktur kalimat, pengembangan paragraf, dan logika berbahasa.
Sekurang-kurangnya ada tiga komponen dalam keterampilan menulis,
yaitu: (1) penguasaan bahasa tulis, yang akan berfungsi sebagai media
tulisan, antara lain meliputi kosa-kata , struktur kalimat, paragraf, ejaan, dan
pragmatik; (2) penguasaan isi karangan sesuai dengan topik yang kan
ditulis; dan (3) penguasaan tentang jenis-jenis tulisan, yaitu bagaimana
merangkai isi tulisan dengan menggunakan bahasa tulis sehingga
membantuk sebuah komposisi yang akan diinginkan seperti esai, artikel,
cerita pendek, atau makalah.
Pembelajaran yang memerlukan keterampilan menulis adalah Bahasa
Indonesia. Salah satu jenjang tingkatan pendidikan yang memerlukan
keterampilan menulis adalah Sekolah Menengah Atas. Tingkat pendidikan
Sekolah Menengah Atas keterampilan menulis dikurikulum 2013 berganti
istilah menjadi memproduksi teks.
Pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah menengah atas kompetensi
dasar di nomor 3.1 dan 4.2. Standar Kompetensi dasar kelas XI adalah 3.1
Memahami struktur dan kaidah teks cerita pendek, pantun, cerita ulang,
eksplanasi kompleks, dan film/drama baik melalui lisan maupun tulisan. 4.2
3
Memproduksi teks cerita pendek, pantun, cerita ulang, eksplanasi kompleks,
dan film/drama yang koheren sesuai dengan karakteristik teks yang akan
dibuat baik secara lisan mupun tulisan.
Pada kompetensi dasar, materi yang dianggap menyulitkan siswa
adalah memproduksi teks cerpen. Salah satu sekolah yang siswa didiknya
mengalami kesulitan memproduksi teks cerpen adalah SMA Kesatrian 2
Semarang.
Berdasarkan wawancara singkat dengan guru bidang studi Bahasa
Indonesia, didapat kenyataan bahwa kemampuan siswa dalam memproduksi
teks cerpen masih rendah. Hal ini diperkuat juga hasil penelitian yang
dilakukan Rahmawati, nilai rata-rata memproduksi teks cerpen pada pretest
adalah 63,84 sedangkan nilai postestnya adalah 71,21 dengan demikian nilai
tersebut perlu ditingkatkan. Rendahnya kemampuan siswa dalam
memproduksi teks cerpen juga dapat dibuktikan dari penelitian Seriana yang
berjudul “Kemampuan Mencerpenkan Lagu “Bulan” Karya Ian Kasela ”
dalam penelitianya didapat data nilai rata-rata 36 orang siswa adalah 60, 77.
Hal ini cukup memberi gambaran bagaimana kemampuan siswa dalam
menulis cerpen.
Kegiatan memproduksi teks cerpen siswa, dapat ditingkatkan jika
guru menggunakan teknik sebagai contoh dalam pembelajaran dan
penyampaian pesan serta isi pelajaran. Selain membangkitkan motivasi dan
minat siswa, media pembelajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan
pemahaman, dan memudahkan mendapatkan informasi.
4
Dari wawancara yang dilakukan dengan guru Bahasa Indonesia di
SMA Kesatrian 2 Semarang belum menyadari pentingnya latihan
memproduksi teks sebagai salah satu usaha meningkatkan kemampuan
berbahasa siswa. Selama ini ada kecenderungan pembelajaran Bahasa
Indonesia terlalu diarahkan pada segi-segi teori saja dari pada latihan
memproduksi teks sehingga pengajaran memproduksi teks tidak akan
tercapai dengan baik tanpa adanya latihan-latihan.
Keterampilan memproduksi teks menjadi salah satu pokok bahasan
dalam pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah yang harus benar-benar
diajarkan secara tepat. Permasalahan-permasalahan di atas, perlu segera
diatasi. Alternatif keberhasilan pembelajaran memproduksi teks cerpen
dapat segera diatasi dengan berbagai cara, salah satunya dengan
menggunakan teknik pembelajaran yang sesuai dengan permasalahan
sekolah tersebut. Teknik saat ini dianggap lebih cepat dan tepat sasaran atau
komunikatif dalam penyampaian.
Pada permasalahan yang dihadapi di SMA Kesatrian 2 Semarang
peneliti menentukan teknik yang tepat dalam memecahkan masalah tersebut.
Teknik yang sesuai yaitu Pemodelan karakter. Menurut (Tarigan dalam
Meilanisa 2010:38) mengungkapkan bahwa pemodelan dalam pembelajaran
adalah cara guru mempersiapkan suatu karangan model yang akan dijadikan
sebagai model atau contoh dalam menulis karangan baru. Karangan tidak
sama persis dengan karangan model. Struktur karangan memang sama tapi
berbeda isinya.
5
Teknik pemodelan merupakan teknik pembelajaran dengan
menggunakan model atau alat peraga. Kehadiran alat peraga akan
menciptakan suasana kegiatan belajar mengajar lebih menarik dan
mengasyikan serta siswa dapat berperan aktif. Dalam pembelajaran, wujud
alat peraga atau model disesuaikan kebutuhan setiap mata pelajaran.
Modeling adalah kegiatan pemberian model dengan tujuan untuk
membahasakan gagasan yang kita pikirkan, medemostrasikan bagaimana
kita menginginkan para siswa untuk belajar atau melakukan sesuatu yang
kita inginkan. Dalam teknik modeling, guru bukan satu-satunya model.
Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa dan model dari luar.
Dengan demikian, dalam pembelajaran memproduksi teks cerpen guru
mengahadirkan contoh atau model dari karakter Tokoh Wayang Pandawa
Lima. Hasil memproduksi teks cerpen akan baik dan benar. Jika siswa lebih
dahulu mengatahui hal-hal yang berkaitan dengan memproduksi teks
cerpen melalui pemodelan karakter yang dihadirkan oleh guru yaitu Tokoh
Wayang Pandawa Lima. Guru juga dapat memberi contoh cara mengerjakan
sesuatu atau memberi model tentang bagaimana cara belajar sebelum
melaksanakan tugas, sehingga apa yang amati ditiru dalam demostrasi
tersebut dapat dilakukan siswa dalam belajar. Namun demikan, tentunya
guru bukan satu-satunya model pembelajaran. Model dapat dirancang
dengan melibatkan siswa dan model dari luar.
Dalam penelitian ini peneliti memilih teknik pemodelan karakter,
sedangkan model yang dipilih oleh peneliti adalah Tokoh Wayang Pandawa
6
Lima. Peneliti menetapkan tokoh wayang Pendawa Lima ini karena cocok
digunakan di sekolah tersebut. Alasannya karena tokoh wayang Pandawa
Lima memiliki nilai kearifan lokal yang dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari siswa. Nilai-nilai kehidupan tersebut dapat membentuk karakter
bagi siswa.
Menurut hasil wawancara dengan seniman di Kota Semarang yang
bernama Bapak Suparto. Beliau mengungkapkan bahwa tokoh wayang
Pandawa Lima memiliki nilai karakter dan kearifan lokal yang cocok
diterapkan sebagai media pembelajaran yang muatan karakter. Pada setiap
tokoh pewayangan Pandawa Lima memiliki sifat yang bisa ditiru oleh siswa
dalam kehidupan sehari-hari sebagai pembentuk karakter dalam
kehidupannya.
Bapak Suparto juga setuju jika pemilihan media pembelajaran
menggunakan tokoh Wayang Pandawa Lima karena selain sebagai media
pembelajaran pembentukan karakter tetapi juga sebagai media
memperkenalkan budaya yang ada di Indonesia kepada para siswa.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan,
dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan,
dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,
budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
7
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai
tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama,
lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.
Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders)
harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri,
yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan,
penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah,
pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana
prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan
sekolah.
Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di
Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi
acuan pengembangan kurikulum (K 13), dan implementasi pembelajaran
dan penilaian di sekolah, tujuan pendidikan di SMA sebenarnya dapat
dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang
harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam
kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah
selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilainilai,
dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam
kehidupan sehari-hari.
Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga
belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian
kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan
8
aktivitas kerja orang tua yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang
tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di
lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa
berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar
peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut
adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan
mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan
pendidikan formal di sekolah.
Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu
dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar, terutama pembentukan
karakter peserta didik sesuai tujuan pendidikan dapat dicapai. Pendidikan
karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata
pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai
pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan
dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran
nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada
internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik seharihari
di masyarakat.
Kegiatan ekstrakurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah
merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan
peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstrakurikuler
merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu
pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan
9
minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh
pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan
berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstrakurikuler diharapkan
dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta
potensi dan prestasi peserta didik.
Merujuk pada permasalahan yang dirasakan oleh siswa, maka peneliti
memilih sebuah media serta teknik yang cocok untuk memotivasi siswa agar
mempunyai minat dan ketertarikan terhadap sastra khususnya memproduksi
teks cerpen yang dianggap sulit. Salah satu cara untuk mempermudah guru
dalam proses pembelajaran memproduksi teks cerpen dengan menggunakan
media “Tokoh Wayang Pandawa Lima” bagi siswa dengan Teknik
pemodelan karakter.
Peneliti menerapkan sebuah teknik yang diambil dari teknik
kesusastraan dalam memproduksi teks cerpen yaitu pemodelan. Teknik
pemodelan ini merupakan sebuah teknik memproduksi teks cerpen dengan
menggunakan model sebagai media pengembang imajinasi siswa menjadi
sebuah cerpen dengan ide yang terkait dengan cerita tersebut. Teknik ini
dapat mengurangi kesulitan siswa dalam memproduksi teks sebuah cerpen.
Proses pemodelan karakter ini membutuhkan media sebagai model
dalam pengembang imajinasi anak tersebut. Siswa akan disuguhkan cerita
tentang kehidupan tokoh Wayang Pandawa Lima yang mengandung nilai
moral budaya yang baik untuk pembentukan karakter siswa. Selain itu sifatsifat
yang dimiliki oleh kelima tokoh wayang tersebut diharapkan dapat
10
disisipkan nilai-nilai untuk siswa dalam kehidupan sehari-hari. Dari
pemodelan tersebut siswa diminta untuk menemukan ide di dalamnya,
kemudian ide tersebut menjadi bekal untuk memproduksi teks sebuah
cerpen dengan cara menyerap cerita tentang wayang tokoh Pandawa Lima
ke dalam sebuah cerpen.
Media Tokoh Wayang Pandawa Lima ini menggunakan media visual,
yaitu menggunakan wayang tokoh pendawa lima yang kemudian diceritakan
kehidupan dan cara para tokoh dalam menyelesaikan masalah. Dari cara
para tokoh masalah tersebut dapat diketahui bagaimana sifat dan karakter
para tokoh dan kemudian cara tersebut dapat ditiru siswa dalam
kehidupannya.
Hadirnya media “Tokoh Wayang Pandawa Lima” dengan teknik
pemodelan karakter tersebut dapat membantu siswa untuk menemukan ide
dan mengurangi kesulitan dalam menentukan alur, tokoh dan penggunaan
bahasa yang tepat. Diharapkan siswa juga dapat mengambil nilai yang
terkandung di dalamnya sehingga mendapatkan hikmah setelah
memproduksi teks cerpen. Untuk itu peneliti mengadakan penelitian yang
berjudul “Meningkatkan Keterampilan Memproduksi Teks Cerpen dengan
Pemodelan Karakter Tokoh Wayang Pandawa Lima Pada Siswa Kelas XIIPA
1 SMA Kesatrian 2 Semarang” .
11
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat permasalah yang perlu
dipecahakan. Pembelajaran memproduksi teks cerpen pada siswa kelas XI
IPA 1 SMA Kesatrian 2 Semarang belum optimal. Keterampilan siswa
dalam memproduksi teks cerpen juga belum menunjukkan hasil yang
memuaskan. Oleh sebab itu, pembelajaran kompetensi dasar memproduksi
teks cerpen perlu ditingkatkan untuk lebih mengembangkan daya imajinasi
dan kreativitas siswa.
Berikut adalah identifikasi penyebab rendahnya keterampilan siswa
dalam memproduksi teks cerpen. Pertama, faktor dari siswa. Siswa merasa
sulit menemukan ide yang akan dituangkan dalam cerpen. Siswa
beranggapan bahwa memproduksi teks cerpen merupakan keterampilan
yang sulit dikuasai karena harus mengembangkan imajinasi dan kreasi.
Kedua, faktor dari guru. Guru masih belum menerapkan Teknik yang tepat
serta belum menggunakan media yang memudahkan siswa dalam
memproduksi teks cerpen. Guru lebih cenderung menguatkan teori
memproduksi teks daripada praktiknya, sehingga latihan memproduksi teks
sangat minim.
Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti bermaksud melakukan
perbaikan pada pembelajaran keterampilan memproduksi teks cerpen.
Peneliti berusaha memberikan solusi untuk mengatasi permasalahan
tersebut. Solusi yang diberikan peneliti untuk permasalahan rendahnya
keterampilan memproduksi teks cerpen pada siswa kelas XI IPA 1 SMA
12
Kesatrian 2 Semarang adalah dengan menggunakan media tokoh wayang
Pandawa Lima dengan teknik pemodelan karakter.
1.3 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah pada penelitian ini dipusatkan pada upaya
peningkatan penulis cerpen siswa pada kelas XI IPA-1 SMA Kesatrian 2
Semarang yang masih rendah. Permasalah tersebut akan diatasi dengan
menggunakan teknik pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa Lima.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut.
1. Bagaimana proses pembelajaran keterampilan memproduksi teks
cerpen dengan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa Lima di
SMA Kesatrain 2 Semarang?
2. Bagaimana peningkatan keterampilan memproduksi teks cerpen
dengan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa Lima di SMA
kesatrian 2 Semarang?
3. Bagaimana perubahan perilaku siswa ketika mengikuti pembelajaran
memproduksi teks cerpen dengan pemodelan karakter tokoh wayang
Pandawa Lima di SMA Kesatrian 2 Semarang?
1.5 Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti adalah:
13
1. Mendiskripsikan proses pembelajaran keterampilan memproduksi
teks cerpen dengan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa
Lima di SMA kesatrian 2 Semarang.
2. Mendeskripsikan peningkatan keterampilan memproduksi teks
cerpen dengan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa Lima di
SMA kesatrian 2 Semarang.
3. Mendeskripsikan perubahan perilaku siswa ketika mengikuti
pembelajaran memproduksi teks cerpen dengan pemodelan karakter
tokoh wayang Pandawa Lima di SMA kesatrian 2 Semarang
1.6 Manfaat
Dilakukan penelitian ini diharapkan hasil dapat memberikan manfaat
baik teoretis maupun praktsi untuk berbagai pihak.
1. Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis yang diperoleh adalah:
- Penelitian ini digunakan sebagai dasar pijakan untuk mengatasi
permasalahan kebahasan khususnya pembelajaran memproduksi teks
cerpen.
- Penelitian ini digunakan untuk penambahan wawasan bagi pembaca
tentang memproduksi teks cerpen.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian ini dapat dimanfaat oleh:
a. Siswa :
14
- Mendapat kemudahan dalam mengembangkan keterampilan
memproduksi teks cerpen
- Mempermudah dalam pencarian ide dan menciptakan tokoh,
penggunaan bahasa, serta jalan cerita yang akan ditulis ke dalam cerpen
b. Guru :
- Mempermudah dalam proses pelatihan atau bimbingan memproduksi
teks cerpen.
- Dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memilih teknik
pembelajaran yang tepat dalam membelajarkan sastra di sekolah
khususnya untuk memproduksi teks cerpen.
15
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS
2.1 Kajian Pustaka
Berikut ini merupakan beberapa penelitian terdahulu yang relevan dan
dapat dijadikan kajian pustaka dalam penelitian ini, antara lain yang
dilakukan oleh Purwanti (2006), Fitri (2007), Khasanah (2009), Meilanisa
(2010),
Matarneh (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Structural
Evaluation Of Maugham's: Before The Party, The Pool And Mackintosh
menunjukkan bahwa penggunaan teknik pemodelan lebih efektif dibanding
menggunakan teknik lainnya.
Pada penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan penelitian
peneliti. Persamaan terletak pada teknik yang digunakan yaitu sama-sama
menggunakan teknik pemodelan. Pada penelitian Matarneh menggunakan
pemodelan cerpen dengan cerita yang berbeda dan pada peneliti
menggunakan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa Lima.
Purwanti (2006) dalam penelitian yang berjudul Peningkatan
Kemampuan Bertelepon Melalui Teknik Pemodelan Pada Siswa Kelas VII A
Mts Al-Asror Patemon Gunung Pati Semarang menunjukkan bahwa
penggunaan teknik permodelan mengalami peningkatan. Hasil analisis tes
siklus I dan siklus II mengalami peningkatan. Hasil siklus I rata-rata nilai
16
yang dicapai 64,34 atau sebesar 64,34%. Pada siklus II rata-rata mengalami
peningkatan sebesar 12,45% menjadi 76,79 atau 76,79%.
Pada penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan
penelitian peneliti. Persamaan terletak pada teknik yang digunakan, yaitu
teknik permodelan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Purwanti
menggunakan permodelan cerpen yang sudah ada, sedangkan peneliti
menggunakan permodelan karakter “Tokoh Wayang Pandawa Lima”.
Perbedaannya pada penelitian yang dilakukan oleh Purwanti tidak
bermuatan apapun, sedangkan pada penelitian peneliti bermuatan Karakter.
Fitri (2007) dalam penelitian yang berjudul “Peningkatan Kemampuan
Mengubah Cerpen Menjadi Teks Drama Dengan Pendekatan Kontekstual
Elemen Pemodelan Pada Siswa Kelas IX di SMP Negeri 2 Pecangan
Kabupaten Jepara” meningkat dalam mengubah teks cerpen jadi naskah
drama dari 60,07 pada saat prasiklus menjadi 68,95 pada siklus satu atau
meningkat sebesar 8,88 dan 76,19 pada siklus II atau meningkat sebesar
7,24 dari siklus I atau 16,12 dari prasiklus. Peningkatan pada siklus I belum
optimal karena belum mampu mencapai batas standart ketuntasan yang
ditetapkan yaitu 70 sedangkan pada siklus II telah memuaskan karena telah
mampu mencapai batas ketuntasan yaitu 70.
Pada penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan
penelitian peneliti. Persamaan terletak pada teknik yang digunakan, yaitu
teknik pemodelan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Fitri menggunakan
pemodelan cerpen yang sudah ada, sedangkan peneliti menggunakan
17
permodelan karakter “Tokoh Wayang Pandawa Lima”. Perbedaannya pada
penelitian yang dilakukan oleh Fitri tidak bermuatan apapun, sedangkan
pada penelitian peneliti bermuatan karakter.
Khasanah (2009) dalam penelitiannya Peningkatan Keterampilan
Membaca Cepat Untuk Menemukan Ide Pokok dengan Teknik SKIPPING
Ayunan Visual Siswa Kelas X.11 SMA N Semarang menunjukkan
peningkatan. Hasil tes kecepatan membaca pra-siklus menunjukkan nilai
rata-rata sebesar171 kpm atau 49,22% dan pada siklus I diperoleh nilai ratarata
sebesar 230 kpm atau 65,95%. Hal ini berarti terjadi peningkatan
sebesar 16,73 %. Pada hasil tes pemahaman ide pokok pra-siklus sebesar
44,63% dan pada siklus I sebesar 55,13%. Pada tes ini juga mengalami
peningkatan sebesar10,50%. Pada siklus II di peroleh nilai rata-rata kelas
untuk tes membaca cepat sebesar 263 kpm atau 75,52%. Hal ini menujukan
peningkatan pada siklus I ke siklus II sebesar 9,57%. Untuk tes pemahaman
ide pokok diperoleh nilai rata-rata 74,38%. Hal ini juga menunjukkan
adanya peningkatan sebesar 19,25% dari siklus I.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Khasanah memiliki perbedaan
dan persamaan dengan yang dilakukan oleh peneliti. Perbedaan tersebut
terletak pada Variabel yang dibahas. Jika Khasanah membahas tentang
Membaca, sedangkan Peneliti membahas tentang Menulis cerpen.
Persamaan yang ada terletak pada media yang digunakan, sama-sama
menggunakan media visual.
18
Meilanisa (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan
Keterampilan Menulis Pengalaman Pribadi Melalui Karangan Narasi
dengan Teknik pemodelan pada siswa kelas VII E SMP N 2 Kudus”
meningkat setelah mengikuti pelajaran menulis pengalaman pribadi melalui
karangan narasi dengan teknik permodelan. Peningkatan ini dapat dilihat
dari hasil tes keterampilan menulis pengalaman pribadi siklus 1 dan siklus II
yang mengalami peningkatan. Hasil nilai rata-rata kelas pada siklus I
sebesar 59,47 berada pada kategori cukup. Hasil nilai rata-rata kelas pada
siklus II sebesar 76,60 berada dalam kategori baik. Selisih nilai rata-rata
siswa pada siklus I dan siklus II sebanyak 17,13. Jadi, peningkatan
keterampilan pengalaman pribadi antara siklus I dan siklus II sebesar
28,80%.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Meilanisa memiliki perbedaan
dan persamaan dengan yang dilakukan oleh peneliti. Perbedaan tersebut
terletak pada Variabel yang dibahas. Jika Meilanisa membahas tentang
menulis pengalaman pribadi, sedangkan Peneliti membahas tentang menulis
cerpen. Selain dari apa yang dibahas media yang digunakan juga berbeda
Meilanisa menggunakan karangan narasi, sedangkan peneliti menggunakan
“Tokoh Wayang Pandawa Lima”. Persamaan yang ada terletak pada teknik
yang digunakan, sama-sama menggunakan teknik pemodelan.
Berdasarkan kajian pustaka di atas, dapat disimpulkan bahwa
penelitian tindakan kelas yang mengkaji peningkatan keterampilan menulis,
terutama menulis cerpen telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian
19
tersebut dilakukan dengan menggunakan teknik, metode, serta media yang
beragam. Penelitian yang dilakukan peneliti adalah Peningkatan
keterampilan memproduksi teks cerpen dengan permodelan karakter tokoh
wayang pendawa lima pada siswa kelas XI – IPA 1 di SMA Kesatrian 2
Semarang. Penelitian ini merupakan penelitian pelengkap dari penelitianpenelitian
sebelumnya. Diharapkan penelitian ini dapat memberi solusi
terhadap permasalahan yang selama ini dihadapi siswa di sekolah, terutama
mengenai rendahnya kemampuan siswa dalam menulis cerpen.
2.2 Landasan Teoretis
Teori-teori yang dipaparkan berkaitan dengan penelitian ini meliputi
hakikat cerpen, penulis cerpen, hakikat media pembelajaran, pengertian
Teknik permodelan, Pendidikan Karakter dan pembelajaran menulis cerpen
menggunakan media “ Tokoh Wayang Pandawa Lima” dengan teknik
pemodelan karakter.
2.2.1 Hakikat Menulis Cerpen
Dalam hakikat menulis akan dibahas tentang pengertian menulis
cerpen, kendala menulis cerpen, mengatasi kendala menulis cerpen, strategi
menghasilkan karya yang baik, teknik menulis cerpen, dan jurus menulis
cerpen.
2.2.1.1 Pengertian Menulis Cerpen
Menurut Kusmayadi (2010:35) menulis cerpen adalah proses kreatif,
yaitu menciptakan sesuatu (cerpen) yang semula tidak ada menjadi ada.
Tidak heran kalau kegiatan menulis cerpen disebut juga dengan creative
20
writing (menulis kreatif). Agar tulisan itu ada maka jangan ditunda-tunda!
Inspirasi atau gagasan datang kapan saja dan dimana saja. Bahkan dunia
beserta peristiwa yang ada di dalamnya adalah sumber inspirasi.
2.2.1.2 Kendala Menulis Cerpen
Menurut Kusmayadi (2010:34) kendala menulis cerpen sebagai berikut:
1) Tidak percaya diri (merasa tidak berbakat)
2) Takut salah atau malu-malu
3) Merasa tidak punya (ada) ide
4) Miskin atau kurang mempunyai perbendaharaan kosa kata
5) Tidak tahu memulainya dari mana (merasa tidak bisa membuat opening/
pembukaan)
6) Sulit membuat pembukaan
7) Ragu-ragu karena merasa kekurangan bahan
8) Berhenti di tengah jalan, malas melanjutkan
9) Mengulang-ulang penulisan
10) Tidak bisa membuat ending/ pengakhiran cerita
11) Dihantui “panjang karangan” (jumlah halaman)
12) Dibebani pesan/ mengejar nilai (khususnya para siswa
13) Dibebani “selera pasar” (takut tidak laku dijual)
2.2.1.3 Mengatasi Kendala Menulis Cerpen
Mengatasi kendala dalam menulis cerpen menurut Kusmayadi (2010:35)
adalah:
21
1) Siapa saja dapat menulis cerpen asalkan mau berlatih secara
berkesinambungan dan disiplin.
2) Banyak membaca dan bergaul untuk memperkaya materi yang akan
ditulisnya sebagai cerpen.
3) Materi yang ditulis tidak hanya bersumber dari imajinasi belaka,
tetapi didukung oleh fakta (peristiwa yang terjadi di sekitar dan data
yang telah didokumentasikan) dan ditambah pengalaman pribadi.
4) Banyak membaca, bergaul, berdiskusi, memahami orang-orang
sekitar dan lingkungannya (masalah psikologi dan sosiologi).
5) Bebaskan diri dari beban: tidak percaya diri, malu, takut salah.
Tanamkan ambisi: jadi pengarang dan bisa menjadi penulis.
6) Tidak ragu-ragu memulai menulis, melanjutkan dan mengakhirinya.
2.2.1.4 Strategi Menghasilkan Karya yang Baik
Menurut Kusmayadi (2010: 35) menghasilkan karya yang baik dapat
dilakukan hal-hal berikut.
1) Menyerap bacaan sebagai pembanding pada saat berkarya.
2) Menulis secara rutin dengan disiplin waktu.
3) Berpikir dan bertindak bahwa menulis itu pekerjaan yang
menyenangkan.
4) Berambisi punya karya yang bernilai dan bermutu sebaik-baiknya.
2.2.1.5 Teknik Menulis Cerpen
Teknik menulis cerpen menurut Kusmanyadi (2010:37) sebagai berikut.
1) Perencanaan Cerpen
22
Sebelum menulis cerpen, ada baiknya membuat perencanaan.
Perencaan tersebut termasuk menentukan tema yang menarik.
2) Tema
Setiap tulisan harus memiliki pesn atau arti yang tersirat didalamnya.
Sebuah tema seperti sebuah tali yang menghubungkan awal dan
akhir cerita tempat menggantungkan alur, karakter, setting cerita dan
lainnya.
3) Tempo Waktu
Cerita dalam sebuah cerpen yang efektif biasanya menampilkan
sebuah tempo waktu yang pendek.
4) Latar (Setting)
Latar adalah tempat kejadian berperan untuk turut mendukung
jalannya cerita. Hal itu berarti dalam pemilihan latar kita harus
berhati-hati.
5) Penokohan
Untuk menjaga efektivitas cerita, sebuah cerpen cukup memiliki
sekitar tiga tokoh utama saja, karena terlalu banyajk tokoh mbisa
mengaburkan jalan cerita.
6) Dialog
Dialog harus turut membantu pengembangan cerita, bukan
sebaliknya hanya sebagai pelengkap untuk menghidupkan tokoh.
7) Alur
23
Buat paragraf pembuka yang menarik, sehingga membuat pembaca
penasaran untuk mengetahui cerita selanjutnya. Pastikan alur
lengkap, artinya ada pembukaan, pertengahan cerita, dan penutup.
8) Baca Ulang
Pembaca dapat dengan mudah terpengatuh oleh format yang tidak
rapi, penggunaan tanda baca dan tata bahasa yang salah. Jangan
biarkan semua mengganggu cerita, selalu periksa kembali.
2.2.1.6 Beberapa “ Jurus” Menulis Cerpen
Ada lima aturan mengenai cerpen menurut Edgar Alan (dalam
Kusmayadi 2010:40) sebagai berikut.
1) Cerpen harus pendek. Artinya, cukup pendek untuk dibaca dalam
sekali duduk. Cerpen memberi kesan kepada pembacanya secara
terus-menerus tanpa terputus, sampai kalimat akhir.
2) Cerpen seharusnya mengarang untuk membuat efek yang tunggal
dan unik.
3) Cerpen harus ketat dan padat.
4) Cerpen harus tampak sungguhan. Seperti sungguhan adalah
dasar dari semua seni mengisahkan cerita. Semua tokoh
ceritanya dibuat sungguhan, berbicara, berlaku seperti manusia
yang betul-betul hidup.
5) Cerpen harus memberi kesan yang tuntas.
24
2.2.2 Hakikat Cerpen
Teori-teori yang ada pada hakikat cerita pendek (cerpen) mencangkupi
pengertian cerpen dan unsur pembangun cerpen.
2.2.2.1 Pengertian cerpen
Cerpen sebenarnya sudah banyak diketahui dan bahkan sering
dinikmati oleh banyak orang. Namun, para ahli memberikan definisi atau
batasan yang berbeda-beda. Thahar (2008:1) mengemukakan bahwa cerita
pendek atau yang lebih popular dengan akronim cerpen merupakan salah
satu jenis fiksi yang paling banyak ditulis orang.
Notosusanto dalam (Kusdmayadi 2010:8) menyatakan bahwa cerita
pendek bukan ditentukan oleh banyaknya halaman untuk mewujudkan cerita
tersebut atau sedikit tokoh yang terdapat di dalam cerita itu, melainkan lebih
disebabkan oleh ruang lingkup permasalahan yang ingin disampaikan oleh
bentuk karya sastra tersebut. Jadi sebuah cerita yang pendek belum tentu
dapat digolongkan ke dalam jenis cerita pendek, jika ruang lingkup dan
permasalahan yang diungkapkan tidak memenuhi persyaratan yang dituntut
oleh cerita pendek.
Sumardjo (2007: 62) menyatakan bahwa cerpen adalah cerita atau
narasi (bukan analisis) yang fiktif (tidak benar-benar telah terjadi tetapi
dapat terjadi di mana saja dan kapan saja) serta relatif pendek. Akan tetapi
dengan hanya melihat fiksi yang pendek saja, orang belum dapat
menetapkan cerita yang pendek adalah sebuah cerpen. Di samping ciri yang
tadi, yaitu cerita yang pendek ciri dasar yang lain adalah sifat rekaan
25
(fiction). Ciri dasar yang ketiga adalah sifat naratif atau penceritaan.
Nugroho (2007: 23) juga mengungkapkan bahwa cerpen adalah cerita yang
hanya menceritakan satu peristiwa dari keseluruhan kehidupan pelakunya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
cerita pendek adalah cerita fiksi yang bentuknya pendek dan ruang lingkup
per-masalahannya menyuguhkan sebagian kecil dari kehidupan tokoh yang
menarik perhatian pengarang dan keseluruhan cerita yang memberi kesan
tunggal.
Menurut Zaidan Hendy (dalam Kusmayadi 2010:7), cerpen adalah
karya sastra berbentuk prosa yang isinya merupakan kisah kisah pendek
yang mengandung kesan tunggal.
Sumardjo (dalam Kusmayadi 2010:7) mendeskripsikan cerpen sebagai
cerita atau rekaan yang fiktif. Artinya bukan baerupa analisis argumentasi
dan peristiwanya tidak benar-benar telah terjadi serta relatif pendek.
Kependekan sebuah cerpen bukan karena bentuknya yang jauh lebih dari
novel, melainkan karena aspek masalahnya.
Menurut Edgar Allan poe (dalam Kusmayadi 2010:7), cerita pendek
adalah cerita yang memiliki ukuran cukup pendek sehingga selesai dibaca
dalam sekali duduk. Ia mampu membangkitkan aspek penasaran pada
pembaca dan penggunaan kata dan kalimat harus ekonomis.
Untuk batasan panjang karangan sebuah cerpen, Nugroho Notosusanto
(dalam Kusmayadi 2010:7) menyatakan bahwa panjang cerpen sekitar
5.000 kata atau kira-kira 17 halaman kuarto spasi rangkap.
26
Mochtar Lubis (dalam Kusmayadi 2010:7) mengatakan umumnya
panjang cerpen antara 500 sampai 30.000 kata. Untuk cerpen-cerpen anak
tentunya bisa lebih pendek lagi. Meskipun ceritanya tidak terlalu panjang,
kisah yang disampaikan haruslah tuntas (ada awal, tengah, dan akhir cerita).
Pendapat (Kusmayadi, 2010:8) menyebutkan bahwa pedoman umum
cerpen terdiri dari 2.000 kata sampai denagan 10.000 kata. Penggolonagan
adalah sebagai berikut.
1. Cerita pendek (short story).
2. Cerita pendek yang pendek (short, short story).
3. Cerita pendek yang sangat pendek (very short-short story).
4. Cerpen yang pendek hanya terdiri dari 750 sampai dengan 1.000
kata. Carpen jenis ini biasanya disebut cerita mini yang lazim
disingkat cermin. Di barat cermin disebut flash yang artinya sekilas
atau sekelebatan membacanya. Jenis ini tergolong dalam very shortshort
story.
Adapun cerpen yang ditulis sampai dengan 10.000 kata bisa disebut
dengan cerpen (cerita pendek yang panjang). Jenis cerpen ini bisa
dikembangkan menjadi novel pendek. Karya-karya cerpen para sastrawan
Eropa, Amerika Latin, dan AS tahun 1940 - 1960-an pada umumnya ditulis
panjang dan layak disebut cerpen.
Pada umumnya, cerpen yang ideal adalah sebagai berikut.
1. Ditulis terdiri dari 3.000 atau 4.000 kata.
27
2. Bahasa dan isinya mudah dipahami. Dengan demikian,cerpen
tersebut dapat dibaca kurang dari satu jam dan isinya tidak
terlupakan oleh pembacanya sepanjang waktu.
Bagi siswa sekolah Dasar bisa menulis 1 – 3 lebar sudah bagus. Jika
sering berlatih, akan mudah untuk memproduksi teks cerita dengan lebih
lengkap dan ideal. Bahwa siswa Sekolah Dasar sudah ada yang mampu
menulis novel atau kumpulan cerpen, seperti Sri Izzati dan Abdurahman
Faiz. Mereka merupakan pengarang cilik yang di usia anak-anak sudah
mampu menulis cerita bahkan menerbitkannya dalam bentuk buku.
2.2.2.2 Unsur Pembangun Cerpen
Sebuah karya sastra dibangun atas unsur-unsur yang saling berkaitan
satu dengan yang lainnya. Unsur-unsur tersebut sangat menentukan
keindahan dan keberhasilan sebuah karya. Tidak terkecuali sebuah cerpen.
Kemenarikan dari sebuah cerpen sangat tergantung dari unsur-unsur yang
terkandung dalam cerpen tersebut.
Sebuah cerita pendek mempunyai unsur-unsur yang saling
mengaitkan, membentuk kebersamaan dalam penyajiannya. Unsur-unsur
tersebut meliputi unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur ekstrinsik
adalah unsur yang berada di luar dari karya sastra, tetapi secara tidak
langsung unsur tersebut mempengaruhi karya sastra tersebut. Sedangkan
unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri, di
antaranya adalah tema, alur/plot, tokoh dan penokohan, latar, gaya bahasa,
sudut pandang, dan amanat menurut Nurgiyantoro (dalam Tomi 2012:15)
28
Tomi (2012:16) mengutarakan bahwa unsur-unsur intrinsik
pembangun cerita pendek meliputi : 1) tema, 2) alur, 3) latar, 4) tokoh dan
penokohan, 5) sudut pandang, 6) gaya bahasa, dan 7) amanat.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur
intrinsik pembangun cerpen meliputi : 1) tema, 2) alur, 3) latar, 4) tokoh dan
penokohan, 5) sudut pandang, 6) gaya bahasa, dan 7) amanat.
Berikut ini adalah pemaparan mengenai unsur-unsur pembangun
cerpen.
2.2.2.2.1 Tema
Menurut Tarigan (2008:167) tema adalah gagasan utama atau pikiran
pokok. Tema suatu karya sastra imajinatif merupakan pikiran yang akan
ditemui oleh setiap pembaca yang cermat sebagai akibat membaca karya
tersebut. Tema biasanya suatu komentar mengenai kehidupan atau orangorang.
Tema haruslah dibedakan dari tesis yang merupakan gagasan logis
yang mendasari setiap esai yang baik. Juga tema harus dibedakan dari motif,
subjek, atau topik. Tema dipergunakan untuk memberi nama untuk suatu
pernyataan atau pikiran mengenai suatu subjek, motif, tema, atau topik.
Menurut Kartono (2011:24) tema adalah pemersatu seluruh tulisan.
Bila menghadapi topik yang masih kabur atau sangat luas, lebih dahulu
mencari dan menentukan temanya, untuk membatasi pembicaraan
Menurut Efendi (2013:51) tema merupakan roh sebuah tulisan.
Pemilihan tema yang menarik, padat, syarat makna,terang dan bermakna
luas adalah kunci penting bagi keberhasilan sebuah tulisan. Gambaran
29
semua isi tulisan akan jelas terpampang dari temanya. Memikirkan tema
yang menarik akan sangat membantu ketika menuliskannya nanti.
Dalam kata lain, tema bisa juga dilihat sebagai bingkai tulisan.
Menentukan tema sama berarti membuatkan figura untuk “lukisan” cerpen.
Bisa juga sebagai jendela, dimana kita bisa membuat keseluruhan isi cerpen
yang akan ditulis. Bingkai pada dasarnya menegaskan batasan-batasan yang
hendak kita tulis dan ingin disampaikan kepada pembaca. Sehingga sangat
membantu pikiran kita untuk lebih fokus. Sehingga tidak terpancing
memikirkan hal-hal yang berada di luar tema.
Menurut Septarianto (2012:18) diungkapkan bahwa tema adalah ide
atau pokok permasalahan yang mendasari suatu karya sastra. Tema suatu
cerpen berhubungan dengan pesan yang ingin disampaikan kepada
pembaca.
Menurut Kusmayadi (2010:19), tema adalah pokok permasalahan
sebuah cerita, makna cerita, gagasan pokok, atau dasar cerita. Istilah tema
sering disamakan pengertiannya dengan topik, padahal kedua istilah ini
memiliki pengertian yang berbeda. Topik dalam suatu karya adalah pokok
pembicaraan, sedangkan tema adalah gagasan sentral, yakni sesuatu yang
hendak diperjuangkan dalam dan melalui karya fiksi. Tema suatu cerita
biasanya bersifat tersirat (tersebunyi) dan dapat dipahami setelah membaca
keseluruhan cerita.
30
1. Jenis Tema
Tema fiksi umumnya diklasifikasikan kedalam lima jenis. Berikut kelima
tema tersebut.
a. Tema jasmaniah merupakan tema yang cederung berkaitan dengan
keadaan jasmani seorang manusia. Tema jenis ini terfokus pada
kenyataan dari manusia sebagai jasad (jasmani).
b. Tema organik diterjemahkan sebagai tema tentang „moral‟ karena
kelompok tema ini mencakup hal-hal yang berhubungan dengan moral
manusia. Hubungan ini diwujudkan dalam bentuk tolong menolong,
saling menghargai, dan saling bebagai sesama teman.
c. Tema sosial meliputi hal-hal yang berada di luar masalah pribadi,
misalnya masalah pendidikan, masalah anak-anak putus sekolah.
d. Tema egoik merupakan tema yang menyangkut reaksi-reaksi pribadi
yang pada umumnya menentang pengaruh sosial.
e. Tema keutuhan merupakan tema yang berkaitan dengan kondisi dan
situasi manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
Menurut Mansyur (2008:24), tema merupakan pokok permasalahan
yang ada di dalam sebuah cerita. Dari sebuah cerita tema, cerita dibentuk
dan di sajikan. Oleh karena itu, tema memegang peranan penting dari
sebuah cerita. Banyak tema yang ada dapat dijadikan sebagai pokok cerita,
misalnya kemiskinan, kemanusiaan, kecemburuan, dan sebagainya.
Menurut Kusmayadi, (2010:20), menyatakan bahwa fungsi dari dari
tema adalah sebuah cerita sering juga dianggap sebagai tanggapan
31
pengarang terhadap peristiwa atau pengalaman hidup. Berbagai peristiwa
dapat diangkat menjadi cerpen. Dengan demikan, tema berfungsi sebagai
media menyampaikan pesan cerita.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tema adalah roh atau
nyawa dari sebuah cerita, jika nyawa dari sebuah cerita tidak menarik minat
pembaca juga tidak akan banyak. Tema yang biasa digunakan oleh penulis
biasanya adalah sesuai dengan kehidupan nyata dari sasaran pembacanya.
2.2.2.2.2 Latar
Menurut Mansyur (2008:26), latar dalam sebuah cerpen merupakan
tempat maupun waktu yang akan menunjukkan peristiwa dalam sebuah
cerpen terjadi. Fungsi latar adalah untuk menegaskan kenyakinan pembaca
terhadap peristiwa yang terjadi. Selain itu latar dapat menunjukkan nilainilai
yang terkandung dalam sebuah karya sastra.
Menurut Septarianto (2012:24) latar adalah tempat,waktu,sosial, dan
suasana terjadinya peristiwa yang dijadikan latar belakang penceritaan oleh
pengarang. Jadi latar dari cerita pendek salah satu yang perlu diperhatikan
karena latar akan mendukung kemenarikan sebuah cerita pendek.
Menurut Saputri (2009:33) latar adalah segala keterangan, petunjuk,
pengacuan, yang kaitan dengan tempat, waktu dan suasana terjadinya
peristiwa dalam cerita. Pelukisan latar dalam cerpen tidak memerlukan
detail-detail khusus tentang keadaan latar, misalnya yang menyangkut
keadaan tempat dan sosial. Cerpen hanya memerlukan pelukisan secara
32
garis besar saja, yang telah mampu memberikan suasana tertentu yang
dimaksudkan.
Latar atau setting adalah lingkungan fisik tempat kegiatan
berlangsung. Dalam pengertian yang lebih luas, latar mencangkup tempat
dan waktu dan kondisi psikologis dari semua yang terlibat dalam kegiatan
itu. Latar acap kali sangat penting dalam memberikan sugesti akan ciri-ciri
tokoh, dan menciptakan suasana suatu karya sastra. Semua ini sering
dikembangkan dalam pemberian dan deskripsi menurut Leverty ( dalam
Tarigan 2008:164).
Menurut Kusmayadi (2010:23) latar dalam sebuah cerita, harus terjadi
pada suatu tempat dan waktu. Seperti halnya kehidupan ini yang juga
belangsung dalam ruang dan waktu. Fiksi adalah sebuah “dunia dalam kata”
yang di dalamnya terjadi pula kehidupan, yakni kehidupan para tokoh dalam
peristiwa-peristiwa tertentu. Jika di dalam cerita lama (klasik) tempat
kejadian cerita dan tahun-tahun terjadinya disebutkan secara panjang lebar,
pada umumnya tidak demikian halnya dengan cerita modern.
Secara garis besar latar cerita dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yakni
latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.
a. Latar Tempat
Latar adalah hal yang berkaitan dengan masalah geografis. Latar
tempat menyangkut deskripsi tempa suatu peristiwa cerita terjadi, misalnya
cerita di pedesaan, perkotaan, sekolah, atau lingkunagan rumah.
33
b. Latar Waktu
Latar waktu berkaitan dengan masalah sejarah (historis), mengacu
pada saat terjadinya peristiwa. Melalui pemberian waktu kejadian yang
jelas, akan tergambar tujuan cerita secara jelas pula. Rangkaian peristiwa
tidak mungkin terjadi jika dilepaskan dan perjalanan waktu, yang dapat
berupa jam, hari, tanggal, bulan, tahun, bahkan zaman tertentu yang melatar
belakangnya.
c. Latar sosial
Latar sosial berkaitan dengan kehidupan kemasyarakatan. Latar sosial
merupakan lukisan status yang menunjukkan seorang atau beberapa orang
tokoh dalam masyarakat yang ada di sekelilingnya. Statusnya dalam
kehidupan sosialnya dapat digolongkan menurut tingkatannya, seperti kayamiskin,
pegawai negeri-buruh, dan sebagainya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa latar adalah bagian dari
cerpen yang berisi tentang tempat, waktu dan suasana yang menyangkut
keadaan tempat sosial yang akan diceritakan oleh penulis. Latar biasanya
dipilih sesuai dengan alur cerita yang dibuat dan yang menarik pembaca.
2.2.2.2.3 Alur
Menurut Nugroho (2007 : 48) Plot adalah alur cerita, urutan kisah atau
peristiwa yang ada dalam cerpenmu. Yang paling mudah dibuat tentu saja
alur maju yang keseluruhannya cerita merupakan kronologis yang runtut
dan berkesinambungan.
34
Menurut Kusmayadi (2010:24), unsur cerita yang tak kalah
pentingnya adalah alur atau jalan cerita. Menarik atau tidaknya cerita
ditentukan pula oleh penyajian peristiwa demi peristiwa. Jalinan peristiwa
tersebut memiliki hubungan sebab akibat, sehingga jika salah satu bagian
dihilangkan akan merusak jalannya cerita tersebut.
Ada dua cara yang dapat digunakan dalam menyusun bagian-bagian
cerita, yakni sebagai berikut.
a. Pengarang menyusun peristiwa-peristiwa secara berurutan melalui dari
perkenalan sampai penyelesaian. Susunan yang demikian tersebut alur
maju. Urutan peristiwa tersebut meliputi:
1) Mulai melukiskan keadaan.
2) Peristiwa-peristiwa mulai gerak.
3) Keadaan mulai memuncak.
4) Mencapai titik puncak.
5) Peristiwa mulai menurun.
6) Pemecahan masalah/penyelesaian.
b. Pengarang menyusun peristiwa secara tidak berurutan. Pengarang dapat
memulainya dari peristiwa terakhir atau peristiwa yang ada di tengah.
Kemudian, menengok kembali pada peristiwa-peristiwa yang
mendahuluinya. Susunan yang demikian disebut alur sorot balik
(flashback).
Menurut Brooks and Warren ( dalam Tarigan 2008:156) istilah yang
sama maknanya dengan alur atau plot ini adalah trap atau dramatic
35
conflict.keempat istilah ini bermakna “struktur” gerak atau laku dalam suatu
fiksi atau drama.
Menurut Pranoto (2010: 74) Plot yang ideal adalah yang berjenis wellmade
short story bila dilukiskan seperti garis liku sebagai berikut.
climax
Anti climax
Opening ending
Pada garis liku di atas, pada mulanya datar lalu menanjak, tinggi,
tinggi menuju puncak dan sampai kepuncak lalu menurun, dan kemudian
melandai. Daris liku tersebut dapat diperinci sebagai berikut.
- Pada garis datar adalah pembukaan cerita.
- Pada garis menanjak hingga puncak adalah bagian tengah yang
berisi inti cerita atau klimaknya.
- Pada garis yang menurun dan kemudian melandai adalahan
bagian akhir dan penutup.
Dapat disimpulkan bahwa alur atau plot adalah alur berjalannya
sebuah cerita yang akan disampaikan oleh penulis kepada pembaca, yang
biasanya berawal dari pembukaan atau opening kemudian kepermasalahan
lalu kepenyelesaian masalah atau ending.
36
2.2.2.2.4 Tokoh dan Penokohan
Menurut Kusmayadi (2010:20), aspek tokoh dalam fiksi pada
dasarnya merupakan aspek yang lebih menarik perhatian. Dalam membaca
atau memahami suatu karya sastra, pembaca sering tidak mempertanyakan
apa yang kemudian terjadi, tetapi sering mempertanyakan “peristiwa yang
terjadi kemudian itu menimpa siapa”.
Sebagian besar pembaca mengharapkan adanya tokoh-tokoh cerita
yang bersifat alamiah (natural). Artinya, bahwa tokoh-tokoh itu memiliki
“kehidupan” atau berciri “hidup” sepertinya halnya kehidupan sehari-hari.
Meskipun cerita itu bersifat fiksi (khayalan), tetapi bisa menggambarkan
keadan sehari-hari yang di alami. Pesan-pesan yang disampaikan pun akan
bermanfaat bagi pembaca dalam menjalani kehidupan.
1. Penggambaran Watak Tokoh
Menurut Kusmanyadi (2010:20) setiap pengarang mempunyai cara
berbeda dalam menggambarkan watak tokohnya ada beberapa metode
penyajian watak tokoh atau metode penokohan.
Pertama, metode analitik atau tidak langsung. Pencerita tidak langsung
menjelaskan karakter tokoh, tetapi pembaca yang harus menyimpulkannya
sendiri. Pembaca dapat mengetahui karakter tokoh melalui pikiran, cakapan,
dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang, bahkan juga dari penampilan
fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh.
Kedua, metode dramitik atau metode langsung. Melalui metode
analitik, pencerita mengisahkan sifat-sifat tokoh, hasrat, pikiran, dan
37
perasaannya melalui deskrisi langsung. Sehingga pembaca langsung
mendapat gambaran mengenai karakter tokoh tersebut.
2. Jenis Tokoh
Ditinjau dari segi keterlibatannya dalam keseluruhan cerita, tokoh
fiksi dibedakan menjadi dua, yakni tokoh sentral (toko utama) dan tokoh
tambahan (bawahan). Tokoh sentral merupakan tokoh yang mengambil
bagian terbesar dalam peristiwa cerita. Tokoh utama dapat ditentukan paling
tidak dengan tiga cara. Pertama, tokoh itu yang paling terlibat tema. Kedua,
tokoh itu yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain. Tiga, tokoh
itu yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan.
Berdasarkan watak atau karakternya, tokoh dapat dibedakan menjadi
tokoh sederhana (simple) dan tokoh kompleks (complex). Tokoh yang
sederhana atau datar yaitu tokoh yang kurang mewakili keutuhan dari
manusia dan hanya ditonjolkan satu sisinya saja. yang termasuk dalam
katogori tokoh sederhana atau datar adalah semua tipe tokoh yang sudah
biasa atau yang sudah familier. Ciri bahwa seorang tokoh dapat
dikatagorikan ke dalam stereotip tentu ialah bahwa watak tokoh tersebut
dapat dirumuskan dalam suatu formula (pernyataan) yang sederhana,
misalnya “tokoh ibu tiri yang selalu digambarkan berwatak kejam”, “gadis
pekerja yang miskin tetapi jujur”.
Tokoh yang kompleks atau tokoh bulat ialah tokoh yang dapat dilihat
semua isi kehidupannya. Tokoh tersebut menampilkan sisi baik buruknya.
Ciri tokoh bulat yaitu sifatnya dinamis dan selalu mengalami
38
perkembangan. Tokoh bulat sering memunculkan segi wataknya yang tidak
terduga.
Dalam konsep penokohan drama, tokoh dapat dibedakan ke dalam
tokoh protagonis dan antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang
menceminkan norma-norma dan nilai-nilai yang ideal (baik) bagi kita.
Tokoh ini biasanya menampilkan sosok jagoan, pahlawan kebenaran, dan
pemenang dalam setiap konflik, sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh
yang menybabkan terjadinya konflik. Biasanya tokoh antagonis adalah
tokoh yang melawan atau menentang tokoh protagonis.
Menurut Tarigan (2008: 147) penokohan atau karakterisasi adalah
proses yang dipergunakan oleh seorang pengarang menciptakan tokoh-tokoh
fiksinya. Tokoh fiksi harus dilihat sebagai yang berada suatu masa dan
tempat tertentu dan haruslah pula diberi motif-motif yang masuk akal bagi
segala sesuatu yang dilakukannya. Tugas pengarang ialah membuat tokoh
sebaik mungkin, seperti yang benar-benar ada. Cara untuk mencapai tujuan
ini tentu beraneka ragam, termasuk pemberian atau analisis, apa yang
dikatakan atau yang dilakukan oleh para tokoh, cara mereka beraksi dalam
situasi-situasui tertentu, apa yang dikatakan oleh tokoh lain terhadap mereka
atau bagaimana mereka bereaksi terhadapnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah orang yang
melakukan peran seperti yang dituliskan oleh pengarang. Tokoh tersebut
biasanya diambil dari kehidupan nyata yaitu protagonis dan antagonis.
39
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah seseorang
yang melakukan peran seperti yang dituliskan oleh pengarang. Tokoh
tersebut biasanya diambil dari kehidupan nyata yaitu protagonis dan
antagonis.
2.2.1.2.5 Sudut Pandang
Menurut Kusmayadi (2010:26) pada saat menceritakan
pengalamanmu sendiri, hakikatnya kamu menjadikan dirikan sebagai pusat
cerita. Pusat pengisahan dalam cerita disebut juga sudut pandang.
Sudut pandang atau pusat pengisahan (point of view) digunakan untuk
menentukan arah pandang pengarang terhadap peristiwa-peristiawa di dalam
cerita sehingga tercipta suatu kesatuan cerita yang utuh. Oleh karena itu,
sudut pandang pada dasarnya adalah visi pengarang, dalam arti bahwa Ia
merupakan sudut pandang yang diambil oleh pengarang untuk melihat
peristiwa dan kejadian dalam cerita.
Secara garis besar, sudut pandang dibedakan dalam dua macam, yaitu
sudut pandang orang pertama atau gaya “aku” dan sudut pandang orang
ketiga atau gaya “dia”. Sudut pandang orang pertama meliputi:
1. “Aku” sebagai tokoh utama.
2. “Aku” sebagai tokoh tambahan.
Sedangkan sudut pandang orang ketiga meliputi:
1. ”Dia”maha tahu, yaitu cerita dikisahkan dari sudut “dia” (nama
tokoh lain).
40
2. “Dia” terbatas,yaitu pengarang melukiskan apa yaang dilihat,
didengar, dialami, dipikir, dan dirasakan oleh tokoh cerita,
tetapi terbatas pada seorang tokoh saja.
Menurut Septarianto (2012:26), Sudut pandang adalah cara pengarang
menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. Setiap sudut
pandang masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan. Oleh karena itu
dalam menentukan sudut pandang penulis harus memperhatikan isi dan
cerita yang akan ditulis. Sudut pandang manakah yang sesuai dan yang
paling menghidupkan cerita.
Dari ungkapan di atas dapat disimpulkan bahwa sudut pandang adalah
cara pandang pengarang dalam memaparkan tokoh dalam cerita yang akan
ditulis. Pada sudut pandang terdapat kelemahan dan kelebihan masingmasing.
2.2.2.2.6 Gaya Bahasa
Menurut Kusmayadi (2010:27) Gaya bahasa adalah teknik pengolahan
bahasa oleh pengarang dalam upaya menghasilkan karya sastra yang hidup
dan indah. Pengolahan bahasa harus didukung oleh pemilihan kata (diksi)
yang tepat. Gaya merupakan cara mengungkapkan seseorang yang khas bagi
seorang pengarang.
Gaya juga dapat diartikan secara pengarang menggunakan bahasa.
Gaya seorang pengarang tidak akan sama apabila dibandingkan dengan gaya
pengarang lainnya. Sebab, pengarang tentu selalu menyajikan hal-hal yang
berhubungan erat dengan selera pribadinya dan kepekaannya terhadap
41
segala sesuatu yang ada disekitarnya. Oleh karena itu, sering dikatakan
bahwa gaya adalah orangnya. Gaya pengarang adalah suara-suara pribadi
pengarang yang terekam dalam karyanya.
2.2.2.2.7 Amanat
Menurut Kusmayadi (2009:32), amanat adalah merupakan pesan yang
ingin disampaikan pengarang. Amanat dapat disampaikan secara tersirat
(Implisit). Melalui tingkah laku tokoh menjelang cerita berikut. Selain itu,
amanat dapat pula disampaikan secara tersurat (eksplimsit) melalui seruan,
saran, peringatan, anjuran, atau nasehat, yang disampaikan secara langsung
ditengah cerita.
Menurut Septarianto (2012:28), amanat adalah pesan yang ingin
disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karya sastra yang
ditulisnya. Amanat yang baik adalah amanat yang sesuai dengan tema.
Suatu cerita akan lebih bermakna jika amanat yang terkandung di dalamnya
dapat disampaikan pada pembaca.
Menurut Mansyur (2008:28), amanat merupakan ajaran moral atau
pesan yang terkandung di dalam sebuah karya sastra. Amanat ini berupa
pesan yang disampaikan pengarang terhadap pembaca. Amanat dalam
cerpen dapat ditemukan dengan membaca secara detail cerpen yang
bersangkutan.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa amanat adalah pesan
yang akan disampaikan penulis terhadap pembacanya. Amanat tersebut
terkandung dalam isi dari sebuah cerpen yang ditulis oleh pengarang.
42
2.2.3 Penulisan Cerpen
Cerpen tersusun atas unsur-unsur pembangun cerita yang saling
berkaitan erat satu sama lain. Keterkaitan antara unsur-unsur pembangun
cerita tersebut membentuk totalitas yang bersifat abstrak. Koherensi dan
kohesi semua unsur cerita yang membentuk sebuah totalitas amat
menentukan keindahan dan keberhasilan cerpen sebagai suatu bentuk
ciptaan sastra..
Menurut Efendi (2013:51) sebelum menulis ada beberapa yang harus
dilakukan oleh penulis yaitu menentukan: 1) tema, 2) menentukan tujuan
tulisan, 3) menentukan media yang tepat, 4) membuat kerangka tulisan, dan
5) mengumpulkan informasi.
1. Tema
Menurut tema merupakan roh sebuah tulisan. Pemilihan tema yang
menarik, padat, syarat makna, terang dan bermakna luas adalah kunci
penting bagi keberhasilan sebuah tulisan. Gambaran semua isi tulisan akan
jelas terpampang dari temanya. Memikirkan tema yang menarik akan sangat
membantu ketika menuliskannya nanti.
Dalam kata lain, tema bisa juga dilihat sebagai bingkai tulisan.
Menentukan tema sama berarti membuatkan figura untuk “lukisan” cerpen.
Bisa juga sebagai jendela, dimana bisa membuat keseluruhan isi cerpen
yang akan ditulis. Bingkai pada dasarnya menegaskan batasan-batasan yang
hendak di tulis dan ingin disampaikan kepada pembaca. Sehingga sangat
43
membantu pikiran untuk lebih fokus. Sehingga tidak terpancing memikirkan
hal-hal yang berada di luar tema.
2. Tujuan Tulisan
Sebelum mulai menulis, sebaiknya menentukan terlebih dahulu apa
tujuannya. Tujuan itu beragam sesuai dengan kepentingan dari penulis. Ada
yang hanya sekedar untuk diri sendiri. Ada juga penulis yang
mengungkapkan isi hatinya kepada kekasih isi hatinya. Sebagian yang lain
ingin karyanya diterbitkan supaya bisa terkenal, dapat royalti, popularitas,
dan sebagainya. Semua tujuan itu sah-sah saja tidak ada yang melarang.
3. Menentukan media yang tepat.
Mengenali media cetak sangat penting. Supaya cerpen tidak bernasib
naas . cara yang efektif untuk mengenali karakter sebuah media massa,
koran atau majalah adalah dengan membaca tulisan yang pernah dimuat
dimedia tersebut. Misalkan, penulis menulis cerpen remaja tapi dikirim di
majalah femina, yang khusus untuk wanita dewa, pasti tidak nyambung.
Atau cerpen yang berisi sastra penulis kirim ke majalah bobo, yang
seharusnya cocok ke Horison.
4. Membuat kerangka tulisan
Kerangka atau struktur tulisan sangat membantu khususnya kamu
yang masih belajar menulis cerpen. Supaya tetap fokus pada suatu tema dan
tidak merembet kemana-mana. Kerangka tulisan akan membantu terutama
ketika tulisan yang lebih panjang dan berat seperti novel atau buku. Bagi
44
pemula yang ingin menulis cerpen, sangat dianjurkan untuk menggunakan
kerangka tulisan. Namun ini lebih ditekankan pada penulis yang dominan
otak kiri yang butuh ada peta petunjuk jalan dalam mengembangkan tulisan
nantinya.
5. Mengumpulkan informasi
Mengumpulkan informasi sangatlah penting untuk penulis sebagai
bahan untuk referensi. Membaca referensi tambahan sangat dianjurkan bagi
mereka yang ingin menulis artikel, buku dan novel. Begitu juga dengan
cerpen, akan lebih berbobot jika penulis menulis sebuah cerita yang kaya
dengan latar belakang sosial budaya, tradisional, ddl. Yang mendukung
jalannya cerita.
Menurut Septarianto (2012:31) langkah-langkah menulis kreatif yaitu
: 1) tahap persiapan, 2) tahap inkubasi, 3) tahap saat inspirasi, 4) tahap
penulisan, 5) merevisi atau menyunting, 6) print out
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah
menulis yaitu : 1) pemilihan bahan, 2) menentukan media yang tepat, 3)
membuat kerangka, 4) menulis opini, 5) berkhayal, 6) teknik penulisan, 7)
merevisi atau menyunting, 8) print out.
2.2.4 Struktur Teks Cerpen
Struktur teks cerpen menurut ardia (http://brainly.co.id/tugas/981248)
Struktur teks cerpen dibagi menjadi enam bagian yaitu (abstrak, orientasi,
komplikasi, evaluasi, resolusi, dan koda).
45
1. Abstrak
Abstrak merupakan ringkasan atau inti cerita yang akan
dikembangkan menjadi rangkaian peristiwa. Abstrak bersifat
opsional artinya sebuah teks cerpen baleh tidak memakai abstrak.
2. Orientasi
Orientasi adalah struktur yang berisi pengenalan latar cerita yang
berkaitan dengan waktu, suasana, dan tempat yang berkaitan dengan
cerpen.
3. Komplikasi
Komplikasi berisi urutan kejadian yang dihubungkan secara sebab
akibat, pada struktur ini anda mendapatkan karakter atau watak
pelaku cerita karena beberapa kerumitan mulai bermunculan.
4. Evaluasi
Evaluasi adalah struktur konflik yang terjadi yang mengarah pada
klimaks mulai mendapatkan pemecahannya / penyelesainya.
5. Resolusi
Resolusi pada struktur ini pengarang mengungkapkan solusi yang
yang dialami tokoh.
46
6. Koda
Koda merupakan nilai nilai atau pelajaran yang dapat dipetik dari
suatu teks oleh pembaca.
2.2.5 Hakikat Media Pembelajaran
Menurut Kustandi dan Sutjipto (2011:6), perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan
dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses belajar. Hal tersebut
menuntut agar guru/ mengajar mampu menggunakan alat-alat yang
disediakan oleh sekolah, dan tidak tertutup kemungkinan bahwa alat-alat
tersebut sesuai dengan perkembangan dan tuntunan jaman. Guru sekurangkurangnya
dapat menggunakan media yang mudah dan efisien yang
meskipun sederhana, tetapi merupakan keharusan dalam upaya mencapai
tujuan pembelajaran yang diharapkan. Untuk itu, guru/ pengajar harus
memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media
pembelajaran, yang meliputi Hamalik dalam (Kustandi dan Sutjipto
(2011:7): 1) media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan
proses belajar-mengajar, 2) fungsi media dalam rangka dalam menjaga
tujuan pendidikan, 3) seluk beluk proses belajar, 4) hubungan antara metode
mengajar dan media pembelajaran, 5) nilai atau manfaat metode pendidikan
dalam pembelajaran, 6) pemilihan dan penggunaan media pendidikan, 7)
berbagai jenis alat dan teknik media pembelajaran, 8) media pendidikan
dalam setiap mata pelajaran, 9) usaha inovasi dalam media pendidikan.
47
Munurut Sudjana (2011: 1) proses belajar-mengajar atau proses
pengajaran merupakan suatu kegiatan melaksanakan kurikulum suatu
lembaga pendidikan, agar dapat mempengaruhi siswa mencapai tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan. Tujuan pendidikan pada dasarnya
mengantarkan para siswa menuju pada perubahan tingkah laku baik
intelektual, maupun sosial agar dapat hidup mandiri sebagai individu dan
makhluk sosial. Dalam mencapai tujuan tersebut siswa berinteraksi dengan
lingkungan belajar yang diatur guru melalui proses pengajaran.
Lingkungan belajar yang diatur oleh guru mencangkup tujuan ajaran,
bahan pengajaran, metodologi pengajaran, dan penilaian pengajaran. Unsurunsur
tersebut dapat dikenali dengan komponen-komponen pengajaran.
Tujuan pengajaran adalah rumusan kemampuan yang diharapkan dimiliki
para siswa setelah Ia menempuh berbagai pengalaman belajarnya.
Bahan pengajaran adalah seperangkat materi keilmuan yang terdiri
atas fakta, konsep, prinsip, generalisasi suatu ilmu pengetahuan yang
bersumber dari kurikulum dan dapat menunjang tercapainya tujuan
pengajaran. Metodologi pengajaran adalah metode dan teknik yang
digunakan oleh guru dalam melakukan interaksinya kepada siswa agar
pengajaran sampai kepada siswa, sehingga siswa menguasai tujuan
pengajaran.
48
2.2.5.1 Pengertian Media Pembelajaran
Menurut Septarianto (2012:33) media adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran,
membangkitkan semangat, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat
mendorong terjadinya proses pembelajaran pada diri siswa.
Media pembelajaran berbasis visual (image atau perumpamaan)
memegang peran penting dalam proses belajar. Media visual dapat
memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Dengan visual dapat
menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi
materi pelajaran dengan dunia nyata (Arsyad 2011: 91).
Lebih lanjut dikemukakan oleh Arsyad (2011: 91) bahwa bentuk
visual bisa berupa: (1) gambar representasi seperti gambar, lukisan atau foto
yang menunjukkan bagaimana tampaknya suatu benda; (2) diagram yang
melukiskan hubungan konsep, organisasi dan struktur isi material; (3) peta
yang menunjukkan hubungan ruang antara unsur-unsur dalam isi materi; (4)
grafik seperti tabel, grafik dan chart (bagan) yang menyajikan
gambaran/kecennderungan data atau antar hubungan seperangkat gambar
atau angka-angka.
Menurut Sudjana dan Rivai (2011: 3) ada beberapa jenis media
pengajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran, di antaranya
adalah: (1) media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan atau diagaram,
poster, kartun, komik dan lain-lain; (2) media tiga dimensi, yaitu dalam
bentuk model seperti model padat, model penampang, model susun, model
49
kerja, diaroma dan lain-lain; (3) media proyeksi seperti slide, film strips,
film, penggunaan OHP dan lain-lain; dan (4) penggunaan lingkungan.
Menurut Levi dan Lentz dalam (Kustandi dan Sutjipto (2011: 19)
fungsi media pembelajaran mengemukakan empat fungsi media
pembelajaran, khususnya media visual, yaitu :1) fungsi atensi, 2) fungsi
afektif, 3) fungsi kognitif, dan 4) fungsi kompensatoris.
2.2.5.2 Nilai dan Manfaat Media Pengajaran
Menurut Sudjana dan Rivai (2011: 3), media pengajaran dapat
mempertinggi proses belajar siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya
diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Ada beberapa
alasan, mengapa media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar
siswa. Alasan pertama berkenaan dengan manfaat media pengajaran dalam
proses belajar siswa antara lain :
a. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar siswa.
b. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih
dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai
tujuan pengajaran lebih baik.
c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata
komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga
siswa tidak bosam dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru
mengajar untuk setiap jam pelajaran.
50
d. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas orang lain seperti
mengamati, melakukan, mendemostrasikan dan lain-lain.
Alasan kedua mengapa penggunaan media pengajaran dapat
mempertinggi proses dan hasil pengajaran adalah berkenaan dengan taraf
berfikir siswa. Taraf berfikir manusia mengikuti perkembangan dari mulai
berpikir kongkret menuju ke berpikir abstrak, dimulai dari berpikir
sederhana menuju ke berpikir kompleks. Penggunaan media pengajaran erat
kaitannya dengan tahap berpikir tersebut, sebab melalui media pengajaran
hal-hal yang abstrak dapat dikongkretkan, dan hal-hal yang kompleks dapat
disederhanakan.
Penelitian yang dilakukan terhadap penggunaan media pengajaran
dalam proses belajar-mengajar sampai pada kesimpulan, bahwa proses dan
hasil belajar para siswa menunjukkan perbedaan yang berarti antara
pengajaran tanpa media dengan pengajaran yang menggunakan media. Oleh
sebab itu penggunaan media pengajaran dalam proses pengajaran sangat
dianjurkan untuk mempertinggi kualitas pengajaran.
Menurut Septarianto (2012:34) manfaat media pembelajaran adalah
untuk membangkitkan minat, rasa ingin tahu, sehingga menimbulkan
motivasi belajar siswa ketika pembelajaran. Selain itu penggunaan media
juga membuat pengajaran menjadi lebih jelas dan menarik, sehingga dapat
meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.
51
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat media
pembelajaran dibagi menjadi dua. Petama, manfaat bagi siswa: 1) siswa
dapat dengan mudah memahami pelajaran, 2) minat siswa bertambah, 3)
daya tarik pelajaran meningkat, 4) rasa ingin tahu siswa meningkat, dan 5)
motivasi siswa untuk mengikuti pelajaran bertambah. Kedua, manfaat bagi
guru yaitu mempermudah guru untuk menjelaskan materi kepada siswa.
2.2.5.3 Media Visual
Media pembelajaran berbasis visual (image atau perumpamaan)
memegang peran penting dalam proses belajar. Media visual dapat
memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Dengan visual dapat
menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi
materi pelajaran dengan dunia nyata (Arsyad 2011: 91).
Lebih lanjut dikemukakan oleh Arsyad (2011: 91) bahwa bentuk
visual bisa berupa: (1) gambar representasi seperti gambar, lukisan atau foto
yang menunjukkan bagaimana tampaknya suatu benda; (2) diagram yang
melukiskan hubungan konsep, organisasi dan struktur isi material; (3) peta
yang menunjukkan hubungan ruang antara unsur-unsur dalam isi materi; (4)
grafik seperti tabel, grafik dan chart (bagan) yang menyajikan
gambaran/kecennderungan data atau antar hubungan seperangkat gambar
atau angka-angka.
Menurut Sudjana dan Rivai (2011: 8) ada beberapa jenis media
pengajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran, di antaranya
adalah: (1) media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan atau diagaram,
52
poster, kartun, komik dan lain-lain; (2) media tiga dimensi, yaitu dalam
bentuk model seperti model padat, model penampang, model susun, model
kerja, diaroma dan lain-lain; (3) media proyeksi seperti slide, film strips,
film, penggunaan OHP dan lain-lain; dan (4) penggunaan lingkungan.
Pada penelitian ini saya menggunakan media visual, karena menurut
saya sangat cocok digunakan untuk meningkatkan minat belajar siswa. Dari
pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa media pembelajaran dalam
kajian ini adalah media gambar atau grafis, yaitu berupa wayang Pandawa
Lima.
2.2.6 Media “ Tokoh Wayang Pandawa Lima”
Penggunaan media pembelajaran dengan tokoh wayang Pandawa
Lima ini memiliki tujuan untuk menanamkan karakter pada anak agar anak
menunjukkan kepribadian dan jati diri sebagaimana nilai-nilai luhur yang
diwariskan oleh para pendahulu bangsa.
Hal ini sesuai dengan ciri-ciri dan tujuan belajar bahwa setidaknya
dalam belajar mencakup tiga unsur, yaitu: (1) belajar adalah perubahan
tingkah laku, (2) perubahan tingkah laku tersebut terjadi karena latihan atau
pengalaman, dan (3) perubahan tingkah laku tersebut relatif permanen atau
tetap ada untuk waktu yang cukup lama (Aunurrahman, 2013: 48).
53
Wayang Kulit Jawa : Raden Yudhistira / Puntadewa
Menurut https://karlinasetiyanti.wordpress.com/2013/12/21/pandawalima/
, menceritakan bahwa Prabu Yudhistira merupakan putra tertua Prabu
Pandudewanata ( Raja kerajaan Astina negara terbesar dalam dunia wayang
) dengan permasuri Dewi Kunti Talibrata. Prabu Pandudewanata gugur saat
para Pendawa masih anak anak. Untuk sementara hak perwalian dipegang
sang kakak ( paman Pendawa ) bernama Adipati Destarastra yang kurang
layak memimpin karena lemah dan buta. Adipati Destarastra beristrikan
Dewi Gendari yang sebetulnya lebih menyukai ayah Pendawa (
Pandudewanata ) tapi dipaksa menikah dengan kakaknya.
Setelah para Pendawa besar sayangnya oleh sang paman tahta tak
dikembalikan dan justru diserahkan pada keturunannya sendiri yaitu para
Bala Kurawa dengan anak tertua bernama Prabu Duryudana. Bala Kurawa
terkenal jahat, licik, pendendam, sombong, suka foya foya, penuh kepura
puraan, mau enaknya sendiri, mengutamakan jalan pintas dan kekerasan
dalam menyelesaikan masalah, serta sama sekali tak peduli nasib
penderitaan rakyatnya. Mereka makin menjadi jadi kengawurannya saat
54
patih Astina dipegang Harya Sangkuni ( Sengkuni ) adik dari sang ibu Dewi
Gendari.
Prabu Yudhistira merupakan pemimpin keluarga Pandawa dan
berkuasa di negara Amarta dan kelak Astina. Ia memiliki nama lain Prabu
Puntadewa, Prabu Dwijakangka, Prabu Gunatalikrama, dan Prabu
Ajathasatru. Pusaka utama Prabu Yudhistira adalah Jimat Jamus Kalimasada
( Kalimahusada ).
Pasangannya bernama Dewi Drupadi, seorang wanita taat pada suami,
tabah menerima derita, dan tidak merayakan kegembiraan secara berlebihan.
Nama putra Prabu Yudisthira dan Dewi Drupadi yaitu Raden Pancawala.
Prabu Yudhistira memiliki sifat sabar, mengutamakan persatuan dan
kesatuan, serta tak suka memiliki musuh. Sebelum perang Baratayudha
terjadi sebenarnya Prabu Yudisthira tak pernah berperang sama sekali
karena sangat cinta perdamaian. Dengan berat hati ia menjadi panglima
perang saat Baratayuda meletus demi menegakkan kebenaran dan keadilan
serta rasa tanggung jawab sebagai saudara tertua Pandawa.
Wayang Kulit Jawa : Raden Werkudara / Bima
55
Banyak bayi lelaki yang baru lahir diberi nama Bima agar kelak bisa
gagah perkasa seperti karakter sang tokoh. Memang tidak salah karena
Raden Werkudara atau Bima memiliki badan besar, kuat, dan sakti
mandraguna. Adik kandung Prabu Yudhistira ini menjadi ksatria di
Jodhipati ( Njadipati ) atau Tunggul Pamenang. Ia juga terkenal jujur dan
langsung menegakkan kebenaran serta keadilan tanpa banyak pertimbangan
rumit. Gayanya lugas dengan tipe laksanakan dulu efek dipikir belakangan.
Berkat ketegasannya wilayah Amarta senantiasa aman tentram penuh
kebahagiaan.Nama lain Raden Werkudara adalah Raden Bima, Raden
Bratasena, Raden Bayusutha, dan Gundawastraatmaja.
Pusaka andalannya yaitu Kuku Pancanaka, Gada Rujakpolo, dan Gada
Lambitamuka. Istri istri Raden Werkudara bernama Dewi Nagagini, Dewi
Arimbi, dan Dewi Urangayu. Dari pernikahannya dikaruniai putra bernama
Raden Antareja, Raden Gatotkaca, serta Raden Antasena. Saat perang
Baratayudha berlangsung secara gemilang Raden Werkudara berhasil
menewaskan Prabu Duryudana ( Suyudana) pimpinan Bala Kurawa
perampas hak tahta Pandawa atas Astina. Dulunya waktu masih anak anak
Prabu Duryudana yang juga memiliki badan besar ini biasa menjadi latih
tanding Raden Werkudara.
56
Wayang Kulit Jawa : Raden Arjuna
Tokoh wayang kulit Mahabarata yang dikenal sangat tampan adalah
Raden Arjuna. Sama seperti dua saudaranya yang se ibu merupakan
keturunan Prabu Pandudewanata dan Dewi Kunti Talibrata. Ia memiliki
banyak nama antara lain Raden Janaka, Raden Premadi, Raden Pamade,
Raden Dananjaya, dan Raden Pandhutanaya. Merupakan satria di negeri
Madukara.
Raden Arjuna terkenal punya banyak istri yang cantik cantik yaitu
Dewi Wara Sembadra, Wara Srikandi, Dewi Larasati, Batari Supraba, Batari
Dresanala, Dewi Sulastri, Dewi Ulupi, Dewi Purnamasidi, Dewi
Gandakusuma, dan Dewi Manohara.Selain tampan dan berbudi luhur,
Raden Arjuna terkenal sakti serta banyak mendapat pusaka dari para Dewa.
Pusaka ternamanya adalah keris Pulanggeni, panah Pasopati ( lakon
Begawan Mintaraga ), dan panah Sarotama.
Para Dewa juga memberikan ia anugerah ( wahyu ) seperti Wahyu
Makutharama dan Wahyu Tohjali. Wakaupun hanya mampu merebut wadah
( warangka ) pusaka bernama Kontajayawindanu dari tangan Raden
57
Suryaatmaja, namun itu sudah cukup bagi Raden Arjuna untuk memotong
tali pusar keponakannya ( Raden Gatotkaca ) pada saat dilahirkan.
Saat perang Baratayudha berlangsung Raden Arjuna menjadi senopati
( panglima perang ) sangat tangguh hingga mampu menewaskan banyak
Kurawa termasuk Prabu Karna sang senopati lawan yang juga saudara tua
Pandawa karena ibunya sama dengan ibu Arjuna. Saat sebelum menikah
dengan ayah Arjuna, Dewi Kunti sudah memiliki putra hasil hubungannya
dengan Batara Surya. Namun proses kelahiran Karna sangat tidak lazim
sebab melalui telinga agar Dewi Kunti tetap perawan hingga menikah
dengan manusia.
Putra putri Raden Arjuna adalah Raden Abimanyu, Raden Irawan,
Raden Wisanggeni, Bambang Irawan, Raden Bratalaras, Bambang
Manonmanonton, Bambang Priambada, Dewi Pregiwa, Dewi Pregiwati.
Wayang Kulit Jawa : Raden Nakula
Dalam keluarga Pandawa terdapat dua saudara kembar dimana bentuk
wayangnya sama persis yaitu Nakula dan Sadewa. Raden Nakula
merupakan kesatria dari negeri Sawo Jajar. Memiliki nama lain Tripala atau
58
Raden Pinten. Nama istrinya adalah Dewi Soka. Pasangan ini memiliki
keturunan bernama Dewi Pramati dan Bambang Pramusinta. Menurut
kisahnya Raden Nakula selalu mengikuti kakaknya Prabu Puntadewa (
Yudistira ).
Wayang Kulit Jawa : Raden Sadewa
Raden Sadewa merupakan saudara kembar Raden Nakula. Keduanya
merupakan putra dari Prabu Pandhudewanata & Dewi Madrim. Pada waktu
kecil diberi nama julukan Raden Darmagranti atau Raden Tangsen.
Berkuasa atau sebagai ksatria di wilayah Wukir Ratawu. Ia mempunyai istri
bernama Dewi Padapa. Dari pernikahannya tersebut dikaruniai putra yaitu
Raden Sabekti & Raden Dewakusuma. Dalam lakon wayang Sudamala
dikisahkan Raden Sadewa berjasa besar dalam meruwat Batari Durga ( ratu
para demit ) kembali ke wujudnya semula menjadi bidadari jelita Dewi
Uma.
2.2.7 Pendidikan Karakter
2.2.7.1 Pengertian Karakter
Menurut Foerster dalam (Wibowo 2012:26) tujuan pendidikan adalah
untuk membentuk pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan
59
esensial subjek dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya. Bagi
foerster, karakter merupakan sesuatu yang mengualifikasi pribadi seseorang.
Karakter menjadi identitas mengatasi pengalaman kontingan yang selalu
berubah.
Menurut Koesoema A (2007:79) karakter dianggap sama dengan
kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai “ ciri atau karakteristik atau
gaya atau sifat khas dari seseorang yang bersumber dari bentukan- bentukan
yang diterima dari lingkangan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga
bawaan seseorang sejak lahir”.
Menurut Gunawan (2012:2), karakter berarti sifat-sifat kejiwaan,
akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain,
atau bermakna bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku,
personalitas, sifat, tabiat, tenpramen, watak.
Menurut Samani dan Hariyanto (2012: 41) karakter dimaknai sebagai
cara berfikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan
bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat , bangsa, dan
negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat
keputusan dan siap mempertanggung jawabkan tiap akibat dari
keputusannya.
Menurut Muslich (2011: 67) pendidikan karakter, alih-alih disebut
pendidikan budi pekerti, sebagai pendidikan nilai moralitas manusia yang
disadari dan dilakukan dalam tindakan nyata.
60
Secara sederhana pembentukan karakter dapat didefinisikan sebagai
segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswa.
Tetapi untuk mengetahui pengertian yang tepat, salah satunya dapat
dikemukakan dari pendapat Narwanti (2011: 1) yang menyatakan bahwa
karakter dapat diartikan sebagai sifat- sifat kejiwaan/tabiat/watak.
Adapun menurut Gunawan (2012:2) karakter adalah sifat-sifat
kejiwaan atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain,
atau bermakna bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku
personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak. Maka istilah berkarakter
berarti memiliki karakter, memiliki kepribadian, berperilaku, bersifat,
bertabiat dan berwatak.
Menurut Samani dan Hariyanto (2012:41) karakter dimaknai sebagai
cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan
bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
Individu yang berkarakter baik adalah individu yang membuat keputusan
dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusannya.
Muslich (2011:67) memberikan pengertian bahwa pendidikan karakter
adalah sebagai pendidikan nilai moralitas manusia yang disadari dan
dilakukan dalam tindakan nyata. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa
pembentukan karakter mengajarkan cara membentuk kebiasaan berpikir
dan perilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja bersama
sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara dan membantu pula mereka
untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabankan.
61
Dengan kata lain pembentukan karakter mengajarkan anak didik
berpikir cerdas, mengaktivasi otak tengah secara alami. Pembentukan
karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap
individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bangsa, dan negara.
Berdasar pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa pembentukan
karakter merupakan pendidikan yang diberikan kepada anak sebagai ciri
khas dan mengakar pada kepribadian benda atau individu serta merupakan
“mesin” yang mendorong seseorang untuk bertindak, bersikap, berucap, dan
merespon terhadap sesuatu yang terjadi. Karakter sendiri merupakan
kepribadian yang ditinjau dari titik tolak etis atau moral, seperti kejujuran
seseorang, dan biasanya berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap.
Tujuan pendidikan nasional merupakan rumusan mengenai kualitas
manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.
Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam
pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Untuk
mendapatkan wawasan mengenai arti pendidikan budaya dan karakter
bangsa perlu dikemukakkan pengertian istilah budaya, karakter bangsa, dan
pendidikan. Dharma Kesuma, Cepi Triatna dan Johar Permana dalam
Narwanti (2011:16) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan karakter.
1. Memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai
tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik
62
ketika proses sekolah maupun setelah proses sekolah
(setelah lulus dari sekolah).
2. Mengkoreksi perilaku peserta didik yang tidak
bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan
sekolah.
3. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan
masyarakat dalam memecahkan tanggung jawab
pendidikan karakter secara bersama.
Nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan nilainilai
yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa dan
diidentifikasi dari sumber-sumber agama, karena masyarakat Indonesia
adalah masyarakat beragama, maka kehidupan individu, masyarakat, dan
bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaan.
Secara politis, kehidupan kenegaraan didasarkan pada nilai yang
berasal dari agama, dan sumber yang kedua adalah Pancasila. Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ditegakkan atas prinsip-prinsip
kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut dengan Pancasila,
seperti yang terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih
lanjut lagi pasal demi pasal. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum,
ekonomi, kemasyarakatan, budaya dan seni.
Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan
peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara
63
yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Budaya sebagai suatu kebenaran
bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari
nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat tersebut.
Nilai-nilai budaya dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap
suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat. Posisi
budaya yang demikian penting dalam pendidikan budaya dan karakter
bangsa, apalagi bagi negerasi muda.
2.2.7.2 Nilai-nilai Pembentukan Karakter
Nilai-nilai pembentuk karakter yang bersumber pada agama,
Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional seperti yang dikutip oleh
Narwanti (2011: 28), setidaknya ada 18 butir nilai-nilai pembentukan dalam
pendidikan karakter: (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5)
kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10)
semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13)
bersahabat/komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli
lingkungan, (17) peduli sosial, dan (18) tanggung jawab, seperti yang
diringkas dan disajikan pada tabel berikut ini
64
Tabel 1 : Nilai-nilai Pendidikan Karakter
Pembentukan karakter telah menjadi perhatian berbagai negara dalam
rangka mempersiapkan generasi yang berkualitas, bukan hanya untuk
kepentingan individu warga negara, tetapi juga sebagai warga masyarakat
secara keseluruhan. Pembentukan karakter dapat diartikan sebagai: the
deliberate us of all dimensions of school life to foster optimal character
development, yaitu usaha kita secara sengaja dari seluruh dimensi kehidupan
sekolah untuk membantu pembentukan karakter secara optimal.
Pembentukan dan pendidikan karakter memerlukan metode khusus
yang tepat agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Di antara metode
pembelajaran yang sesuai adalah metode keteladanan, metode pembiasaan,
dan metode pujian dan hukuman.
2.2.7.3 Jangkauan Keterpaduan Pembentukan Karakter
Pembentukan menuju ke arah terbentuknya karakter bangsa, mulai
dari siswa merupakan tanggung jawab semua guru. Oleh karena itu,
pembinaannya juga harus oleh semua guru. Dengan demikian, kurang tepat
jika dikatakan bahwa mendidik para siswa agar memiliki karakter bangsa
65
hanya dilimpahkan pada guru mata pelajaran tertentu (PKn atau agama).
Walaupun dapat dipahami bahwa porsi yang dominan untuk mengajarkan
pendidikan karakter bangsa adalah para guru yang relevan dengan
pendidikan karakter bangsa.
Tidak terkecuali, semua guru harus menjadikan dirinya sebagai sosok
teladan yang berwibawa bagi para siswanya, sebab tidak akan mem-punyai
makna apapun bila seorang guru PKn mengajarkan menyelesaikan suatu
masalah yang bertentangan dengan cara demokrasi, sementara guru lain
dengan cara otoriter. Atau seorang guru pendidikan agama dalam menjawab
pertanyaan para siswanya dengan cara yang nalar, yaitu dengan memberikan
contoh perilaku para rasul dan sahabat, sementara guru lain hanya
mengatakan asal-asalan dalam menjawab tanpa didasarkan pada keyakinan
atau agama.
Sesungguhnya setiap guru yang mengajar haruslah sesuai dengan
tujuan utuh pendidikan. Tujuan utuh pendidikan jauh lebih luas dari misi
pengajaran yang di kemas dalam kompetensi dasar (KD). Rumusan tujuan
yang berdasarkan pandangan behaviorisme dan menghafal saja sudah tidak
dapat dipertahankan lagi Para guru harus dapat membuka diri dalam
mengembangkan pendekatan rumusan tujuan, sebab tidak semua kualitas
manusia dapat dinyatakan dan terukur berdasarkan hafalan tertentu. Oleh
karena itu, pemaksaan suatu pengembangan tujuan di dalam kompetensi
dasar tidak dapat dipertahankan lagi bila hanya mengacu pada hafalan
semata.
66
Hasil belajar atau pengalaman belajar dari sebuah proses pembelajaran
dapat berdampak langsung dan tidak langsung. Dampak langsung
pengajaran adalah dampak instruksional (instrucional effects), sedang
dampak tidak langsung dari keterlibatan para siswa dalam berbagai kegiatan
belajar yang khas yang dirancang oleh guru yang disebut dampak pengiring
(nurturant effects). Aunurrahman (2013: 49) bahwa tujuan yang utuh dari
pengalaman belajar harus dapat menampilkan dampak instruksional dan
dampak pengiring.
Dampak pengiring adalah pendidikan karakter bangsa yang harus
dikembangkan, tidak dapat dicapai secara langsung, baru dapat tercapai
setelah beberapa kegiatan belajar berlangsung. Dalam penilaian hasil
belajar, semua guru akan dan seharusnya mengukur kemampuan siswa
dalam semua ranah. Dengan penilaian seperti itu maka akan tergambar
sosok utuh siswa sebenarnya. Artinya, dalam menentukan keberhasilan
siswa harus di nilai dari berbagai ranah seperti pengetahuan (kognitif), sikap
(afektif), dan perilaku (psikomotor).
Seorang siswa yang menempuh ujian matametika secara tertulis,
sebenarnya siswa tersebut dinilai kemampuan penalarannya yaitu
kemampuan mengerjakan soal-soal matematika. Juga dinilai kemampuan
pendidikan karakter bangsanya yaitu kemampuan melakukan kejujuran
dengan tidak menyontek dan bertanya kepada teman dan hal ini disikapi
karena perbuatan-perbuatan tersebut tidak baik. Di samping itu, ia dinilai
67
kemampuan gerak-geriknya, yaitu kemampuan mengerjakan soal-soal ujian
dengan tulisan yang teratur, rapih, dan mudah dibaca.
Selain penilaian dilakukan terhadap semua kemampuan pada saat
ujian berlangsung, boleh jadi seorang guru memperhitungkan tindak-tanduk
siswanya di luar ujian. Seorang guru mungkin saja tidak akan meluluskan
seorang siswa yang mengikuti ujian mata pelajaran tertentu karena perilaku
siswa tersebut sehari-harinya adalah kurang sopan, selalu usil, dan suka
berbuat keonaran meskipun dalam mengerjakan ujian siswa itu berhasil baik
tanpa menyontek dan menuliskan jawaban ujian dengan tulisan yang jelas
dan rapih.
Oleh karena itu, akan tepat apabila pada setiap mata pelajaran
dirumuskan tujuan pengajaran yang mencakupi kemampuan dalam semua
ranah. Artinya, pada setiap rencana pembelajaran termuat kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotor, dampak instruksional, dan dampak
pengiring. Dengan demikian, seorang guru akan menilai kemampuan dalam
semua ranah suatu mata pelajaran secara absah, tanpa ragu, dan dapat
dipertangung-jawabkan.
Berdasarkan pada pemikiran dan prinsip-prinsip tersebut dapat
dimengerti bahwa pembentukan karakter bangsa menghendaki keterpaduan
dalam pembelajaran dengan semua mata pelajaran. Pendidikan karakter
bangsa diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran, dengan demikian
68
akan menghindarkan adanya mata pelajaran baru, alat kepentingan politik,
dan pelajaran hafalan yang cenderung membosankan siswa.
Lebih jauh dikemukakan bahwa setidaknya terdapat 3 (tiga)
kemungkinan variasi pembelajaran terpadu yang berkenaan dengan
pendidikan yang dilaksanakan dalam suasana pendidikan progresif yaitu
kurikulum terpadu (integrated curriculum), hari terpadu (integrated day),
dan pembelajaran terpadu (integrated learning). Kurikulum terpadu adalah
kegiatan menata keterpaduan berbagai materi mata pelajaran melalui suatu
tema lintas bidang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna, sehingga
batas antara berbagai bidang studi tidak ketat atau boleh dikatakan tidak
ada.
Hari terpadu berupa perancangan kegiatan siswa dari sesuatu kelas
pada hari tertentu untuk mempelajari atau mengerjakan berbagai kegiatan
sesuai dengan minat mereka. Sementara itu, pembelajaran terpadu
menunjuk pada kegiatan belajar yang terorganisasikan secara lebih
terstruktur yang bertolak pada tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu
sebagai titik pusatnya (center core/center of interst).
Pembentukan karakter bangsa dalam keterpaduan pembelajaran
dengan semua mata pelajaran sasaran integrasinya adalah materi pelajaran,
prosedur penyampaian, serta pemaknaan pengalaman belajar para siswa.
Konsekuensi dari pembelajaran terpadu, maka modus belajar para siswa
harus bervariasi sesuai dengan karakter masing-masing siswa. Variasi
69
belajar itu dapat berupa membaca bahan rujukan, melakukan pengamatan,
melaku-kan percobaan, mewawancarai narasumber, dan sebagainya dengan
cara kelompok maupun individual.
Terselenggaranya variasi modus belajar para siswa perlu ditunjang
oleh variasi modus penyampaian pelajaran oleh para guru. Kebiasaan
penyampaian pelajaran secara eksklusif dan pendekatan ekspositorik
hendaknya dikembangkan kepada pendekatan yang lebih beragam seperti
diskoveri dan inkuiri.
Kegiatan penyampaian informasi, pemantapan konsep, pengungkapan
pengalaman para siswa melalui monolog oleh guru perlu diganti dengan
modus penyampaian yang ditandai oleh pelibatan aktif para siswa baik
secara intelektual (bermakna) maupun secara emosional (dihayati
kemanfaatannya) sehingga lebih responsif terhadap upaya mewujudkan
tujuan utuh pendidikan.
Dengan bekal varisai modus pembelajaran tersebut, maka skenario
pembelajaran yang di dalamnya terkait pendidikan karakter bangsa seperti
contoh berikut dapat dilaksanakan lebih bermakna.
Penempatan pendidikan karakter bangsa diintegrasikan dengan
semua mata pelajaran tidak berarti tidak memiliki konsekuensi. Oleh karena
itu, perlu ada komitmen untuk disepakati dan disikapi dengan saksama
sebagai kosekuensi logisnya. Komitmen tersebut antara lain, karakter
bangsa (sebagai bagian dari kurikulum) yang terintegrasikan dalam semua
70
mata pelajaran, dalam proses pengembangannya harus mencakupi tiga
dimensi yaitu kurikulum sebagai ide, kurikulum sebagai dokumen, dan
kurikulum sebagai prosesterhadap semua mata pelajaran yang dimuati
karakter bangsa bangsa.
Pengembangan ide berkenaan dengan folosofi kurikulum, model
kurikukulum, pendekatan dan teori belajar, pendekatan atau model evaluasi.
Pengembangan dokumen berkaitan dengan keputusan tentang informasi dan
jenis dokumen yang akan dihasilkan, bentuk/format silabus dab komponen
kurikulum yang harus dikembangkan. Sementara itu, pengembangan proses
berkenaan dengan pengembangan pada tataran empirik seperti: RPP, proses
belajar di kelas, dan evaluasi yang sesuai.
Agar pengembangan proses ini merupakan kelanjutan dari
pengembangan ide dan dokumen harus didahului oleh sebuah proses
sosialisasi oleh orang-orang yang terlibat dalam kedua proses, atau paling
tidak pada proses pengembangan kurikulum sebagai dokumen.
Berkaitan dengan karakter bangsa sebagai pembelajaran yang terpadu
dengan semua mata pelajaran arahan pengkait yang dimaksudkan dapat
berupa pertanyaan yang harus dijawab atau tugas-tugas yang harus
dikerjakan oleh para siswa yang mengarah kepada perkembangan karakter
bangsa dan pengembangan kualitas kemanusiaan.
2.2.8 Pemodelan
71
Menurut Briggs, (dalam Meilanisa 2010:38) model adalah seperangkat
prosedur yang bertujuan untuk mewujudkan suatu proses, seperti penilaian
kebutuhan, pemilihan media, dan evaluasi. Ketiga hal tersebut memiliki
peran penting dalam proses pembelajaran. Media pembelajaran yang berupa
alat peraga digunakan oleh guru untuk memudahkan dan mempercepat
proses belajar-mengajar.
Tarigan (dalam Meilanisa 2010:38) mengungkapkan bahwa
pemodelan dalam pembelajaran adalah cara guru mempersiapkan suatu
karangan model yang akan dijadikan sebagai model atau contoh dalam
menulis karangan baru. Karangan tidak sama persis dengan karangan model.
Struktur karangan memang sama tapi berbeda isinya.
Teknik pemodelan merupakan teknik pembelajaran dengan
menggunakan model atau alat peraga. Kehadiran alat peraga akan
menciptakan suasana kegiatan belajar mengajar lebih menarik dan
mengasyikan serta siswa dapat berperan aktif. Dalam pembelajaran, wujud
alat peraga atau model disesuaikan kebutuhan setiap mata pelajaran.
Modeling adalah kegiatan pemberian model dengan tujuan untuk
membahasakan gagasan yang kita pikirkan, medemostrasikan bagaimana
kita menginginkan para siswa untuk belajara atau melakukan sesuatu yang
kita inginkan. Dalam teknik modeling, guru bukan satu-satunya model.
Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa dan model dari luar.
Dengan demikian, dalam pembelajaran menulis pengalaman pribadi guru
mengahadirkan contoh atau model karangan bersumber pengalaman yang
72
ditulis penulis dimedia cetak atau hasil karangan siswa. Karangan siswa itu
sendiri untuk disajikan dalam pembelajaran. Hasil menulis pengalaman
pribadi akan baik dan benar. Jika siswa lebih dahulu mengatahui hal-hal
yang berkaitan dengan menulis pengalaman pribadi melalui model yang
dihadirkan oleh guru. Guru juga dapat memberi contoh cara mengerjakan
sesuatu atau memberi model tentang bagaimana cara belajar sebelum
melaksanakan tugas, sehingga apa yang amati ditiru dalam demostrasi
tersebut dapat dilakukan siswa dalam belajar. Namun demikan, tentunya
guru bukan satu-satunya model pembelajaran. Model dapat dirancang
dengan melibatkan siswa dan model dari luar.
Pemilihan teknik pemodelan (modeling) dalam pembelajaran bahasa
dan sastra Indonesia merupakan upaya peningkatan ketrampilan menulis
dan perubahan perilaku siswa. Bersyaratan model yang baik atau
pembelajaran ketrampilan berbahasa khususnya menulis adalah 1) relevan
dengan kebutuhan siswa, 2) kontekstual, 3) sesuai dengan tingkat siswa, 4)
menarik, 5) praktis, 6) fungsional, 7) menantang, dan 8) karya aksi menurut
depdiknas (dalam Meilanisa 2010 :40).
Model yang relevan dengan kebutuhan siswa adalah model
pembelajaran yang memang diperlukan peserta didik dalam kehidupannya,
sekarang dan yang akan datang. Dalam kaitannya dengan kebutuhan pada
masa yang akan datang, model yang perlu diangkat adalah model yang
dibutuhkan siswa dalam kehidupan mereka kelak dimasyarakat setelah
menyelesaikan pendidikannya.
73
Pemilihan dan pengembangan model pembelajaran ketrampilan
berbahasa adalah kontekstual. Secara sederhana dapat dikemukakan model
pembelajaran kontekstual adalah model pembelajaran yang dekat dengan
kehidupan nyata siswa. Hal ini tidak berarti bahwa model yang tidak dekat
dengan kehidupan siswa tidak boleh diangkat dalam pembelajaran. Model
yang tidak dekat dengan kehidupan siswa dapat digunakan sebgai bahan
pembelajaran dengan cara 1) berpijak pada kehidupan siswa, dan 2)
“menghadirkan” model itu sehingga dekat siswa.
Model yang diangkat pengajaran ketrampilan berbahasa, khususnya
menulis disesuaikan dengan tingkat siswa. Sebaiknya model karangan
bersumber pengalaman yang dihadirkan disesuaikan dengan tingkat
kemampuan siswa. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan penentuan
model perdasarkan tingkatannya gur perlu diketahui tingkat kemampuan
berbahasa.
Model yang digunakan dalam pengajaran keterampilan berbahasa
terutama menulis adalah model yang diminati dan disukai siswa. Dari sisi
isi, model yang diminati dan menarik bagi siswa tentunya model yang isinya
sesuai dengan kebutuhan siswa dan kehidupan siswa. Dari sisi bahasa,
model yang diminati dan menarik bagi siswa adalah model yang
diungkapkan dengan gaya pengungkapan siswa.
Model yang baik dan tepat digunakan dalam pembelajaran adalah
model yang menjamin dapat dipraktikan dalm proses pembelajaran secara
74
praktis. Artinya, model tersebut bernilai praktis dalam pembelajaran
berbahasa.
Kefungsionalan model adalah model pembelajaran yang benar-benar
fungsional dalam arti cocok dengan tujuan pembelajaran dan benar-benar
berfungsi untuk menunjang ketercapaian tujuan pembelajaran. Model
pembelajaran yang digunakan bukan sekedar sebagai pelengkap proses
pembelajaran, tetapi benar-benar siswa berlatih terampil berbahasa dengan
berbagai fariasi sesuai dengan fokus pembelajaran saat itu.
Model yang menantang dan kaya aksi merupakan persyaratan model
yang baik dalam pembelajaran. Dengan model yang menanatang diharapkan
siswa lebih serius untuk mempelajari dan menghadapi model tersebut.
Tentunya untuk memilih model dibutuhkan aplikasi berbagai kemahiran
berbahasa. Semakin banyak kemahiran berbahasa yang teraktualisasi, maka
model tersebut semakin kaya aksi.
2.2.9 Kerangka Berpikir
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang kemudian
diimplementasikan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
dan diperbarui dengan Kurikulum Tahun 2013 merupakan kurikulum yang
di rancang untuk memberikan peluang seluas-luasnya bagi sekolah dan
tenaga pendidik untuk melakukan praktik-praktik pendidikan dalam rangka
mengembangkan semua potensi yang dimiliki peserta didik, baik melalui
proses pembelajaran di kelas maupun melalui program pengembangan diri
(ekstra-kurikuler). Pengembangan potensi peserta didik tersebut
75
dimaksudkan untuk memantapkan kesadaran diri tentang kemampuan atau
life skill, terutama kemampuan personal (personal skill) yang dimilikinya,
termasuk dalam hal ini adalah pengembangan potensi peserta didik yang
berhubungan dengan budi pekertinya.
Dalam pengembangan karakter siswa di sekolah, guru memiliki posisi
yang strategis sebagai pelaku utama. Guru merupakan sosok yang bisa di
tiru atau menjadi idola bagi peserta didik. Guru bisa menjadi sumber
inspirasi dan motivasi peserta didiknya. Sikap dan prilaku seorang guru
sangat membekas dalam diri siswa, sehingga ucapan, karakter dan budi
pekerti serta kepribadian guru menjadi cermin siswa. Dengan demikian
guru memiliki tanggung jawab besar dalam menghasilkan generasi yang
berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Tugas-tugas manusiawi itu
merupakan transformasi, identifikasi, dan jati diri tentang diri sendiri yang
harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan organis dan
dinamis.
Guru tidak seharusnya menempatkan diri sebagai aktor yang dilihat
dan didengar oleh peserta didik, tetapi guru seyogyanya berperan sebagai
sutradara yang mengarahkan, membimbing, memfasilitasi dalam proses
pembelajaran, sehingga peserta didik dapat melakukan dan menemukan
sendiri hasil belajarnya. Guru di tuntut untuk perduli, mau dan mampu
mengkaitkan konsep-konsep pendidikan budi pekerti pada materi-materi
pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampunya.
76
Dalam hubungannya dengan ini, setiap guru di tuntut untuk terus
menambah wawasan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pendidikan
budi pekerti yang dapat diintegrasikan dalam proses pembelajaran. Para
guru (pembina program / jurusan) melalui program pembiasaan diri lebih
mengedepankan atau menekankan kepada kegiatan-kegiatan pengembangan
budi pekerti dan akhlak mulia yang kontekstual, kegiatan yang menjurus
pada pengembangan kemampuan afektif dan psiko-motorik.
Di sisi lain, lingkungan terbukti sangat berperan penting dalam
pembentukan pribadi manusia (peserta didik), baik lingkungan fisik maupun
lingkungan spiritual. Untuk itu sekolah dan guru perlu untuk menyiapkan
fasilitas-fasilitas dan melaksanakan berbagai jenis kegiatan yang
mendukung kegiatan pengembangan pendidikan karakter peserta didik.
Bentuk kerja sama yang bisa dilakukan adalah menempatkan orang tua
peserta didik dan masyarakat sebagai fasilitator dan nara sumber dalam
kegiatan-kegiatan pengembangan pendidikan karakter yang dilaksanakan di
sekolah.
Penerimaan peserta didik terhadap materi pembelajaran yang
diberikan seorang guru, sedikit-banyak tidak akan tergantung kepada
penerimaan pribadi peserta didik tersebut terhadap pribadi seorang guru. Ini
suatu hal yang sangat manusiawi, karena seseorang akan selalu berusaha
untuk meniru, mencontoh yang disenangi dari model atau figurnya tersebut.
Momen seperti ini sebenarnya merupakan kesempatan bagi seorang guru,
baik secara langsung maupun tidak langsung menanamkan nilai-nilai
77
karakter dalam diri pribadi peserta didik. Dalam proses pembelajaran,
intergrasi nilai-nilai karakter tidak hanya dapat diintegrasikan ke dalam
subtansi atau materi pelajaran, tetapi juga pada prosesnya.
Dalam uraian di atas menggambarkan peranan guru dalam
pengembangan karakter di sekolah yang berkedudukan sebagai katalisator
atau teladan, inspirator, motivator, dinamisator, dan evaluator. Dalam
berperan sebagai katalisator, maka keteladanan seorang guru merupakan
faktor mutlak dalam pengembangan pendidikan karakter peserta didik yang
efektif, karena kedudukannya sebagai figur atau idola yang di tiru oleh
peserta didik. Peran sebagai inspirator berarti seorang guru harus mampu
membangkitkan semangat peserta didik untuk maju mengembangkan
potensinya.
Peran sebagai motivator, mengandung makna bahwa setiap guru harus
mampu membangkitkan spirit, etos kerja dan potensi yang luar biasa pada
diri peserta didik. Peran sebagai dinamisator, bermakna setiap guru
memiliki kemampuan untuk mendorong peserta didik ke arah pencapaian
tujuan dengan penuh kearifan, kesabaran, cekatan, cerdas dan menjunjung
tinggi spiritualitas. Sedangkan peran guru sebagai evaluator, berarti setiap
guru dituntut untuk mampu dan selalu mengevaluasi sikap atau prilaku diri,
dan metode pembelajaran yang di pakai dalam pengembangan karakter
peserta didik, sehingga dapat diketahui tingkat efektivitas, efisiensi, dan
produktivitas programnya.
78
Di sisi lain, karakter sebagai kecenderungan hati seseorang terhadap
dua pilihan, yaitu perilaku buruk dan perilaku baik, sehingga setelah
menerima materi pembelajaran siswa memiliki perilaku baik yang
ditunjukkan dalam budi pekerti. Mengingat penelitian ini dikenakan pada
siswa SMA Kesatrian 2 Semarang, maka karakter tersebut adalah sikap
yang ditunjukkan kegiatan sehari-hari baik di sekolah maupun kegiatan di
rumah yang berbentuk positif. Dengan demikian diperlukan adanya kerja
sama antara guru dan orang tua untuk membawa perubahan perilaku dan
karakter pada anak, apalagi anak SMA adalah anak yang masih rentan
terhadap perubahan, sehingga bila tidak ada kerja sama antara guru dengan
orang tua, dikhawatirkan anak akan mengalami kegagalan.
Salah satu bentuk kerja sama antara orang tua dengan guru ini adalah,
pemberian informasi mengenai kebiasaan-kebiasaan anak sebagai suatu
bentuk sikap dan bertingkah laku, agar guru mengetahui dan mengambil
tindakan dengan menerapkan cara atau metode agar anak tidak melakukan
tindakan-tindakan yang negatif. Berdasarkan penjelasan di atas, maka
kerangka pikir dalam penelitian ini dapat diperjelas dengan bentuk bagan
sebagai berikut.
79
Bagan 1 : Alur Kerangka Pikir
2.2.10 Hipotesis Tindakan
Hipotesis "merupakan jawaban sementara yang mungkin benar dan
mungkin salah, sehingga hipotesis perlu dibuktikan kebenarannya"
(Arikunto 2007:127). Sedangkan menurut Hadi (2006:137), hipotesis adalah
dugaan jawaban yang mungkin benar dan mungkin salah. Berdasarkan
pendapat tersebut dapat dikemukakan, hipotesis adalah dugaan jawaban
sementara yang mungkin benar dan mungkin salah, sehingga harus
dibuktikan kebenarannya melalui suatu penelitian. Dari uraian di atas,
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah hipotesis kerja (Ha)
yaitu: Melalui pemodelan karakter wayang Pandawa Lima dapat
meningkatkan keterampilan memproduksi teks cerpen pada siswa kelas XIIPA
1 SMA Kesatrian 2 Semarang.
Proses PembelajaranBahasa
Indonesia
Memproduksi Cerpen dengan
Permodelan Wayang Pandawa Lima
Pengaruh Lingkungan
Karakter Peserta Didik
80
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru
di kelas atau di sekolah tempat ia mengajar dan penekanan pada
penyempurnaan atau peningkatan proses dan pratik pembelajaran menurut
Aqib (2006 : 19).
Penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk penelitian refleksi dan
kolektif yang dilakukan oleh peserta-pesertanya dalam situasi sosial untuk
meningkatkan penalaran dan keadilan praktik pendidikan dan praktik sosial
mereka, serta pemahaman mereka terhadap praktik-praktik dan terhadap
situasi tempat dalam praktik-praktik tersebut menurut Kemmis dan Mc
Taggart (dalam Madya 2006: 9).
Model penelitian yang digunakan adalah model yang dikemukakan
oleh Kemmis dan Mc Taggart yang terdiri atas empat tahap sebagai berikut.
1. Perencanaan adalah rencana tindakan yang akan dilakukan untuk
meningkatkan keterampilan menulis cerpen.
2. Tindakan adalah pembelajaran macam apa yang akan dilakukan
peneliti sebagai upaya peningkatan keterampilan menulis cerpen.
3. Observasi atau pengamatan adalah pengamatan terhadap kinerja
siswa selama proses pembelajaran dan pengamatan terhadap
hasil kerja siswa.
81
4. Refleksi adalah kegiatan mengkaji dan mempertimbangkan hasil
pengamatan sehingga dapat dilakukan terhadap proses belajar
selanjutnya.
Menurut Kurt Lewin dalam Aqib (2006 : 21) menyatakan bahwa
dalam satu siklus terdiri atas empat langkah, yaitu : 1) Perencanaan, 2) Aksi
atau tindakan, 3) Observasi, 4) Reflesi.
Perencanaan
Aksi
Observasi
Penelitian dilaksanakan di SMA KESATRIAN 2 Semarang Provinsi
Jawa Tengah. Secara geografis ini terletak di daerah kota sehingga siswanya
memiliki karakteristik tersendiri dan beragam sesuai dengan keadaan sosial
dan ekonomi masyarakat.
Sebelumnya telah dilakukan observasi oleh peneliti yang dapat
diketahui bahwa penggunaan media dengan metode dalam pembelajaran
menulis sangat jarang dilakukan meskipun telah memiliki fasilitas yang
memadai seperti tersedianya laboratorium bahasa. Selama ini penggunaan
pemodelan karakter tokoh Pandawa lima belum pernah digunakan dalam
pembelajaran menulis cerpen di sekolah ini. Guru tidak pernah
membimbing siswa dalam proses memproduksi teks cerpen, sehingga hasil
karya siswa belum maksimal.
Refleksi
82
Kegiatan belajar mengajar yang terjadi di kelas XI IPA 1 SMA
KESATRIAN 2 SEMARANG. Selama pembelajaran memproduksi teks
cerpen berlangsung, guru lebih membiarkan siswa memproduksi teks cerpen
sendiri tanpa mendapatkan bimbingan. Guru lebih sering duduk di meja
guru dengan membaca buku atau siswa disuruh memproduksi teks cerpen
sebagai tugas. Selain itu, pembelajaran memproduksi teks cerpen dirasa
membosankan oleh siswa sehingga para siswa kurang menyukai kegiatan
memproduksi teks cerpen dan mengakibatkan karya yang dihasilkan oleh
siswa kurang optimal. Hal itu dikarenakan dalam proses belajar mengajar
siswa lebih sering mendengarkan cermah dari guru dengan pembelajaran
yang monoton, dalam praktik memproduksi teks siswa lebih sering
melakukannya di rumah.
Pada saat proses pembelajaran memproduksi teks cerpen di kelas XI
IPA 1 di SMA KESATRIAN 2 SEMARANG, siswa lebih pasif dan tidak
memperhatikan pelajaran. Siswa lebih cenderung melakukan aktivitas di
luar pembelajaran memproduksi teks cerpen seperti mengobrol dengan
teman lainnya, mengerjakan tugas pelajaran lain, dan tidak bersemangat.
Hal itu mengakibatkan minat siswa terhadap pembelajaran memproduksi
teks cerpen masih sangat rendah. Kurangnya minat siswa dalam mengikuti
pembelajaran memproduksi teks cerpen juga mengakibatkan hasil yang
ditunjukkan siswa rendah.
Berdasarkan keadaan tersebut, maka kelas XI IPA 1 di SMA
Kesatrian 2 Semarang dipilih sebagai seting penelitian. Dengan adanya
83
penelitian tentang upaya peningkatan keterampilan memproduksi teks
cerpen dengan menggunakan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa
lima bagi siswa diharapkan dapat menjadi inovasi baru dalam pembelajaran
menulis cerpen agar tidak membosankan bagi siswa dan diharapkan cara ini
dapat mengoptimalkan keterampilan siswa dalam menulis cerpen.
3.1.1 Proses Tindakan Siklus 1
Penelitian ini dilakuakan secara bertahap yang disesuaikan dengan
kondisi lapangan. Prosedur pelaksanaan tindakan dan implementasi di lokasi
penelitian sebagai berikut.
3.1.1.1 Perencanaan
Rencana penelitian tindakan merupakan tindakan yang tersusun dan
dari segi definisi harus mengarah pada tindakan yaitu bahwa rencana itu
harus memandang ke depan. Rencana harus fleksibel untuk dapat
diadaptasikan dengan pengaruh yang tidak dapat diduga dan kendala
sebelumnya yang tidak terlihat. Tindakan yang telah direncanakan
disampaikan dalam dua pengertian. Pertama, tindakan yang
mempertimbangkan resiko yang ada dalam perubahan sosial dan mengakui
adanya kendala nyata, baik yang bersifat material maupun bersifat
nonmaterial dalam situasi terkait. Kedua, tindakan yang dapat dilaksanakan
hendaknya dipilih karena memungkinkan para pesertanya untuk bertindak
secara lebih efektif, bijaksana, dan hati-hati dalam berbagai keadaan.
Rencana tindakan yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
84
a. Peneliti (mahasiswa) bersama kolaborator (guru Bahasa dan Sastra
Indonesia) menyamakan persepsi dan berdiskusi untuk mengidentifikasi
permasalahan yang muncul berkaitan dengan pembelajaran menulis
cerpen.
b. Merancang pelaksanaan pemecahan masalah dalam pembelajaran
dengan menggunakan dan memilih media dengan teknik yang tepat.
c. Mengadakan tes untuk mengetahui kemampuan siswa dalam
memproduksi teks cerpen, caranya adalah dengan memberikan tugas
kepada siswa untuk memproduksi teks cerpen.
d. Menyampaikan skenario pelaksanaan tindakan dan penyediaan sarana
dan media yanag diperlukan dalam proses pembelajaran memproduksi
teks cerpen seperti RPP, laptop, LCD, sound dan bahan serta peralatan
lain yang diperlukan.
e. Menyampaikan instrumen yang berupa angket, lembar pengamatan,
lembar catatan lapangan, dan lembar penilaian.
3.1.1.2 Pelaksanaan Tindakan (acting)
Tindakan dalam penelitian ini adalah penggunaan media tokoh
wayang Nakula dengan teknik pemodelan karakter tokoh wayang Nakula
dalam meningkatkan kemampuan memproduksi teks cerpen siswa.
Tindakan yang dilakukan harus mengandung inovasi atau pembaharuan,
meskipun hanya kecil perbedaannya dengan tindakan yang biasa dilakukan.
Tahap tindakan yang dilakukan pada siklus pertama ini adalah sebagai
berikut.
85
a. Pertemuan pertama pembelajaran memproduksi teks cerpen dilakukan
oleh guru dengan memberikan materi cerpen. Materi yang berkaitan
mengenai pengertian cerpen, unsur-unsur pembangun cerpen (intrinsik
dan ekstrinsik), dan tahap-tahap menulis cerpen, media cerita, dan
pemodelan tokoh Nakula.
b. Siswa diajak berkonsentrasi untuk melihat dan menyimak paparan
pemodelan tokoh wayang Nakula. Sebelumnya guru menjelaskan halhal
yang perlu diperhatikan dalam menyimak paparan terkait dengan
penugasan yang akan diberikan. Penugasan yang diberikan kepada
siswa berupa instrumen yang di dalamnya terdapat ketentuan dalam
memproduksi teks cerpen. Ketentuan-ketentuan dalam memproduksi
teks cerpen sebagai berikut. Menyimak paparan guru yang akan
disampaikan, mengidentifikasi pokok-pokok isi paparan guru tersebut
dengan memperhatikan tokoh, latar, dan peristiwa penting dalam
kehidupan tokoh, menyusun sebuah kerangka berdasarkan pokok-pokok
isi cerita tentang tokoh wayang Nakula yang telah disimak,
memproduksi teks sebuah cerpen berdasarkan kerangka yang telah
dibuat dengan memperhatikan penggunaan majas, penyusunan kata dan
kalimat, dalam memproduksi teks siswa diperbolehkan berkreativitas
menambahkan atau mengurangi peristiwa dan mengubah akhir cerita,
Kegiatan memproduksi teks cerpen selama 60 menit.
c. Siswa diberikan tugas untuk menceritakan kembali cerita yang telah
disimak dengan sudut pandang siswa sendiri dalam bentuk cerita
86
pendek. Siswa diberikan kebebasan dalam menuangkan dan
mengembangkan ide yang mereka dapatkan setelah menyimak paparan
guru. Kebebasan dalam memproduksi teks cerpen tidak lain ialah untuk
mengubah cerita yang sudah disimak ke dalam tulisan cerpen mereka,
mengubah akhir cerita, dan mengubah atau menambahkan peristiwa
dalam cerita.
d. Guru memperhatikan setiap siswa dengan cara memantau siswa yang
mengalami kesulitan dalam memproduksi teks cerpen. Setelah itu, guru
memberikan solusi terhadap kesulitan yang dihadapi setiap siswa
dengan menjelaskan secara langung.
e. Dilakukan revisi atau perbaikan dan publikasi cerpen di depan kelas.
Revisi dilakukan saat siswa menerima kembali cerpen yang telah dinilai
oleh guru dan peneliti. Cerpen dibagikan kepada siswa agar setiap siswa
mengetahui dimana letak kesalahan mereka saat memproduksi teks
cerpen. Publikasi yang dilakukan dengan cara meminta siswa untuk
maju ke depan kelas dan membacakan cerpen mereka. Setelah masingmasing
siswa membaca tulisannya, siswa yang lain memberikan
penilaian dengan ditambahkan penilaian oleh guru.
3.1.1.3 Pengamatan
Pada tahap ini, peneliti melakukan kegiatan pengamatan yakni
mengamati hasil tindakan yang dilakukan bersama pengajar terhadap siswa.
Pengamatan peneliti meliputi: (a) proses tindakan, (b) pengaruh tindakan,
(c) keadaan dan kendala tindakan, (d) bagaimana keadaan dan kendala
87
tersebut menghambat atau mempermudah tindakan yang telah direncanakan
dan pengaruhnya, dan (e) persoalan lain yang muncul selama dilakukan
tindakan.
3.1.1.4 Refleksi (reflecting)
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah mengkaji ulang,
mempertimbangkan hasil dari berbagai kriteria atau indikator keberhasilan.
Refleksi dilakukan dengan guru bahasa dan sastra Indonesia untuk
menentukan dan memantapkan tindakan selanjutnya pada siklus kedua.
Peneliti dibantu oleh guru mengidentifikasi masalah yang masih dihadapi
oleh siswa pada siklus I. Apabila masalah-masalah yang dihadapi sudah
ditemukan, guru dan peneliti menentukkan solusi untuk memecahkan
masalah tersebut yang akan diterapkan pada siklus berikutnya. Solusi yang
ditentukkan oleh guru dan peneliti diharapkan dapat memecahkan masalah
yang dihadapi siswa sehingga mendapatkan hasil yang lebih baik.
3.1.2 Proses Tindakan Siklus II
3.1.2.1 Perencanaan (planning)
Perencanaan tindak yang dilakukan oleh peneliti dan kolaborator pada
siklus II ini ialah menerapkan apa yang terlah didiskusikan pada saat
refleksi anatara guru (kolaborator) dan peneliti. Rencana dalam tidakan
yang akan dilakukan antara lain adalah sebagai berikut.
a. Peneliti dan guru mempersiapkan materi dengan penyajian yang
berbeda melalui power point.
88
b. Guru lebih memperhatikan siswa pada saat proses memproduksi teks
cerpen.
c. Media berita yang digunakan mengalami variasi dengan mengganti
tema berita yang akan diputar.
d. Mengadakan tes untuk mengetahui kemampuan siswa dalam
memproduksi teks cerpen, caranya adalah dengan memberikan tugas
kepada siswa untuk menulis cerpen.
e. Menyampaikan skenario pelaksanaan tindakan dan penyediaan sarana
dan media yanag diperlukan dalam proses pembelajaran menulis cerpen
seperti RPP, laptop, LCD, sound dan bahan serta peralatan lain yang
diperlukan.
f. Menyampaikan instrumen yang berupa angket, lembar pengamatan,
lembar catatan lapangan, dan lembar penilaian.
3.1.2.2 Pelaksanaan Tindakan (acting)
Pada pembelajaran siklus II ini, lebih banyak diberikan cara mengatasi
hambatan yang dihadapi siswa dalam siklus I. Kesulitan yang dihadapi
siswa saat memproduksi teks cerpen misalnya dalam membangun karakter
tokoh, menciptakan latar, penggunaan majas.Tahap tindakan yang dilakukan
pada siklus kedua ini adalah sebagai berikut.
a. Guru menyajikan materi melalui power point, hal itu dimaksudkan agar
siswa dapat lebih paham memahami materi yang sedang diberikan oleh
guru. Apabila terdapat materi yang tidak dimengerti, siswa dapat
89
menanyakannnya secara langsung kepada guru. Guru memberikan
penjelasan lebih detail pada aspek bahasa tentang penggunaan majas.
b. Siswa diajak berkonsentrasi untuk melihat dan menyimak paparan dari
guru sebagai pemodelan karakter tokoh wayang Arjuna. Sebelumnya
guru menjelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyimak
berita terkait dengan penugasan yang akan diberikan. Penugasan yang
diberikan kepada siswa berupa instrumen yang di dalamnya terdapat
ketentuan dalam memproduksi teks cerpen. Ketentuan-ketentuan dalam
memproduksi teks cerpen sebagai berikut. Menyimak paparan yang
akan disampaikan, mengidentifikasi pokok-pokok isi paparan tersebut
dengan memperhatikkan tokoh, latar, dan peristiwa penting dalam
kehidupan tokoh, menyusun sebuah kerangka berdasarkan pokok-pokok
cerita yang telah disimak, memproduksi teks sebuah cerpen berdasarkan
kerangka yang telah dibuat dengan memperhatikkan penggunaan majas,
penyusunan kata dan kalimat, dalam memproduksi teks siswa
diperbolehkan berkreativitas menambahkan atau mengurangi peristiwa
dan mengubah akhir cerita, Kegiatan memproduksi teks cerpen selama
60 menit.
c. Siswa diberikan tugas untuk menceritakan kembali isi cerita yang telah
disimak dengan sudut pandang siswa sendiri dalam bentuk cerita
pendek. Siswa diberikan kebebasan dalam menuangkan dan
mengembangkan ide yang mereka dapatkan setelah menyimak paparan
dari guru. Kebebasan dalam memproduksi teks cerpen tidak lain ialah
90
untuk mengubah cerita yang ada di dalam paparan dalam tulisan cerpen
mereka, mengubah akhir cerita, mengubah atau menambahkan
peristiwa dalam cerita.
d. Dilakukan bimbingan secara berkala (bertahap) oleh guru untuk
memperoleh hasil yang optimal. Bimbingan secara optimal dilakukan
dengan menerapkan teknik yang digunakan, yaitu teknik pemodelan
karakter . Pada saat pelajaran berlangsung, guru berkeliling kelas untuk
mengetahui seberapa jauh siswa memproduksi teks cerpen, adakah
kesulitan yang dihapadi siswa selama menulis cerpen. Guru
memperhatikan setiap siswa dengan cara memantau siswa yang
mengalami kesulitan dalam Siswa diberikan tugas untuk menceritakan
kembali isi cerita tokoh wayang Arjuna yang telah disimak dengan
sudut pandang siswa sendiri dalam bentuk cerita pendek. Siswa
diberikan kebebasan dalam menuangkan dan mengembangkan ide yang
mereka dapatkan setelah menyimak paparan guru. Kebebasan dalam
memproduksi teks cerpen tidak lain ialah untuk mengubah cerita yang
ada di dalam paparan guru dalam tulisan cerpen mereka, mengubah
akhir cerita, mengubah atau menanmbahkan peristiwa dalam cerita.
e. Dilakukan bimbingan secara berkala (bertahap) oleh guru untuk
memperoleh hasil yang optimal. Bimbingan secara optimal dilakukan
dengan menerapkan metode yang digunakan, yaitu metode latihan
terbimbing. Pada saat pelajaran berlangsung, guru berkeliling kelas
untuk mengetahui seberapa jauh siswa memproduksi teks cerpen,
91
adakah kesulitan yang dihapadi siswa selama memproduksi teks cerpen.
Guru memperhatikan setiap siswa dengan cara memantau siswa yang
mengalami kesulitan memproduksi teks dengan media penokohan
wayang Pandawa liwa, siswa lebih terampil dalam memproduksi teks
cerpen. Keenam, pada saat pembelajaran berlangsung guru tersebut
dapat membantu untuk menemukan ide-ide dalam memproduksi teks
cerpen. Ketujuh, pada saat penggunaan media yang bermuatan karakter
dapat bermanfaat pada siswa. Kedelapan,setelah diadakan pembelajaran
memproduksi teks cerpen dengan memanfaatkan pemodelan tokoh
Pandawa lima dapat mengatasi kesulitan memproduksi teks cerpen.
Kesembilan, kegiatan menyimak paparan guru dapat dilakukan dalam
pembelajaran memproduksi teks cerpen. Kesepuluh, penerapan
pendidikan karakter dilakukan dalam pembelajaran memproduksi teks
cerpen.
3.1.2.3 Pengataman
Pengamatan dilakukan pada setiap kegiatan yang dilakukan. Kegiatan
kegiatan tersebut tercermin dalam lembar pengamatan dan catatan lapangan.
Pada instrumen tersebut disebutkan kegiatan-kegiatan yang merupakan
implementasi dari pengajaran dengan memanfaatkan permodelan tokoh
wayang Pandawa lima muatan karakter. Kriteria keberhasilan pada siklus ini
sama seperti pada pengajaran siklus I.
92
3.1.2.4 Refleksi
Refleksi dilakukan berdasarkan data yang masuk dan melalui diskusi
bersama untuk membahas hasil yang diperoleh selama proses tindakan. Dari
hasil penilaian dapat diketahui apakah siswa telah mampu mengatasi
hambatan-hambatan yang dihadapi sebelumnya. Apabila tujuan akhir yakni
meningkatnya kemampuan memproduksi teks cerpen siswa tercapai, maka
penelitian ini dapat dikatakan berhasil. Namun, jika masih ada nilai siswa
yang jauh dari harapan maka perlu dilakukan perbaikan atas tindakan yang
dilakukan.
3.2 SUBJEK DAN OBJEK PENELITIAN
Subjek penelitian ini adalah kemampuan memproduksi teks cerpen
pada menulis siswa-siswi kelas XI IPA 1 di SMA KESATRIAN 2
SEMARANG. Penelitian mengambilkan subjek tersbut berdasarkan
wawancara dengan guru mata pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di
siswa-siswi kelas berdasarkan wawancara, kemampuan memproduksi teks
cerpen masih rendah. Dalam hal ini dikarenakan banyak siswa yang
keselutan dalam memproduksi teks cerpen sehingga siswa enggan dan
kurang termotivasi dalam kegiatan pembelajaran memproduksi teks cerpen.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan diketahui sebagai berikut.
1. Siswa pasif dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.
2. Sebagian besar siswa tidak menyukai kegiatan memproduksi teks
cerpen.
3. Pada dasarnya sebagian besar siswa memiliki bakat dan potensi dalam
memproduksi teks hanya kurang dikembangkan secara optimal.
93
4. Sebagian siswa mengalami kesulitan dalam melakukan tindakan
kegiatan memproduksi teks cerpen.
Berdasarkan hasil tersebut, maka kelas XI IPA-1 dipilih sebagai
subjek penelitian ini. Kemudian objek dari penelitian ini adalah peningkatan
keterampilan memproduksi teks cerpen melalui pemodelan karakter tokoh
Pandawa lima bagi siswa kelas XI – IPA 1.
3.3 Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini mencakupi variabel keterampilan memproduksi
teks cerpen, variabel visual, dan pemodelan karakter.
3.3.1 Variabel Keterampilan Menulis cerpen
Pada penelitian ini keterampilan memproduksi teks cerpen yang
dimaksud adalah keterampilan memproduksi teks siswa dengan
menggunakan menggunakan media visual tokoh wayang Pandawa lima
yang bermuatan karakter bagi siswa ke dalam bentuk cerpen. Target
penelitian ini adalah untuk membantu siswa dalam melatih keterampilan
memproduksi teks, khususnya keterampilan memproduksi teks cerpen.
3.3.2 Variabel Visual Menggunakan Tokoh Wayang Pandawa Lima
Pada penelitian ini media pembelajaran yang dimaksud adalah media visual
yaitu tokoh wayang Pandawa lima yang mengandung karakter bagi siswa
dalam kehidupan sehari-hari.
3.3.3 Variabel Pemodelan Karakter
Pemodelan adalah cara pembelajaran yang menggunakan objek sebagai
teknik dalam pembelajaran.
94
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen yang dilakukan mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah berupa tes dan nontes. Dalam instrumen res dilakukan sebanyak dua
kali, yaitu pada siklus I dan siklus II. Pada akhirnya dapat diketahui hasil
analisis tersebut setelah siklus II dapat diketahui peningkatan keterampilan
menulis cerpen melalui teknik pemodelan. Instrumen nontes terdiri atas
lembar observasi, pedoman wawancara, pedoaman julnal (siswa dan guru),
serta pedoman dekumentasi. Instrumen nonten tersebut digunakan untuk
mengetahui perubahan perilaku siswa dalam mengikuti pembelajaran
menulis cerpen.
3.4.1 Instrument Tes
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan tes yang
dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada siklus I dan siklus II dengan tujuan
mengukur tingkat keterampilan memproduksi teks cerpen melalui
pemodelan karakter. Hasil siklus I dianalisis dari hasil analisis tersebut
dapat diketahui kekuranagan siswa dalam kegiatan memproduksi teks
cerpen. Hasil analisis ini selanjutnya dapat dijadikan dasar untuk
menghadapi tes pada siklus II. Hasil akhirnya adalah pada siklus II dapat
diketahui peningkatan keterampilan memproduksi teks cerpen melalui
pemodelan karakter.
Bentuk instrumen penelitian yang berupa tes digunakan untuk
mengungkapkan data kemampuan menulis cerpen siswa. Aspek isi yang
dinilai dalam tes menulis cerpen adalah tokoh dan penokohan, alur, latar,
95
penggunaan bahasa, dan kesesuian. Pedoman penilaiannya sebagai berikut
ini.
Tabel 1 Penilaian Proses
No Aspek yang
dinilai
Teknik
penilaian
Waktu
Penilaian
Instrumen
Penilaian
Keterangan
1. Religius Pengamatan Proses Lembar
Pengamatan
Hasil penilaian
nomor 1 dan 2 untuk
masukan pembinaan
dan informasi bagi
guru Agama dan
guru PKN
2. Tanggung jawab
3. Peduli
4. Responsif
5. Santun
Tabel 2 Penilaian Hasil Aspek penilaian unsur intrinsik dan ekstrinsik
cerpen
N
o
Aspek yang dinilai
Rentang
Bobot
Skor
Maksima
l
SB B C K SK
1 Tokoh dan Penokohan 25 20 15 10 5 5 25
2 Alur 20 16 12 8 4 4 20
3 Latar 20 16 12 8 4 4 20
4 Penggunaan bahasa 20 16 12 8 4 4 20
5 Kesesuaian 15 12 9 6 3 3 15
Jumlah 100
96
Tabel 3 Rublik Penilian Cerpen untuk pertemuan 1 dan pertemuan 2
Aspek Kreteria Skor Kategori
1. Tokoh dan
penohohan
 Tokoh cerpen dipaparkan secara
jelas, penyajian karakter tepat
dan komunikatif
 Tokoh yang dipaparkan jelas,
penyajian karakter tepat
 Tokoh yang dipaparkan jelas,
tetapi penyajian karakter kurang
kumunikatif
 Tokoh yang dipaparkan jelas,
tetapi penyajian karakter tidak
komikatif
 Tokoh dan karakter tidak sesuai
5
4
3
2
1
Sangta
baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat
Kurang
2. Alur  Pengembangan alur sesuai
tahapan, penyajian jalinan
kejadian atau rangkai peristiwa
runtut dan berhubungan serta
terdapat kejutan di dalamnya
 Pengambaran alur sesuai
tahapan, penyajian jalinan
5
4
Sangat
Baik
Baik
97
kejadian atau rangkainan
peristiwa runtut dan
berhubungan.
 Pengambaran alur sesuai
tahapan, tetapi penyajian jalinan
kejadian rangkaian peristiwa
kurang runtut dengan
berhubungan
 Penggambaran alur sesuai
tahapan, tetapi jalaninan
kejadian atau rangkai peristiwa
tidak runtut dan berhubungan
 Penggambaran alur dan
penyajian jalinan kejadian atau
rangkaian peristiwa tidak sesuai
3
2
1
Cukup
Kurang
Sangat
Kurang
3. Latar  Latar yang dilukiskan dengan
(tepat, suasana menarik, waktu
sesuai dengan alur)
penyajiannya menarik
 Latar yang dilukiskan (tepat,
suasana kurang menarik, waktu
sesuai dengan alur)
 Latar yang dilukiskan (tepat,
5
4
3
Sangat
Baik
Baik
Cukup
98
suasana tidak menarik, waktu
sesuai dengan alur)
 Latar yang dilukiskan (tepat,
suasana, waktu waktu tidak
sesuai dengan alur)
 Penggambaran latar tidak
lengkap dan tidak sesuai
2
1
Kurang
Sangat
Kurang
4. Penggunaa
n Bahasa
 Pemilihan kata tepat, santun,
tidak menyinggunga SARA, dan
dapat membuat rangkaian cerita
yang indah.
 Pemilihan kata tepat, santun,
tidak menyinggunga SARA
 Pemilihan kata tepat, santun,
tetapi menyinggung SARA
 Pemilihan kata kurang tepat,
kurang santun dan menyinggung
sara
 Pemilihan kata tidak tepat, tidak
santun dan menyinggung SARA
5
4
3
2
1
Sangat
Baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat
Kurang
5. Kesesuaian  Isi, tema, dan amanat
digambarkan dengan tepat
 Isi dan tema digambarkan tepat
5
4
Sangat
Baik
Baik
99
dengan alur, tetapi amanat
digambarkan kurang tepat
 Isi dan tema digambarkan tepat
dengan alur, tetapi amanat
digambarkan tidak tepat
 Isi digambarkan tepat dengan
alur, tetapi tema dan amanat
digambarkan kurang tepat
 Isi, tema, dan amanat tidak
sesuai
3
2
1
Cukup
Kurang
Sangat
Kurang
Tabel 4 Penskoran untuk unsur ekstrinsik dan intrinsik cerpen
Nilai Akhir = Skor Akpek 1 + Skor Aspek II + Skor Aspek III + Skor
Aspek IV + Skor Aspek V
Tabel 5 Kriteria Penilaian Struktur teks cerpen
No Struktur Kriteria Skor
1. Orientasi a. Orientasi menarik, mudah
dipahami, dan terstruktur
b. Orientasi kurang menarik, kurang
mudah dipahami, dan kurang
terstruktur
3
2
100
c. Orientasi tidak menarik, tidak
mudah dipahami, dan tidak
terstruktur
1
Komplikasi a. komplikasi menarik, mudah
dipahami, dan terstruktur
b. komplikasi kurang menarik,
kurang mudah dipahami, dan
kurang terstruktur
c. komplikasi tidak menarik, tidak
mudah dipahami, dan tidak
terstruktur
3
2
1
Resolusi a. Resolusi menarik, mudah
dipahami, dan terstruktur
b. Resolusi kurang menarik, kurang
mudah dipahami, dan kurang
terstruktur
c. Resolusi tidak menarik, tidak
mudah dipahami, dan tidak
terstruktur
3
2
1
101
3.4.2 Penilaian Nontes
3.4.2.1 Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk mengamati tingkah laku dan
respon siswa selama pembelajaran. Aspek yang diamati dalam penilaian ini
meliputi keaktifan siswa dalam pembelajaran, aktifan dalam mengerjakan
tugas, dan juga perilaku yang timbul ketika pembelajaran berlangsung, baik
perilaku positif maupun negatif.
3.4.2.2 Pedoman Jurnal
Pedoman jurnal ini berupa pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden. Jurnal yang digunakan dalam
penelitan ini ada dua macam, yaitu jurnal siswa dan guru.
Jurnal siswa berisi: 1) apakah kamu senang dengan pembelajaran
memproduksi teks cerita pendek yang berlangsung, 2) apakah kamu merasa
kesulitan terhadap materi yang disampaikan, 3) bagaimana kesan kamu
terhadap para guru dalam mengajarserta media media yang digunakan, 4)
saran apa yang kamu berikan untuk pembelajaran memproduksi teks cerpen.
Jurnal guru berisi: 1) bagaimana kesiapan siswa dalam mengikuti
pembelajaran memproduksi teks cerita pendek, 2) bagaimana keaktifan
pembelajaran memproduksi teks cerita pendek, 3) bagaimana perilaku siswa
di kelas ketika pembelajaran berlangsung, 4) bagaimana tanggapan siswa
terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan, dan 5) adakah kendala
yang muncul saat pembelajaran.
102
3.4.2.3 Pedoman Dokumentasi
Dokumentasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
dokumentasi dalam bentuk foto. Pengambilan foto dilakukan sebagai
gambaran penerapan pembelajaran memproduksi teks cerpen dengan teknik
permodelan. Perilaku siswa saat pembelajaran dapat diamati, dokumentasi
foto dapat dijadikan bukti dalam melakukan observasi. Penelitian dapat
mengambil foto saat pembelajaran berlangsung,untuk mengingat data
kuantitatif yang mungkin terlewatkan pada saat penelitian. Kegiatan yang
perlu didokumentasikan meliputi, 1) aktivitas siswa ketika memperhatikan
penjelasan materi, 2) aktivitas siswa ketika berdiskusi, 3) aktivitas siswa
ketika memperhatikan penjelasan mengenai tokoh wayang Pandawa lima,
4) aktivitas siswa ketika memproduksi teks cerpen, 5) aktivitas guru ketika
melakukan bimbingan ketika memproduksi teks cerpen, dan 6) aktivitas
siswa ketika tampil membacakan karyanya.
3.4.2.4 Pedoman wawancara
Wawancara dilakukan pada siswa untuk mengetahui minat siswa
terhadap pembelajaran memproduksi teks cerpen, kesulitan yang dialami
siswa, tanggapan mengenai pembelajaran, perasaan, keinginan, dan saran.
Adapaun pedoman wawancara secara rinci meliputi: 1) apakah kamu
suka memproduksi teks cerpen? Hal/pengalaman apa yang bisa kamu
tuliskan dalam sebuah cerpen, 2) apakah kamu senang dalam mengikuti
pembelajaran memproduksi teks cerpen?, 3) kesulitan apa yang kamu temui
103
dalam pembelajaran memproduksi teks cerpen, 4) bagaimana pendapatmu
tentang cara guru dalam menyampaikan materi pembelajaran?, 5)
bagaimanakah pendapatmu mengenai pembelajaran memproduksi teks
cerpen dengan menggunakan pemodelan tokoh wayang Pandawa lima yang
bermuatan karakter ke dalam bentuk cerpen?, 6) apakah media tokoh
wayang Pandawa lima yang digunakan guru dapat membantu kesulitan
dalam pembelajaran memproduksi teks cerpen?
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian
tindakan kelas ini adalah tes, angket, pengamatan, catatan lapangan dan
dokumentasi. Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua teknik
pengumpulan data yaitu teknik tes dan teknik nontes.
3.5.1 Teknik Tes
Peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan tes. Tes ini
dilakukan sebanyak dua kali yakni pada kedua siklus dilakukan tes menulis
cerpen menggunakan pemodelan tokoh wayang Pandawa lima yang muatan
karakter. Dalam penelitian ini siswa melaksanakan tugas secara individu
yakni setiap siswa memproduksi teks cerpen pada lembar yang telah
disediakan.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengambilan data dengan
teknik tes adalah sebagai berikut.
a. Memberikan materi pembelajaran menulis cerpen.
b. Memaparkan tentang tokoh wayang.
104
c. Siswa ditugasi menulis cerpen melalui media berita dengan metode
latihan terbimbing, meneliti, dan mengolah data hasil penilaian.
d. Peneliti mengukur kemampuan menulis siswa berdasarkan hasil tes
pada siklus 1 dan siklus II.
Dalam teknik pengumpulan data yang berupa tes digunakan instrumen
yang berupa instrumen tes uraian memproduksi teks cerpen. Tes dilakukan
sebanyak dua kali, yaitu pada siklus I dan siklus II dengan tujuan untuk
mengukur keterampilan siswa dalam memproduksi teks cerpen
menggunakan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa lima dengan
memperhatikan aspek-aspek penilaian yang telah ditentukan. Aspek-aspek
penilaian tersebut yakni, isi, organiasasi dan penyajian, serta bahasa.
3.5.2 Instrument Nontes
Teknik nontes yang digunakan, yaitu angket, pengamatan, wawancara,
dan catatan lapangan. Langkah-langkah pengumpulan data yang dilakukan
adalah sebagai berikut.
3.5.2.1 Angket
Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup.
Jenis angket ini meminta responden untuk memilih kalimat atau deskripsi
yang paling dekat dengan pendapat, perasaan, penilaian, atau posisi mereka
digunakan untuk memperoleh data tentang kegiatan pembelajaran
memproduksi teks cerpen, dan lain-lain. Jadi, dengan angket ini, peneliti
akan memperoleh data tentang beberapa pernyataan dari siswa mengenai
105
memproduksi teks cerpen, baik sebelum dengan pemanfaatan pemodelan
tokoh wayang Pandawa lima.
Pengumpulan data melalui teknik angket menggunakan instrumen
berupa pedoman angket. Pedoman angket dalam penelitian ini ada dua
yaitu, angket informasi awal memproduksi teks cerpen dan angket refleksi
memproduksi teks cerpen melalui pemodelan karakter tokoh pewayangan
Pandawa lima. Angket informasi awal memproduksi teks cerpen berisi
pernyataan mengenai pengetahuan awal siswa dalam memproduksi teks
cerpen dengan aspek antara lain minat siswa dalam menulis, kebiasaan
memproduksi teks siswa, dan respon terhadap bimbingan memproduksi
teks.
Angket refleksi memproduksi teks cerpen berisi pernyataan kepada
siswa setelah dilakukan tindakan siklus I dan siklus II. Angket tersebut
berisi pernyataan yang menggunakan aspek antara lain sikap siswa tentang
penggunaan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa lima dalam
memproduksi teks cerpen, respon siswa dalam proses pembelajaran, dan
minat siswa terhadap media dengan metode pembelajaran.
3.5.2.2 Pengamatan (observasi)
Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini adalah jenis
pengamatan tak berstruktur, yaitu pengamatan yang tidak membatasi
pengamatan tersebut dengan kerangka kerja tertentu yang telah
dipersiapkan. Pengamatan akan dilakukan secara cermat dan seksama untuk
memperoleh data berupa deskripsi proses belajar memproduksi teks cerpen
106
dengan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa lima, yang antara lain
meliputi: perlakuan tindakan oleh guru dalam penelitian, sikap dan perilaku
siswa selama pembelajaran berlangsung. Serta semua hal yang dapat
ditangkap observer selama kegiatan belajar memproduksi teks cerpen
berlangsung. Data pengamatan ini digunakan untuk memantau jalannya
tindakan pembelajaran memproduksi teks cerpen pada tiap siklus.
Dalam pengumpulan data menggunakan teknik pengamatan
digunakan instrumen berupa pedoman pengamatan. Pengamatan dilakukan
oleh peneliti pada saat pembelajaran berlangsung dengan membuat catatan
siklus mengenai perilaku siswa dalam kegiatan memproduksi teks cerpen
menggunakan pemodelan karakter tokoh pewayangan Pandawa lima.
Pengamatan dipergunakan untuk memperoleh data tentang siswa dan guru
selama pembelajaran berlangsung pada siklus I dan siklus II. Peneliti
sebelumnya mempersiapkan lembar pengamatan untuk dijadikan pedoman
dalam pengambilan data.
3.5.2.3 Wawancara
Teknik wawancara adalah suatu percakapan dengan tujuan. Tujuan
wawancara untuk memperoleh kontruksi yang terjadi sekarang tentang
orang, kejadian, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi pengakuan,
keseriusan dan sebagainya; rekonstruksi keadaan tersebut berdasarkan
pengalaman masa lalu; proyeksi keadaan tersebut yang terjadi pada masa
yang akan datang; verifikasi, pengecekan dan pengembangan informasi
107
(kontruksi, rekonstruksi, dan proyeksi) yang telah didapat sebelumnya
menurut Linco dan Guba dalam Syamsuddin dan Damaianti (2006:94)
Wawancara ini berpedoman pada pertanyaan fokus yang sudah
disiapkan oleh peneliti agar wawancara tidak menyimpang dari
permasalahan. Wawancara dilakukan pada tiga siswa yaitu siswa yang
mendapat nilai tertinggi, siswa yang mendapat nilai sedang, dan siswa yang
mendapat nilai terendah. Penilaian ini didapat berdasarkan nilai tes siklus II.
Selain wawancara dengan siswa, dilakukan juga wawancara dengan guru
agar data yang diperoleh valid. Wawancara digunakan untuk memperoleh
data secara langsung tentang berbagai hal yang berkaitan dengan
keterampilan menulis cerpen pemodelan karakter tokoh pewayangan Data
yang diambil mengenai kesan, pesan, dan pendapat siswa dan guru terhadap
pembelajaran menulis cerpen.
Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara memakai
instrumen berupa pedoman wawancara. Pedoman wawancara digunakan
untuk mengambil data dengan wawancara terstruktur dan terbuka.
Wawancara tidak dilakukan pada semua subjek penelitian, namun hanya
pada siswa yang terlihat menonjol dalam kriteria peningkatan hasil
memproduksi teks cerpen bagi yang mendapat nilai tertinggi, penurunan
hasil memproduksi teks cerpen bagi yang mendapat nilai terendah, sikap
positif dalam kegiatan memproduksi teks cerpen, dan bersikap negatif
dalam kegiatan memproduksi teks cerpen.
108
Aspek yang diungkapkan dalam wawancara terhadap siswa antara lain
kesulitan yang dihadapi siswa dalam memproduksi teks cerpen, peran media
berita dengan teknik pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa lima
dalam pembelajaran memproduksi teks cerpen, manfaat pemodelan karakter
tokoh wayang Pandawa lima pembelajaran memproduksi teks cerpen,
pelaksanan pembelajaran memproduksi teks cerpen dengan pemodelan
tokoh wayang Pandawa lima selanjutnya dilaksanakan di sekolah, dan kesan
dan saran pembelajaran memproduksi teks cerpen.
Aspek yang diungkapkan dalam wawancara terhadap guru adalah
kesulitan yang dihadapi dalam mengajar memproduksi teks cerpen, peran
pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa lima dalam meningkatkan
keterampilan memproduksi teks cerpen, perubahan yang terjadi setelah
dilakukan tindakan siklus I dan siklus II, kekurangan dan kelebihan
pemodelan tokoh wayang Pandawa lima dalam meningkatkan keterampilan
memproduksi teks cerpen, dan kesan dan saran pemodelan tokoh Pandawa
lima yang muatan karakter bagi siswa dalam meningkatkan keterampilan
memproduksi teks cerpen.
3.5.2.4 Catatan Lapangan
Catatan lapangan dilakukan untuk mencatat hal-hal yang terjadi pada
saat dilakukan tindakan sehingga peneliti akan mendapatkan data. Catatan
lapangan adalah riwayat tertulis tentang apa yang akan dilakukan guru
maupun siswa dalam situasi kegiatan belajar mengajar di kelas mengenai
pembelajaran memproduksi teks cerpen dalam satu jangka waktu.
109
Catatan lapangan adalah riwayat tertulis tentang apa yang dilakukan
guru maupun siswa dalam situasi kegiatan belajar mengajar di kelas
mengenai pembelajaran memproduksi teks cerpen dalam satu jangka waktu.
Catatan lapangan digunakan untuk mencatat hal-hal yang terjadi pada saat
dilakukan tindakan, sehingga peneliti akan mendapatkan data.
3.6 Teknik Analisis Data
Penelitian tindakan kelas ini mengandung data kualitatif dan
kuantitatif. Analisis kualitatif dilakuakn untuk data kualitatif yang berupa
hasil observasi lapangan, wawancara, angket, catatan lapangan. Data dalam
penelitian ini diperoleh melalui pengamatan. Pengamatan dilakukan setiap
kegiatan berlangsung. Fungsi utama pengamatan adalah menemukan apakah
pemanfaatan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa lima dalam
meningkatkan keterampilan memproduksi teks cerpen siswa. Informasi
yang diperoleh dan semua permasalahan yang muncul dalam implementasi
tindakan dibahas, diskusikan, dipelajari, dan dipecahkan bersama antara
peneliti dan kolaborator. Hal tersebut dilakukan pada saat refleksi.
Data kuantitatif diperoleh dari hasil tes memproduksi teks cerpen tiap
siklus. Data ini berupa skor keterampilan memproduksi teks cerpen.
Penilaian dalam penulisan cerpen ini menggunakan skor terendah 0. Aspek
yang dinilai adalah isi, organisasi dan penyajian, serta bahasa. Berikut ini
adalah kisi-kisi penilaian memproduksi teks cerpen.
110
Tabel 4 Pedoman penilaian keterampilan memproduksi teks cerpen
Aspek Bobot Skor Skor Maksimal
1. Tokoh dan Penokohan 5 25
2. Alur 4 20
3. Latar 4 20
4. Penggunaan Bahasa 4 20
5. Kesesuaian 3 15
Jumlah Skor Maksimal 100
Nilai Akhir = Skor Akpek 1 + Skor Aspek II + Skor Aspek III + Skor
Aspek IV + Skor Aspek V
Hasil penghitungan masing-masing kemudian dibandingkan antara siklus I
dan siklus II sehingga akan memberikan gambaran mengenai hasil
presentase peningkatan keterampilan memproduksi teks cerita pendek
dengan teknik pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa lima yang
maksimal.
171
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan.
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan sebagai
berikut ini.
1. Terjadi perubahan siswa ketika pembelajaran berlangsung. Siswa
lebih antusisas dalam pembelajaran dan siswa lebih fokus
memperhatikan penjelasan dari guru. Karena dalam pembelajaran ini
menggunakan teknik yang berbeda dan belum pernah digunakan
oleh guru yang sebelumnya.
2. Terjadi peningkatan hasil tes menulis cerpen siswa kelas XI IPA 1 di
SMA Kesatrian 2 Semarang setelah dilakukan pembelajaran
memproduksi teks cerpen dengan menggunakan teknik pemodelan
karakter tokoh wayang Pandawa lima. Peningkatan meliputi hasil tes
siklus I dan hasil tes siklus II. Pada siklus I nilai rata-rata siswa
adalah 68,59 termasuk kedalam kategori cukup. Kemudian pada
siklus II nilai rata-rata siswa meningkat menjadi 83,95 termasuk
kedalam kategori Baik. Artinya terjadi peningkatan yang signifikan
dari siklus I ke siklus II, yaitu 12,96. Hasil yang dicapai pada siklus
II telah memenuhi target KKM yang telah ditetapkan, yaitu 75.
Peningkatan nilai rata-rata ini membuktikan keberhasilan
pembelajaran memproduksi teks cerpen menggunakan teknik
172
pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa lima.
3. Perubahan perilaku pada siswa kelas XI IPA 1 SMA Kesatrian 2
Semarang mengalami peningkatan kearah yang positif setelah
dilaksanakan pembelajaran memproduksi teks cerpen menggunakan
teknik pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa lima. Hal ini
dapat diketahui dari hasil nontes yang meliputi observasi, jurnal
(guru dan siswa), wawancara, dan dokumentasi foto pada siklus I
dan siklus II. Perilaku siswa yang pada siklus I masih cenderung
pasif, berbicara dengan teman saat guru menjelaskan materi,
mengganggu ternan saat kegiatan memproduksi teks cerpen dan
masih canggung bertanya apabila menemui kesulitan, pada siklus II
berubah menjadi aktif, rajin, tidak mengganggu teman, dan mau
bertanya apabila mengalami kesulitan. Selain itu, mereka terlihat
antusias dan menikmati proses pembelajaran sehingga kelas menjadi
kondusif dan tugas yang diberikan guru dapat dikerjakan dengan
baik.
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan di atas, saran yang peneliti sampaikan sebagai beikut
ini.
1. Untuk guru Bahasa Indonesia, dalam proses pembelajaran guru bisa
menggunakan teknik pemodelan ini, karena terbukti dapat menarik
perhatian siswa dalam pembelajaran.
2. Untuk guru Bahasa Indonesia, pembelajaran memproduksi teks
173
cerpen dengan menggunakan media tokoh wayang Pandawa lima
dapat dijadikan altematif dalam pelaksanaan pembelajaran
memproduksi teks cerita pendek karena telah terbukti mampu
meningkatkan keterampilan siswa dalam memproduksi teks cerpen
dan mengubah perilaku siswa ke arah positif
3. Bagi praktisi pendidikan, peneliti berharap adanya penelitian
lanjutan dengan model, pendekatan, metode, teknik, dan media yang
berbeda sehingga dapat memperkaya altematif pembelajaran yang
kreatif dan inovatif dalam menulis cerpen.
174
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Iskandar. 2010. Meningkatkan Kreativitas Pembelajaran Bagi
Guru. Jakarta: Bestari Buana Murni
Arikunto dkk. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Sinar Grafika.
Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada.
Ali, H.Muhammad. 2007. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Sinar Baru Algensindo.
Alwi, Hasan. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka
Aqib, Zainal. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya.
Carita, P Dwijo. 2011. Ringkasan Pengetahuan Wayang. Sukoharjo:
CV.Cendrawasih.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Efendi, Joni Lis. 2013. Cara Dahsyat Menulis Cerpen Dengan Otak Kanan.
Yogyakarta: WritingRevo Publishing.
Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi.
Bandung: Alfabeta.
Harefa, Andrias. 2007. Agar Menulis Mengarang Bisa Gambang. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama
175
Hernowo. 2005. Quantum Writing. Bandung: MLC
Indonesia Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Buku Guru
Bahasa Indonesia Ekspresi diri dan Akademik. Jakarta :
Kementrian dan Kebudayaan
Indonesia Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Buku Siswa
Bahasa Indonesia Ekspresi diri dan Akademik. Jakarta :
Kementrian dan Kebudayaan
Kartono. 2011. Menulis Tanpa Rasa Takut. Jakarta: Kanisius.
Koesoema, Doni. 2007. Pendidikan Karakter. Jakarta : Grasindo.
Kusmayadi, Ismail. 2010. Lebih Dekat dengan Cerpen. Jakarta : Trias Yoga
Kreasindo.
Kustandi dan Sutjipto. 2011. Media Pembelajaran Manual dan Digital.
Jakarta:Ghalia Indonesia.
Kusumaningsih dkk. 2013. Terampil Berbahasa Indonesia. Yogyakarta :
CV Andi Offset.
Lasa. 2005. Gairah Menulis. Yogyakarta : Alinea
Madya, Suwarsih. 2011. Penelitian Tindakan Action Research. Bandung:
Alfabeta.
Mahayana, Maman S. 2006. Bermain Dengan Cerpen. Jakarta: Gramedia
Pusaka Utama.
Mulyono, Budi. 2008. Cara Keren Nulis Cerpen. Yogyakarta: Gigih
Pustaka Mandiri.
176
Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Angkasa.
Narwati, Sri. 2011. Pendidikan Karakter. Yogyakarta : Familia.
Nugroho, Donatus A. 2007. 24 Jam Jagoan Nulis Cerpen. Bandung : Cinta.
Pracoyo. 2006. Siapa Bilang Jadi Penulis Tidak Bisa Kaya. Bandung:
Yrama Widya.
Purwadi. 2007.Mengenal Tokoh Wayang Purwa. Sukoharjo: CV.
Cendrawasih.
Rohadi, Ahmad. 2010. Media Instruksional Edukatif. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Sadiman, Arif S. (dkk). 2012. Media Pendidikan : Pengertian,
Pengembangan, dan Pemanfaatan. Depok : Rajawali
Samani dan Hariyanto. 2012. Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Sambodja, Asep. 2007. Cara Mudah Menulis Fiksi. Jakarta : Bukupop.
Saputri, Purwadyani. 2009. Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen
Menggunakan Teknik Membuat Kerangka Tulisan Dengan Media
Lirik Lagu Siswa Kelas X B SMA N 1 Godong Tahun Pelajaran
2008/2009. Unnes. Skripsi
Sari, Desi Melia. 2013. Kemampuan Menulis Cerpen Siswa Kelas X SMA
Semen Padang dengan Menggunakan Teknik Pemodelan. STKIP:
Jurnal Ilmiah
177
Sudjana dan Rivai. 2011.Media Pengajaran. Bandung : Sinar Baru
Algensindo.
Sugiarto, Eko. 2013. Cara Mudah Menulis Pantun, Puisi, dan Cerpen.
Yogyakarta: Khitah Publishing.
Sugiharto, R.Toto. 2008. Pandai Menulis Fiksi. Yogyakarta : Pusaka
Pelajar.
Sudiman dkk. 2012. Media Pendidikan. Jakarta : Pustekom dan PT Raja
Grafindo Persada.
Sumardjo, Jakob. 2007. Menulis Cerpen. Yogyakarta : Pusaka Pelajar.
Suyatno. 2004. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesi.
Surabaya: SIC
Syamsuddin dan Damaianti. 2006. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tarigan, Henry Guntur.2008. Menulis.Bandung : Angkasa.
Thahar, Harris Effendi. 2008. Kiat Menulis Cerita Pendek. Bandung:
Angkasa.
Uno dkk. 2014. Belajar dengan Pendekatan PAILKEM. Jakarta: Bumi
Aksara.
Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter. Yogyakarta : Pusaka Pelajar.
Wiriaatmadja, Rochiati. 2012. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
178
(http://czarinasute.blogspot.com/p/about-me_28.html) (diunduh 18 April
2015)
https://karlinasetiyanti.wordpress.com/2013/12/21/pandawa-lima/ (diunduh
18 April 2015)
http://wayangku.files.wordpress.com (diunduh 18 April 2015)
179
RPP SIKLUS I
BAHASA INDONESIA SMA (CERPEN: KD 4.2)
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Satuan Pendidikan : SMA Kesatrian 2 Semarang
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XI/1
Materi Pokok : Struktur dan Kaidah Teks Cerpen
Tema/Topik : Teks Cerpen
Jumlah Pertemuan : 4 X pertemuan
Alokasi Waktu : 2 X 45 menit ( 4 jam pelajaran )
A. KOMPETENSI INTI
KI 1 Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
KI 2 Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin,
tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai),
santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap
sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia
KI 3 Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
LAMPIRAN 1
180
humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan,
dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik
sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
KI 4 Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif, dan mampu menggunakan
metoda sesuai kaidah keilmuan
B. KOMPETENSI DASAR DAN INDIKATOR
No Kompetensi Dasar Indikator
1. 1.2 Menghargai dan men syukuri
keberadaan bahasa
Indonesia sebagai anugerah
Tuhan yang Maha Esa
sebagai sarana memahami
informasi lisan dan tulis
1.2.1 Terbiasa menggunakan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar.
2. 2.1 Memiliki perilaku percaya
diri, peduli, dan santun dalam
merespon secara pribadi
peristiwa jangka pendek.
2.1.1 Terbiasa berinisiatif dalam
bahasan memecahkan masalah;
2.1.2 Terbiasa memberi pendapat dalam
bahasan pemecahan masalah;
2.1.3 Terbiasa toleran dalam
181
memecahkan masalah;
2.1.4 Terbiasa membantu sejawat dalam
memecahkan masalah;
2.1.5 Terbiasa menggunakan pilihan
kata yang menunjukkan sikap
santun;
2.1.6 Terbiasa menggunakan ekspresi
yang menunjukkan sikap santun;
2.1.7 Terbiasa menggunakan gerture
yang menunjukkan sikap santun;
3. 3.1 Memahami struktur dan
kaidah teks cerita pendek,
baik melalui lisan maupun
tulisan.
3.1.1 siswa memahami kaidah
memproduksi teks cerpen.
3.1.2 Cerita tokoh wayang Nakula
3.1.3 Siswa memahami contoh teks
cerpen tentang pewayangan
Nakula.
4. 4.2 Memproduksi teks cerpen
yang koheren sesuai dengan
karakteristik teks yang akan
dibuat baik secara lisan
mupun tulisan
4.2.1 Memproduksi teks cerpen latihan
1
4.2.2 Memproduksi teks cerpen latihan
2
182
C. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Selama dan setelah proses pembelajaran siswa dapat mensyukuri
anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia untuk
mempersatukan bangsa.
2. Selama dan setelah proses pembelajaran siswa dapat menunjukkan
perilaku jujur, disiplin, peduli, dan santun dalam menggunakan
bahasa Indonesia untuk memaparkan kebijakan lingkungan dan
perdagangan bebas.
3. Setelah membaca teks cerpen siswa dapat memahami kaidah teks
cerita pendek dan dapat mengidentifikasi strukturnya, baik secara
lisan maupun tulisan .
4. Setelah memahami kaidah dan mengidentifikasi struktur teks cerita
pendek siswa dapat menginterpretasi makna teks cerpen, baik secara
lisan maupun tulisan
D. MATERI
Materi yang akan disampaikan untuk siswa sebagai berikut.
Pertemuan 1
1. Hakikat cerpen
2. Pengenalan struktrur isi teks cerita pendek.
3. Cerita wayang Nakula .
4. Contoh cerpen tokoh wayang Nakula
5. Memproduksi teks cerpen 1
183
Pertemuan 2
1. Teks cerpen
2. Memproduksi teks cerpen 2
Pertemuan 3
1. Teks cerpen
2. Memproduksi teks cerpen 2
E. TEHNIK DAN METODE
Teknik : Pemodelan
Metode : diskusi kelompok dan penugasan
F. ALAT/ MEDIA/ SUMBER BELAJAR
Alat : LCD, lembar kerja siswa, laptop
Media : Wayang Nakula
Sumber Belajar : Buku Siswa
G. Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan Pertama
a. Kegiatan Pendahuluan
1. Siswa merespon salam dan pertanyaan dari guru berhubungan
dengan kondisi dan pembelajaran sebelumnya
2. Siswa menerima informasi tentang keterkaitan pembelajaran
sebelumnya dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan.
3. Siswa menerima informasi kompetensi, meteri, tujuan, manfaat, dan
langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan
184
b. Kegiatan Inti
Eksplorasi
4. Siswa bertanya jawab tentang cerpen dipancing oleh guru dengan
memperlihatkan contoh atau model teks cerpen.
5. Siswa menjawab pertanyaan guru tentang hal-hal yang berhubungan
dengan cerpen termasuk hal-hal yang berhubungan dengan
penggunaan kaidah bahasa Indonesia pada teks tersebut
Elaborasi
6. Siswa memperhatikan cerita tokoh wayang Nakula dari sisi
Orientasi,Komplikasi dan Resolusi.
7. Siswa memperhatikan contoh teks cerpen hasil dari penokohan
wayang Nakula.
8. Dengan sikap tanggung jawab, peduli, responsif, dan santun siswa
secara berkelompok membaca dan berdiskusi menentukan orientasi,
komplikasi, resolusi dan kaidah cerpen serta penggunaan kaidah
bahasa Indonesia yang tidak sesuai dalam tulisan tersebut
9. Setelah tugas kelompok selesai siswa mengerjakan tugas indvidu
untuk membuat teks cerpen.
Konfirmasi
10. Siswa mendengarkan umpan balik dan penguatan dari guru
c. Kegiatan Penutup
11. Siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran
185
12. Siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilakukan
13. Siswa menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru
14. Siswa menyimak informasi mengenai rencana tindak lanjut
pembelajaran
Pertemuan Kedua
a. Kegiatan Pendahuluan
1. Siswa merespon salam dan pertanyaan dari guru berhubungan
dengan kondisi dan pembelajaran sebelumnya.
2. Siswa menerima informasi tentang keterkaitan pembelajaran
sebelumnya dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan.
3. Siswa menerima informasi kompetensi, meteri, tujuan, manfaat, dan
langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan.
b. Kegiatan Inti
Eksplorasi
4. Siswa menyimak dan mengulas tentang cerpen dipancing oleh guru
dengan memperlihatkan contoh atau model teks cerpen.
5. Siswa menjawab pertanyaan guru tentang hal-hal yang berhubungan
dengan cerpen termasuk hal-hal yang berhubungan dengan
penggunaan kaidah bahasa Indonesia pada teks tersebut.
Elaborasi
6. Siswa mengerjakan teks cerpen secara individu .
7. Siswa bertukar hasil kerja siswa dengan sebangku dan menentukan
struktur orientasi, komplikasi, resolusi dan kaidah cerpen serta
186
penggunaan kaidah bahasa Indonesia yang tidak sesuai dalam tulisan
tersebut
Konfirmasi
8. Siswa mendengarkan umpan balik dan penguatan dari guru.
c. Kegiatan Penutup
9. Siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran.
10. Siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilakukan.
11. Siswa menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.
12. Siswa menyimak informasi mengenai rencana tindak lanjut
pembelajaran.
Pertemuan Ketiga
a. Kegiatan Pendahuluan
1. Siswa merespon salam dan pertanyaan dari guru berhubungan
dengan kondisi dan pembelajaran sebelumnya.
2. Siswa menerima informasi tentang keterkaitan pembelajaran
sebelumnya dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan.
3. Siswa menerima informasi kompetensi, meteri, tujuan, manfaat, dan
langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan.
b. Kegiatan Inti
Eksplorasi
4. Siswa bertanya jawab tentang cerpen dipancing oleh guru dengan
memperlihatkan contoh atau model teks cerpen.
187
5. Siswa menjawab pertanyaan guru tentang hal-hal yang berhubungan
dengan cerpen termasuk hal-hal yang berhubungan dengan
penggunaan kaidah bahasa Indonesia pada teks tersebut.
Elaborasi
6. Siswa mengerjakan teks cerpen secara individu .
7. Siswa bertukar hasil kerja siswa dengan sebangku dan menentukan
struktur orientasi, komplikasi, resolusi dan kaidah cerpen serta
penggunaan kaidah bahasa Indonesia yang tidak sesuai dalam tulisan
tersebut
Konfirmasi
8. Siswa mendengarkan umpan balik dan penguatan dari guru.
c. Kegiatan Penutup
9. Siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran.
10. Siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilakukan.
11. Siswa menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.
12. Siswa menyimak informasi mengenai rencana tindak lanjut
pembelajaran.
188
H. PENILAIAN
1. Penilaian Proses
No Aspek yang
dinilai
Teknik
penilaian
Waktu
Penilaian
Instrumen
Penilaian
Keterangan
2. Religius Pengamatan Proses Lembar
Pengamatan
Hasil penilaian
nomor 1 dan 2 untuk
masukan pembinaan
dan informasi bagi
guru Agama dan
guru PKN
2. Tanggung jawab
3. Peduli
4. Responsif
5. Santun
3. Penilaian Hasil
a. Aspek penilaian unsur intrinsik dan ekstrinsik cerpen
N
o
Aspek yang dinilai
Rentang
Bobot
Skor
Maksima
l
SB B C K SK
1 Tokoh dan Penokohan 25 20 15 10 5 5 25
2 Alur 20 16 12 8 4 4 20
3 Latar 20 16 12 8 4 4 20
4 Penggunaan bahasa 20 16 12 8 4 4 20
5 Kesesuaian 15 12 9 6 3 3 15
Jumlah 100
189
Rublik Penilian Cerpen untuk pertemuan 1 dan pertemuan 2
Aspek Kreteria Skor Kategori
6. Tokoh dan
penohohan
 Tokoh cerpen dipaparkan secara
jelas, penyajian karakter tepat
dan komunikatif
 Tokoh yang dipaparkan jelas,
penyajian karakter tepat
 Tokoh yang dipaparkan jelas,
tetapi penyajian karakter kurang
kumunikatif
 Tokoh yang dipaparkan jelas,
tetapi penyajian karakter tidak
komikatif
 Tokoh dan karakter tidak sesuai
5
4
3
2
1
Sangta
baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat
Kurang
7. Alur  Pengembangan alur sesuai
tahapan, penyajian jalinan
kejadian atau rangkai peristiwa
runtut dan berhubungan serta
terdapat kejutan di dalamnya
 Pengambaran alur sesuai
tahapan, penyajian jalinan
kejadian atau rangkainan
5
4
Sangat
Baik
Baik
190
peristiwa runtut dan
berhubungan.
 Pengambaran alur sesuai
tahapan, tetapi penyajian jalinan
kejadian rangkaian peristiwa
kurang runtut dengan
berhubungan
 Penggambaran alur sesuai
tahapan, tetapi jalaninan
kejadian atau rangkai peristiwa
tidak runtut dan berhubungan
 Penggambaran alur dan
penyajian jalinan kejadian atau
rangkaian peristiwa tidak sesuai
3
2
1
Cukup
Kurang
Sangat
Kurang
8. Latar  Latar yang dilukiskan dengan
(tepat, suasana menarik, waktu
sesuai dengan alur)
penyajiannya menarik
 Latar yang dilukiskan (tepat,
suasana kurang menarik, waktu
sesuai dengan alur)
 Latar yang dilukiskan (tepat,
suasana tidak menarik, waktu
5
4
3
Sangat
Baik
Baik
Cukup
191
sesuai dengan alur)
 Latar yang dilukiskan (tepat,
suasana, waktu waktu tidak
sesuai dengan alur)
 Penggambaran latar tidak
lengkap dan tidak sesuai
2
1
Kurang
Sangat
Kurang
9. Penggunaa
n Bahasa
 Pemilihan kata tepat, santun,
tidak menyinggunga SARA, dan
dapat membuat rangkaian cerita
yang indah.
 Pemilihan kata tepat, santun,
tidak menyinggunga SARA
 Pemilihan kata tepat, santun,
tetapi menyinggung SARA
 Pemilihan kata kurang tepat,
kurang santun dan menyinggung
sara
 Pemilihan kata tidak tepat, tidak
santun dan menyinggung SARA
5
4
3
2
1
Sangat
Baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat
Kurang
10. Kesesuaian  Isi, tema, dan amanat
digambarkan dengan tepat
 Isi dan tema digambarkan tepat
dengan alur, tetapi amanat
5
4
Sangat
Baik
Baik
192
digambarkan kurang tepat
 Isi dan tema digambarkan tepat
dengan alur, tetapi amanat
digambarkan tidak tepat
 Isi digambarkan tepat dengan
alur, tetapi tema dan amanat
digambarkan kurang tepat
 Isi, tema, dan amanat tidak
sesuai
3
2
1
Cukup
Kurang
Sangat
Kurang
Penskoran untuk unsur ekstrinsik dan intrinsik cerpen
Nilai Akhir = Skor Akpek 1 + Skor Aspek II + Skor Aspek III + Skor
Aspek IV + Skor Aspek V
b. Kriteria Penilaian Struktur teks cerpen
No Struktur Kriteria Skor
1. Orientasi d. Orientasi menarik, mudah
dipahami, dan terstruktur
e. Orientasi kurang menarik, kurang
mudah dipahami, dan kurang
terstruktur
f. Orientasi tidak menarik, tidak
3
2
1
193
mudah dipahami, dan tidak
terstruktur
Komplikasi d. komplikasi menarik, mudah
dipahami, dan terstruktur
e. komplikasi kurang menarik,
kurang mudah dipahami, dan
kurang terstruktur
f. komplikasi tidak menarik, tidak
mudah dipahami, dan tidak
terstruktur
3
2
1
Resolusi d. Resolusi menarik, mudah
dipahami, dan terstruktur
e. Resolusi kurang menarik, kurang
mudah dipahami, dan kurang
terstruktur
f. Resolusi tidak menarik, tidak
mudah dipahami, dan tidak
terstruktur
3
2
1
Rumus untuk pedoman struktur cerpen
Nilai II = Hasil nilai X 100 = 100
3
194
Rumus Nilai Akhir
Nilai akhir = Nilai I + Nilai II = 100
2
Kategori Penilaian
No Nilai Katergori
1
2
3
4
5
85 – 100
75 - 84
60 – 74
50 – 59
0 – 49
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat Kurang
195
Guru Bahasa Indonesia
SMA Kesatrian 2 Semarang
Teguh
Semarang, - - 2015
Peneliti
Ayu Asih Sulistiyorini
2101411058
Mengetahui,
Kepala Sekolah SMA KESATRIAN 2 SEMARANG
Drs. Supriono PH
196
RPP SIKLUS II
BAHASA INDONESIA SMA (CERPEN: KD 4.2)
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Satuan Pendidikan : SMA Kesatrian 2 Semarang
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XI/1
Materi Pokok : Struktur dan Kaidah Teks Cerpen
Tema/Topik : Teks Cerpen
Jumlah Pertemuan : 4 X pertemuan
Alokasi Waktu : 2 X 45 menit ( 4 jam pelajaran )
I. KOMPETENSI INTI
KI 1 Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
KI 2 Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin,
tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai),
santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap
sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia
KI 3 Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
LAMPIRAN 2
197
humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan,
dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik
sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
KI 4 Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif, dan mampu menggunakan
metoda sesuai kaidah keilmuan
J. KOMPETENSI DASAR DAN INDIKATOR
No Kompetensi Dasar Indikator
2. 1.2 Menghargai dan men syukuri
keberadaan bahasa
Indonesia sebagai anugerah
Tuhan yang Maha Esa
sebagai sarana memahami
informasi lisan dan tulis
1.2.1 Terbiasa menggunakan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar.
2. 2.1 Memiliki perilaku percaya
diri, peduli, dan santun dalam
merespon secara pribadi
peristiwa jangka pendek.
2.1.8 Terbiasa berinisiatif dalam
bahasan memecahkan masalah;
2.1.9 Terbiasa memberi pendapat dalam
bahasan pemecahan masalah;
2.1.10 Terbiasa toleran dalam
198
memecahkan masalah;
2.1.11 Terbiasa membantu sejawat dalam
memecahkan masalah;
2.1.12 Terbiasa menggunakan pilihan
kata yang menunjukkan sikap
santun;
2.1.13 Terbiasa menggunakan ekspresi
yang menunjukkan sikap santun;
2.1.14 Terbiasa menggunakan gerture
yang menunjukkan sikap santun;
3. 3.2 Memahami struktur dan
kaidah teks cerita pendek,
baik melalui lisan maupun
tulisan.
3.2.1 siswa memahami kaidah
memproduksi teks cerpen.
3.2.2 Cerita tokoh wayang Arjuna
3.2.3 Siswa memahami contoh teks
cerpen tentang pewayangan
Arjuna
4. 4.3 Memproduksi teks cerpen
yang koheren sesuai dengan
karakteristik teks yang akan
dibuat baik secara lisan
mupun tulisan
4.3.1 Memproduksi teks cerpen latihan
3
4.3.2 Memproduksi teks cerpen latihan
4
199
K. TUJUAN PEMBELAJARAN
5. Selama dan setelah proses pembelajaran siswa dapat mensyukuri
anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia untuk
mempersatukan bangsa.
6. Selama dan setelah proses pembelajaran siswa dapat menunjukan
perilaku jujur, disiplin, peduli, dan santun dalam menggunakan
bahasa Indonesia untuk memaparkan kebijakan lingkungan dan
perdagangan bebas.
7. Setelah membaca teks cerpen siswa dapat memahami kaidah teks
cerita pendek dan dapat mengidentifikasi strukturnya, baik secara
lisan maupun tulisan .
8. Setelah memahami kaidah dan mengidentifikasi struktur teks cerita
pendek siswa dapat menginterpretasi makna teks cerpen, baik secara
lisan maupun tulisan
L. MATERI
Materi yang akan disampaikan untuk siswa sebagai berikut.
Pertemuan 3
1. Cerita wayang Arjuna.
2. Contoh cerpen tokoh wayang Arjuna
3. Latihan membuat cerpen 1
Pertemuan 4
200
4. Mengulas sekilas cerpen
5. Latihan membuat cerpen 2
Pertemuan 6
6. Mengulas sekilas cerpen
7. Latihan membuat cerpen 2
M. TEHNIK DAN METODE
Teknik : Pemodelan Karakter
Metode : diskusi kelompok dan penugasan
N. ALAT/ MEDIA/ SUMBER BELAJAR
Alat : LCD, lembar kerja siswa, laptop
Media : Wayang Arjuna
Sumber Belajar : Buku Siswa
O. Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan Pertama
a. Kegiatan Pendahuluan
1. Siswa merespon salam dan pertanyaan dari guru berhubungan
dengan kondisi dan pembelajaran sebelumnya
2. Siswa menerima informasi tentang keterkaitan pembelajaran
sebelumnya dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan.
3. Siswa menerima informasi kompetensi, meteri, tujuan, manfaat, dan
langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan
b. Kegiatan Inti
201
Eksplorasi
4. Siswa menyimak penjelasaan dari guru mengenai kesalahan siswa
memproduksi teks cerpen.
5. Setelah mengetahui kesalahan dalam memproduksi teks cerpen, guru
menjelaskan dan memberi solusi bagaimana seharusnya cerpen
dibuat.
Elaborasi
6. Guru menjelaskan dan memberi solusi karya siswa dengan
mencontohkan salah satu hasil karya siswa yang mendapat nilai
bagus.
7. Setelah guru mencontohkan cerpen siswa yang mendapatkan nilai
memuaskan, guru membandingkan hasil kerja siswa yang
mendapatkan nilai kurang memuaskan.
8. Pada proses membandingkan hasil kerja siswa yang mendapatkan
nilai memuaskan dengan nilai siswa yang kurang, siswa akan
mengetahui letak kesalahan cerpen yang mereka buat.
9. Setelah mengetahui siswa diberikan tugas untuk membuat teks
cerpen.
Konfirmasi
10. Siswa mendengarkan umpan balik dan penguatan dari guru
mengenai pembuatan teks cerpen.
c. Kegiatan Penutup
11. Siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran
202
12. Siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilakukan
13. Siswa menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru
14. Siswa menyimak informasi mengenai rencana tindak lanjut
pembelajaran
Pertemuan Kedua
a. Kegiatan Pendahuluan
1. Siswa merespon salam dan pertanyaan dari guru berhubungan
dengan kondisi dan pembelajaran sebelumnya.
2. Siswa menerima informasi tentang keterkaitan pembelajaran
sebelumnya dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan.
3. Siswa menerima informasi kompetensi, meteri, tujuan, manfaat, dan
langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan.
b. Kegiatan Inti
Eksplorasi
4. Siswa menyimak tentang cerpen dipancing oleh guru dengan
memperlihatkan contoh atau model teks cerpen.
5. Siswa menjawab pertanyaan guru tentang hal-hal yang berhubungan
dengan cerpen termasuk hal-hal yang berhubungan dengan
penggunaan kaidah bahasa Indonesia pada teks tersebut.
Elaborasi
6. Siswa mengerjakan teks cerpen secara individu .
203
7. Siswa bertukar hasil kerja siswa dengan sebangku dan menentukan
struktur orientasi, konpikasi, resolusi dan kaidah cerpen serta
penggunaan kaidah bahasa Indonesia yang tidak sesuai dalam tulisan
tersebut
Konfirmasi
8. Siswa mendengarkan umpan balik dan penguatan dari guru.
c. Kegiatan Penutup
9. Siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran.
10. Siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilakukan.
11. Siswa menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.
12. Siswa menyimak informasi mengenai rencana tindak lanjut
pembelajaran.
Pertemuan Ketiga
a. Kegiatan Pendahuluan
1. Siswa merespon salam dan pertanyaan dari guru berhubungan
dengan kondisi dan pembelajaran sebelumnya.
2. Siswa menerima informasi tentang keterkaitan pembelajaran
sebelumnya dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan.
3. Siswa menerima informasi kompetensi, meteri, tujuan, manfaat, dan
langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan.
b. Kegiatan Inti
Eksplorasi
204
4. Siswa menyimak tentang cerpen dipancing oleh guru dengan
memperlihatkan contoh atau model teks cerpen.
5. Siswa menjawab pertanyaan guru tentang hal-hal yang berhubungan
dengan cerpen termasuk hal-hal yang berhubungan dengan
penggunaan kaidah bahasa Indonesia pada teks tersebut.
Elaborasi
6. Siswa mengerjakan teks cerpen secara individu .
7. Siswa bertukar hasil kerja siswa dengan sebangku dan menentukan
struktur orientasi, konpikasi, resolusi dan kaidah cerpen serta
penggunaan kaidah bahasa Indonesia yang tidak sesuai dalam tulisan
tersebut
Konfirmasi
8. Siswa mendengarkan umpan balik dan penguatan dari guru.
c. Kegiatan Penutup
9. Siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran.
10. Siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilakukan.
11. Siswa menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.
12. Siswa menyimak informasi mengenai rencana tindak lanjut
pembelajaran.
205
P. PENILAIAN
2. Penilaian Proses
No Aspek yang
dinilai
Teknik
penilaian
Waktu
Penilaian
Instrumen
Penilaian
Keterangan
4. Religius Pengamatan Proses Lembar
Pengamatan
Hasil penilaian
nomor 1 dan 2 untuk
masukan pembinaan
dan informasi bagi
guru Agama dan
guru PKN
2. Tanggung jawab
3. Peduli
4. Responsif
5. Santun
5. Penilaian Hasil
c. Aspek penilaian unsur intrinsik dan ekstrinsik cerpen
N
o
Aspek yang dinilai
Rentang
Bobot
Skor
Maksima
l
SB B C K SK
1 Tokoh dan Penokohan 25 20 15 10 5 5 25
2 Alur 20 16 12 8 4 4 20
3 Latar 20 16 12 8 4 4 20
4 Penggunaan bahasa 20 16 12 8 4 4 20
5 Kesesuaian 15 12 9 6 3 3 15
206
Jumlah 100
Rublik Penilian Cerpen untuk pertemuan 3 dan pertemuan 4
Aspek Kreteria Skor Kategori
11. Tokoh dan
penohohan
 Tokoh cerpen dipaparkan secara
jelas, penyajian karakter tepat
dan komunikatif
 Tokoh yang dipaparkan jelas,
penyajian karakter tepat
 Tokoh yang dipaparkan jelas,
tetapi penyajian karakter kurang
kumunikatif
 Tokoh yang dipaparkan jelas,
tetapi penyajian karakter tidak
komikatif
 Tokoh dan karakter tidak sesuai
5
4
3
2
1
Sangta
baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat
Kurang
12. Alur  Pengembangan alur sesuai
tahapan, penyajian jalinan
kejadian atau rangkai peristiwa
runtut dan berhubungan serta
terdapat kejutan di dalamnya
 Pengambaran alur sesuai
5
4
Sangat
Baik
Baik
207
tahapan, penyajian jalinan
kejadian atau rangkainan
peristiwa runtut dan
berhubungan.
 Pengambaran alur sesuai
tahapan, tetapi penyajian jalinan
kejadian rangkaian peristiwa
kurang runtut dengan
berhubungan
 Penggambaran alur sesuai
tahapan, tetapi jalaninan
kejadian atau rangkai peristiwa
tidak runtut dan berhubungan
 Penggambaran alur dan
penyajian jalinan kejadian atau
rangkaian peristiwa tidak sesuai
3
2
1
Cukup
Kurang
Sangat
Kurang
13. Latar  Latar yang dilukiskan dengan
(tepat, suasana menarik, waktu
sesuai dengan alur)
penyajiannya menarik
 Latar yang dilukiskan (tepat,
suasana kurang menarik, waktu
sesuai dengan alur)
5
4
Sangat
Baik
Baik
208
 Latar yang dilukiskan (tepat,
suasana tidak menarik, waktu
sesuai dengan alur)
 Latar yang dilukiskan (tepat,
suasana, waktu waktu tidak
sesuai dengan alur)
 Penggambaran latar tidak
lengkap dan tidak sesuai
3
2
1
Cukup
Kurang
Sangat
Kurang
14. Penggunaa
n Bahasa
 Pemilihan kata tepat, santun,
tidak menyinggunga SARA, dan
dapat membuat rangkaian cerita
yang indah.
 Pemilihan kata tepat, santun,
tidak menyinggunga SARA
 Pemilihan kata tepat, santun,
tetapi menyinggung SARA
 Pemilihan kata kurang tepat,
kurang santun dan menyinggung
sara
 Pemilihan kata tidak tepat, tidak
santun dan menyinggung SARA
5
4
3
2
1
Sangat
Baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat
Kurang
15. Kesesuaian  Isi, tema, dan amanat
digambarkan dengan tepat
5
Sangat
Baik
209
 Isi dan tema digambarkan tepat
dengan alur, tetapi amanat
digambarkan kurang tepat
 Isi dan tema digambarkan tepat
dengan alur, tetapi amanat
digambarkan tidak tepat
 Isi digambarkan tepat dengan
alur, tetapi tema dan amanat
digambarkan kurang tepat
 Isi, tema, dan amanat tidak
sesuai
4
3
2
1
Baik
Cukup
Kurang
Sangat
Kurang
Penskoran untuk unsur ekstrinsik dan intrinsik cerpen
Nilai Akhir = Skor Akpek 1 + Skor Aspek II + Skor Aspek III + Skor
Aspek IV + Skor Aspek V
d. Kriteria Penilaian Struktur teks cerpen
No Struktur Kriteria Skor
1. Orientasi g. Orientasi menarik, mudah
dipahami, dan terstruktur
h. Orientasi kurang menarik, kurang
mudah dipahami, dan kurang
3
2
210
terstruktur
i. Orientasi tidak menarik, tidak
mudah dipahami, dan tidak
terstruktur
1
Komplikasi g. komplikasi menarik, mudah
dipahami, dan terstruktur
h. komplikasi kurang menarik,
kurang mudah dipahami, dan
kurang terstruktur
i. komplikasi tidak menarik, tidak
mudah dipahami, dan tidak
terstruktur
3
2
1
Resolusi g. Resolusi menarik, mudah
dipahami, dan terstruktur
h. Resolusi kurang menarik, kurang
mudah dipahami, dan kurang
terstruktur
i. Resolusi tidak menarik, tidak
mudah dipahami, dan tidak
terstruktur
3
2
1
Rumus untuk pedoman struktur cerpen
Nilai II = Hasil nilai X 100 = 100
3
211
Rumus Nilai Akhir
Nilai akhir = Nilai I + Nilai II = 100
2
Kategori Penilaian
No Nilai Katergori
1
2
3
4
5
85 – 100
75 - 84
60 – 74
50 – 59
0 – 49
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat Kurang
212
Guru Bahasa Indonesia
SMA Kesatrian 2 Semarang
Drs. Sunarno
Semarang, - - 2015
Peneliti
Ayu Asih Sulistiyorini
2101411058
Mengetahui,
Kepala Sekolah SMA KESATRIAN 2 SEMARANG
Drs. Supriono PH
213
LEMBAR OBSERVASI SIKLUS I
NO
NOMOR
RESPONDEN
KATEGORI PERILAKU
SISWA KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7 8
1 R-1 SIKAP POSITIF:
1. Perhatian siswa
penuh terhadap
guru.
2. Keaktifan siswa
dalam kegiatan
tanya jawab.
3. Keaktifan siswa
dalam
mengerjakan tes
menulis cerpen.
4. Sikap siswa
terhadap metode
dan media yang
digunakan dalam
pembelajaran.
SIKAP NEGATIF:
5. Responden siswa
terhadap
pembelajaran
kurang.
6. Siswa cenderung
bersikap pasif dan
cenderung kurang
bersemangat.
7. Siswa banyak
bergurau dan
2 R-2
3 R-3
4 R-4
5 R-5
6 R-6
7 R-7
8 R-8
9 R-9
10 R-10
11 R-11
12 R-12
13 R-13
14 R-14
15 R-15
16 R-16
17 R-17
18 R-18
19 R-19
20 R-20
Lampiran 3
214
21 R-21 berbicara sendiri
dengan teman dan
tidak
memperhatikan
penjelasan guru.
8. Siswa tidak serius
dalam
mengerjakan soal
tes menulis cerpen.
CARA PENILAIAN:
Memberi tanda cek (√)
pada setiap aspek yang
diamati.
22 R-22
23 R-23
24 R-24
25 R-25
26 R-26
27 R-27
28 R-28
29 R-29
30 R-30
31 R-31
32 R-32
33 R-33
34 R-34
35 R-35
215
LEMBAR OBSERVASI SIKLUS II
NO
NOMOR
RESPONDEN
KATEGORI PERILAKU
SISWA KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7 8
1 R-1
SIKAP POSITIF:
1. Perhatian siswa
penuh terhadap
guru.
2. Keaktifan siswa
dalam kegiatan
tanya jawab.
3. Keaktifan siswa
dalam
mengerjakan tes
menulis cerpen.
4. Sikap siswa
terhadap metode
dan media yang
digunakan dalam
pembelajaran.
SIKAP NEGATIF:
5. Responden siswa
terhadap
pembelajaran
kurang.
6. Siswa cenderung
bersikap pasif dan
cenderung kurang
bersemangat.
7. Siswa banyak
bergurau dan
berbicara sendiri
dengan teman dan
tidak
2 R-2
3 R-3
4 R-4
5 R-5
6 R-6
7 R-7
8 R-8
9 R-9
10 R-10
11 R-11
12 R-12
13 R-13
14 R-14
15 R-15
16 R-16
17 R-17
18 R-18
19 R-19
20 R-20
21 R-21
22 R-22
216
23 R-23 memperhatikan
penjelasan guru.
8. Siswa tidak serius
dalam
mengerjakan soal
tes menulis cerpen.
CARA PENILAIAN:
Memberi tanda cek (√)
pada setiap aspek yang
diamati.
24 R-24
25 R-25
26 R-26
27 R-27
28 R-28
29 R-29
30 R-30
31 R-31
32 R-32
33 R-33
34 R-34
35 R-35
217
LEMBAR HASIL OBSERVASI SIKLUS I
NO
NOMOR
RESPONDEN
KATEGORI PERILAKU
SISWA KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7 8
1 R-1 - - - - √ √ √ √ SIKAP POSITIF:
1. Perhatian siswa
penuh terhadap
guru.
2. Keaktifan siswa
dalam kegiatan
tanya jawab.
3. Keaktifan siswa
dalam
mengerjakan tes
menulis cerpen.
4. Sikap siswa
terhadap metode
dan media yang
digunakan dalam
pembelajaran.
SIKAP NEGATIF:
5. Responden siswa
terhadap
pembelajaran
kurang.
6. Siswa cenderung
bersikap pasif dan
cenderung kurang
bersemangat.
7. Siswa banyak
bergurau dan
2 R-2 - - √ √ √ √ √ √
3 R-3 - - √ √ √ - √ √
4 R-4 - - √ √ - √ - √
5 R-5 √ √ - √ √ - √ √
6 R-6 √ - √ √ - √ √ √
7 R-7 √ √ - √ √ √ - √
8 R-8 - √ - √ √ - √ -
9 R-9 - - √ - √ √ - √
10 R-10 √ √ - √ √ - √ -
11 R-11 - - √ √ √ √ - √
12 R-12 √ √ - √ - √ √ -
13 R-13 √ - √ √ √ √ - √
14 R-14 √ √ - √ √ - √ √
15 R-15 - √ √ - √ √ √ -
16 R-16 √ √ - √ - √ - √
17 R-17 - √ √ √ √ - √ √
18 R-18 √ √ √ √ √ - √ √
19 R-19 - √ - √ √ √ √ -
20 R-20 - - √ √ - √ √ √
Lampiran 4
218
21 R-21 √ √ √ √ √ - √ √ berbicara sendiri
dengan teman dan
tidak
memperhatikan
penjelasan guru.
8. Siswa tidak serius
dalam
mengerjakan soal
tes menulis cerpen.
CARA PENILAIAN:
Memberi tanda cek (√)
pada setiap aspek yang
diamati.
22 R-22 √ √ - - √ √ - -
23 R-23 √ - √ √ √ - √ √
24 R-24 √ √ √ √ √ √ √ -
25 R-25 √ - √ √ - √ √ -
26 R-26 - √ - √ √ - √ -
27 R-27 - - √ √ √ √ - √
28 R-28 - √ √ √ - √ √ √
29 R-29 - √ - √ √ - √ √
30 R-30 √ - √ √ √ √ - √
31 R-31 √ - √ - - √ √ √
32 R-32 - √ - √ √ - √ √
33 R-33 - √ √ √ - √ √ √
34 R-34 √ - √ √ - √ - √
35 R-35 √ - √ √ - √ - √
LEMBAR OBSERVASI SIKLUS II
NO
NOMOR
RESPONDEN
KATEGORI PERILAKU
SISWA KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7 8
1 R-1 √ √ √ √ - - - - SIKAP POSITIF:
1. Perhatian siswa
penuh terhadap
guru.
2. Keaktifan siswa
dalam kegiatan
tanya jawab.
3. Keaktifan siswa
2 R-2 √ √ - √ - - - -
3 R-3 √ - √ √ √ - - -
4 R-4 √ √ √ √ - - √ -
5 R-5 √ - √ √ - √ - -
6 R-6 - √ √ √ - - - -
219
7 R-7 √ √ - √ - - - √ dalam
mengerjakan tes
menulis cerpen.
4. Sikap siswa
terhadap metode
dan media yang
digunakan dalam
pembelajaran.
SIKAP NEGATIF:
5. Responden siswa
terhadap
pembelajaran
kurang.
6. Siswa cenderung
bersikap pasif dan
cenderung kurang
bersemangat.
7. Siswa banyak
bergurau dan
berbicara sendiri
dengan teman dan
tidak
memperhatikan
penjelasan guru.
8. Siswa tidak serius
dalam
mengerjakan soal
tes menulis cerpen.
CARA PENILAIAN:
Memberi tanda cek (√)
pada setiap aspek yang
diamati.
8 R-8 √ - √ √ - - - -
9 R-9 √ √ √ √ √ - - -
10 R-10 √ - √ √ - - - -
11 R-11 √ √ - √ - √ - -
12 R-12 √ - √ √ - - √ -
13 R-13 - √ √ √ - - - -
14 R-14 √ - √ √ √ - - -
15 R-15 - √ √ √ - - - -
16 R-16 √ √ - √ - - - -
17 R-17 √ - √ √ - - - -
18 R-18 √ √ √ √ - - - -
19 R-19 - √ √ √ - √ - √
20 R-20 √ √ √ √ - - - -
21 R-21 √ - √ √ √ - √ -
22 R-22 √ √ √ - - - - -
23 R-23 √ √ √ √ - - - √
24 R-24 √ √ √ √ - - - -
25 R-25 - √ √ √ - - - -
26 R-26 √ √ √ - - √ - -
27 R-27 √ - √ √ - - - √
28 R-28 √ √ √ √ - - - -
29 R-29 √ √ √ √ - - - √
30 R-30 - √ √ √ - - - -
31 R-31 √ √ √ - - - √ -
32 R-32 √ √ √ √ - - - √
33 R-33 √ √ √ √ - √ - -
220
34 R-34 √ √ √ √ - - - -
35 R-35 √ - √ √ - √ - √
JURNAL SISWA SIKLUS 1
Mata Pelajaran :
No. Presensi :
Hari/Tanggal :
Kelas :
Tahun :
1. Bagaimana tanggapan Anda mengenai penjelasan yang diberikan
oleh guru? Berikan alasannya!
Jawaban:
2. Berikan pesan dan kesan terhadap pembelajaran menulis cerpen
dengan teknik pemodelan dengan media tokoh wayang Abimanyu
yang diajarkan oleh guru (peneliti)!
Jawaban:
Lampiran 5
221
3. Berikan saran mengenai pembelajaran menulis cerpen dengan teknik
pemodelan dengan media tokoh wayang Abimanyu!
Jawaban:
JURNAL SISWA SIKLUS II
Mata Pelajaran :
No. Presensi :
Hari/Tanggal :
Kelas :
Tahun :
1. Bagaimana tanggapan Anda mengenai penjelasan yang diberikan
oleh guru? Berikan alasannya!
Jawaban:
2. Berikan pesan dan kesan terhadap pembelajaran menulis cerpen
dengan teknik pemodelan dengan media tokoh wayang Abimanyu
yang diajarkan oleh guru (peneliti)!
Jawaban:
3. Berikan saran mengenai pembelajaran menulis cerpen dengan teknik
pemodelan dengan media tokoh wayang Pandawa Lima!
222
Jawaban:
REKAP JURNAL SISWA SIKLUS I DAN SIKLUS II
No Pertanyaan Jawaban
Siklus I Siklus II
F % F %
1.
Bagaimana tanggapan
Anda mengenai
penjelasan yang
diberikan oleh guru?
Berikan alasannya!
- Jelas
- Cukup
- kurang
15
12
8
42,86
34,28
22,86
28
7
-
80
20
-
2.
Berikan pesan dan
kesan terhadap
pembelajaran menulis
cerpen dengan teknik
pemodelan dengan
media tokoh wayang
yang diajarkan oleh
- Tertarik
- Biasa saja
- Tidak
tertarik
25
1
9
71,43
2,86
25,71
30
5
-
85,71
14,29
Lampiran 6
223
guru (peneliti)!
3.
Berikan saran
mengenai
pembelajaran menulis
cerpen dengan teknik
pemodelan dengan
media tokoh wayang!
- Dikembang
kan lagi
- Istimewa
- Mengesank
an
- Susah
paham
- Lebih rinci
- Gunakan
tokoh lain
4
6
5
6
9
5
11,43
17,14
14,29
17,14
25,71
14,29
2
15
10
3
5
-
5,71
42,86
28,57
8,57
14,29
224
JURNAL GURU SIKLUS 1
1. Bagaimana minat siswa terhadap pembelajaran menulis cerpen
dengan menggunakan pemodelan karakter tokoh wayang Abimayu?
Jawab:
2. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran menulis cerpen
dengan menggunakan pemodelan karakter tokoh wayang Abimayu?
Jawab:
3. Bagaimana keaktifan siswa dalam pembelajaran menulis cerpen
dengan menggunakan pemodelan karakter tokoh wayang Abimayu?
Jawab:
4. Bagaimana sikap dan perilaku siswa pada saat pembelajaran menulis
cerpen berlangsung?
Jawab:
Lampiran 7
225
5. Bagaimana situasi dan keadaan kelas selama pembelajaran menulis
cerpen berlangsung?
Jawab
JURNAL GURU SIKLUS II
1. Bagaimana minat siswa terhadap pembelajaran menulis cerpen
dengan menggunakan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa
Lima?
Jawab:
2. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran menulis cerpen
dengan menggunakan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa
Lima?
Jawab:
3. Bagaimana keaktifan siswa dalam pembelajaran menulis cerpen
dengan menggunakan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa
Lima?
Jawab:
4. Bagaimana sikap dan perilaku siswa pada saat pembelajaran menulis
cerpen berlangsung?
226
Jawab:
5. Bagaimana situasi dan keadaan kelas selama pembelajaran menulis
cerpen berlangsung?
Jawab:
HASIL JURNAL GURU
SIKLUS 1
1. Bagaimana minat siswa terhadap pembelajaran menulis cerpen
dengan menggunakan pemodelan karakter tokoh wayang Abimayu?
Jawab:
kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis cerita
pendek. Semua siswa siap mengikuti pembelajaran menulis cerita
pendek. Hal ini terlihat ketika guru meminta ketua kelas untuk
menyiapkan kelas. Ketua kelas melaporkan jumlah siswa yang hadir
dan menyatakan bahwa seluruh siswa kelas XI-IPA1 telah siap
mengikuti pembelajaran. Berikut adalah cuplikan laporan yang
dilakukan ketua kelas kepada guru, "Lapor, kelas XI IPA 1
berjumlah 35 siswa, lengkap, siap mengikuti pembelajaran Bahasa
Indonesia. Laporan selesai". Ketika laporan sudah diterima oleh
guru maka suasana kelas akan tenang dan semua siswa telah duduk
rapi di tempat duduknya masing-masing. Selanjutnya siswa
Lampiran 8
227
memperhatikan penjelasan yang disampaikan oleh guru mengenai
pembelajaran yang akan dilakukan.
2. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran menulis cerpen
dengan menggunakan pemodelan karakter tokoh wayang Abimayu?
Jawab:
keaktifan siswa selama pembelajaran menulis cerita pendek.
Keaktifan siswa sudah mulai tampak ketika guru bertanya jawab
dengan siswa pada kegiatan apersepsi. Sebagian besar siswa
menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru. Pada saat
pembelajaran beberapa siswa juga sudah tidak canggung untuk
bertanya kepada guru apabila ada hal yang belum dipahami. Selain
itu, pada kegiatan membacakan hasil ringkasan cerita siswa juga
banyak yang tampil tanpa ditunjuk. Mereka memang sudah terbiasa
untuk menunjukkan sikap keberanian tampil ke depan kelas. Namun,
ada juga beberapa siswa yang masih enggan bertanya pada guru,
mereka memilih bertanya pada teman yang lain.
3. Bagaimana perilaku siswa dalam pembelajaran menulis cerpen
dengan menggunakan pemodelan karakter tokoh wayang Abimayu?
Jawab:
perilaku siswa selama mengikuti pembelajaran menulis cerita
pendek. Selama pembelajaran menulis cerita pendek pada siklus I,
secara klasikal siswa melakukan seluruh kegiatan yang sudah
228
dirancang oleh guru. Hal ini sesuai dengan harapan guru. Mayoritas
siswa berperilaku positif selama pembelajaran berlangsung,
diantaranya adalah memperhatikan penjelasan yang disampaikan
guru dan tidak membuat gaduh.
4. Bagaimana tanggapan siswa pada saat pembelajaran menulis cerpen
berlangsung?
Jawab:
tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang berlangsung. Catatan
ini digunakan untuk mengetahui tanggapan atau respon siswa dan
ketertarikan siswa terhadap pembelajaran menulis cerita pendek
menggunakan teknik permodelan tokoh Wayang Abimanyu.
Berdasarkan pengamatan guru selama pembelajaran, siswa terlihat
senang, cerita dan antusias mengikuti pembelajaran, apalagi saat
guru memaparkan permodelan karakter tokoh Wayang Abimanyu.
Hal tersebut merupakan mengalaman baru, dikarenakan
pembelajaran menulis cerita pendek sebelumnya tidak menggunakan
media tayangan visual. Sebelumnya siswa hanya diajari teori tanpa
menggunakan media dan langsung dipraktikkan.
5. Apa saja yang menjadi kendala di dalam kelas selama pembelajaran
menulis cerpen berlangsung?
Jawab:
229
kendala yang muncul saat pembelajaran menulis cerita pendek. Pada
pembelajaran menulis cerita pendek siklus I, kendala yang dihadapi
guru ialah tidak berfungsinya salah satu piranti media, yaitu LCD
Proyektor. LCD yang sudah terpasang permanen di ruang kelas
mengalami sedikit kerusakan, sehingga hal tersebut merusak
konsentrasi siswa dalam menyaksikan paparan teori cerpen. Siswa
sedikit merasa kecewa karena paparan yang ditonton kurang telihat
jelas.
230
JURNAL GURU SIKLUS II
1. Bagaimana minat siswa terhadap pembelajaran menulis cerpen
dengan menggunakan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa
Lima?
Jawab:
kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis cerita
pendek. Sama halnya dengan siklus I, semua siswa dalam kondisi
sangat siap untuk mengikuti pembelajaran menulis cerita pendek.
Hal ini terlihat ketika guru meminta ketua kelas untuk menyiapkan
kelas. Ketua kelas melaporkan jumlah siswa yang hadir dan
menyatakan bahwa seluruh siswa kelas XI IPA 1 yang telah siap
mengikuti pembelajaran. Berikut adalah cuplikan laporan yang
dilakukan ketua kelas kepada guru, "Lapor, kelas berjumlah lengkap,
siap mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia. Laporan .selesai".
Ketika laporan sudah diterima oleh guru maka suasana kelas akan
tenang dan semua siswa telah duduk rapi di tempat duduknya
masing-masing. Selanjutnya siswa memperhatikan penjelasan yang
disampaikan oleh guru mengenai pembelajaran yang agan dilakukan.
231
2. Bagaimana aktifan siswa terhadap pembelajaran menulis cerpen
dengan menggunakan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa
Lima?
Jawab:
keaktifan siswa selama pembelajaran menulis cerita pendek.
Keaktifan siswa pada siklus II ini lebih meningkat. Jika pada siklus I
keaktifan siswa mulai tampak ketika guru bertanya jawab dengan
siswa pada kegiatan apersepsi, pada siklus II keaktifan siswa bahkan
telah tampak ketika guru baru memasuki ruang kelas. Sebagian besar
siswa penasaran dengan materi apa yang hendak disampaikan guru
pada waktu itu. Ketika pembelajaran, siswa juga sudah tidak
canggung untuk bertanya kepada guru atau pada teman apabila ada
hal yang belum dipahami. Keaktifan siswa juga terlihat pada
kegiatan membacakan hasil ringkasan cerita. Siswa juga lebih
banyak yang tampil, karena bagi yang berani tampil tanpa ditunjuk
akan diberi hadiah.
3. Bagaimana perilaku siswa dalam pembelajaran menulis cerpen
dengan menggunakan pemodelan karakter tokoh wayang Pandawa
Lima?
Jawab:
perilaku siswa selama mengikuti pembelajaran menulis cerita
pendek. Selama pembelajaran menulis cerita pendek pada siklus II,
secara klasikal siswa telah melakukan seluruh kegiatan yang diminta
232
oleh guru. Mayoritas siswa berperilaku positif selama pembelajaran
berlangsung. Sudah tidak tampak siswa yang membuat gaduh atau
berbicara sendiri dengan temannya.
4. Bagaimana tanggapan siswa pada saat pembelajaran menulis cerpen
berlangsung?
Jawab:
tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang berlangsung. Sama
hainya dengan siklus I, berdasarkan pengamatan guru selama
pembelajaran, siswa terlihat senang, gembira dan antusias mengikuti
pembelajaran. Siswa sangat senang dengan teknik yang digunakan
guru ". Menurut mereka, paparan guru tentang tokoh wayang
tersebut selain sebagai sumber inspirasi juga merupakan sebuah
hiburan karena mereka hampir tidak pernah menyaksikan dongeng
atau cerita wayang saat berada di sekolah.
5. Apa kendala yang di dalam kelas selama pembelajaran menulis
cerpen berlangsung?
Jawab:
kendala yang muncul saat pembelajaran menulis cerita pendek. Pada
pembelajaran menulis cerita pendek siklus II, tidak ada kendala yang
muncul. Pembelajaran berlangsung tertib dan lancar tanpa halangan
suatu apapun.
233
PEDOMAN WAWANCARA SIKLUS 1
1. Apakah Anda berminat dengan pembelajaran menulis cerpen dengan
teknik pemodelan menggunakan media tokoh wayang Abimanyu?
Jawab:
2. Bagaimana pendapat Anda mengenai penjelasan diberikan oleh
guru?
Jawab:
3. Kesulitan apakah yang Anda alami pada saat pembelajaran menulis
cerpen dengan teknik pemodelan menggunakan media tokoh wayang
Abimanyu?
Jawab:
4. Berikan kesan dan pesan Anda terhadap pembelajaran menulis
cerpen dengan teknik pemodelan menggunakan media tokoh wayang
Abimanyu?
Jawab:
Lampiran 9
234
PEDOMAN WAWANCARA SIKLUS II
1. Apakah Anda berminat dengan pembelajaran menulis cerpen dengan
teknik pemodelan menggunakan media tokoh wayang Pandawa
lima?
Jawab:
2. Bagaimana pendapat Anda mengenai penjelasan yang diberikan oleh
guru?
Jawab:
3. Kesulitan apakah Anda alami pada saat pembelajaran menulis
cerpen dengan teknik pemodelan menggunakan media tokoh wayang
Pandawa lima?
Jawab:
4. Berikan kesan dan pesan anda terhadap pembelajaran menulis
cerpen dengan teknik pemodelan menggunakan media tokoh wayang
Pandawa lima?
Jawab:
235
HASIL WAWANCARA SIKLUS 1
1. Apakah Anda berminat dengan pembelajaran menulis cerpen dengan
teknik pemodelan menggunakan media tokoh wayang Abimanyu?
Jawab:
R-1 menjawab “Belum berminat”,
R-9 menjawab “ Tidak berminat, karena saya kurang tau tentang
tokoh wayang Abimanyu”,
R-22 menjawab “ Tidak sama sekali sekali karena saya kurang
memahami”
2. Bagaimana pendapat Anda mengenai penjelasan diberikan oleh
guru?
Jawab:
R-1 menajawab “jelas”,
R-8 menjawab “sudah sangat jelas”,
R-31 menjawab “penjelasan baik dan mudah dipahami.
3. Kesulitan apakah yang Anda alami pada saat pembelajaran menulis
cerpen dengan teknik pemodelan menggunakan media tokoh wayang
Abimanyu?
Lampiran 10
236
Jawab:
R-1 menjawab “sulit memahami karakter”,
R-9 menjawab “ kesulitan mengenal karakter tokoh-tokoh abimanyu,
4. Berikan kesan dan pesan Anda terhadap pembelajaran menulis
cerpen dengan teknik pemodelan menggunakan media tokoh wayang
Abimanyu?
Jawab:
R-17 menjawab “baik dan menarik”,
R-26 menjawab “ sangat menarik dan lebih bisa diperjelas lagi”.
237
HASIL WAWANCARA SIKLUS II
1. Apakah Anda berminat dengan pembelajaran menulis cerpen dengan
teknik pemodelan menggunakan media tokoh wayang Pandawa
lima?
Jawab:
R-1 menjawab, “ Ya berminat”.
2. Bagaimana pendapat Anda mengenai penjelasan yang diberikan oleh
guru?
Jawab :
R-12 “cukup jelas dan dapat diterima”.
3. Kesulitan apakah Anda alami pada saat pembelajaran menulis
cerpen dengan teknik pemodelan menggunakan media tokoh wayang
Pandawa lima?
Jawab :
R-26 “ menulis alur cerita dan gaya bahasa”.
4. Berikan kesan dan pesan anda terhadap pembelajaran menulis
238
cerpen dengan teknik pemodelan menggunakan media tokoh wayang
Pandawa lima?.
Jawab:
R-30 menjawab “ kesan adalah menarik untuk dipelajari dan pesan
adalah lebih baik dan lebih kreatif .”
239
DAFTAR NAMA
SISWA SMA KESATRIAN 2 SEMARANG
TAHUN PELAJARAN 2014/2015
KELAS ; XI – MIA 1
WALI KELAS : MUCHAMAT CHABIBB, S. Pd
No NIS Nama
1. 7106 ADITYA RAHMAT MAHADI
2. 7107 ALDINO OCTAVIAN RIZKI SAPUTRO
3. 7108 ANGGUN ANGGITA LEYSITA
4. 7109 ASA LAILI APRILIA
5. 7110 ATMA REVA KUSWANTO
6. 7111 BAGAS ARDI PRABOWO
7. 7112 BASKORO ADI NUGROHO
8. 7113 DERIAN ADAM SYAHRIAL
9. 7114 DEVITA FEBRYANA
10. 7115 DIA SHINTA WULANDARI
11. 7116 DIAN ARISKA
12. 7117 DITA ALIFFIA
Lampiran 11
240
13. 7119 ERI WICAKSONO
14. 7121 FATMA AHARDIKA NURFAIZAL
15. 7122 FIO RETIANA
16. 7121 GURUN SYAHPUTRA TYASMOKO
17. 7123 ILHAM AKBAR ANSORI
18. 7125 KARTIKA RATNASARI
19. 7126 LEONARDO BAGAS PRADANA
20. 7129 MOHAMMAD HASBI HASFAREZA
21. 7130 MUHAMMAD ILHAM BAHTIAR
22. 7131 MUHAMMAD UZAIR MAHDI
23. 7132 NILA VASHITA
24. 7133 NOVABRIAN WINANTA
25. 7134 NUR INDRIWATI
26. 7135 OLIVIA MEYZELA
27. 7136 PUTRI DIAN AGUSTINA
28. 7137 RENAVITA MEDIAWATI
29. 7138 RINI HARYANI
30. 7139 SAHWA ESA PANGESTU
31. 7140 SAMUDRA ADI BRAMASTYA
32. 7141 SATRIO BORNEO PRAKOSO
33. 7142 THOMAS JOURDAN ARIYANTO
34. 7143 TITA FIORENTINA
35. 7145 ZULFIKAR HIDAYAT

Demikian tulisan tentang

Download Contoh Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Bahasa Indonesia SMA/MA Gratis! .

Semoga bermanfaat dan salam sukses selalu!

Posting Komentar untuk "Download Contoh Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Bahasa Indonesia SMA/MA Gratis"