Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

SMP Terbuka, Alternatif Subsistem Pendidikan Formal

SMP Terbuka, Solusi Pendidikan Alternatif dengan Ijazah Formal


SMP Terbuka, Solusi Pendidikan Alternatif dengan Ijazah Formal






Salah satu alternatif subsistem pendidikan formal yang menerapkan prinsip pembelajaran secara mandiri ialah melalui SMP Terbuka. Melalui SMP Terbuka, siswa belajar dengan cara semi mandiri karena sangat minim tenaga pendidik/ guru dan lebih banyak memakai modul sebagai sumber bahan ajar utama. SMP Terbuka mempunyai maksud untuk memberikan kesempatan belajar yang lebih luas kepada anak-anak lulusan SD/MI atau sederajat yang tidak dapat mengikuti pendidikan SMP Reguler karena berbagai hambatan yang dihadapinya.

Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Hamid Muhammad menuturkan, SMP Terbuka ini merupakan pilihan lain terkait layanan pendidikan untuk anak-anak yang tidak bisa mengikuti sekolah SMP regular karena alasan tertentu, tetapi berminat mempunyai ijazah pendidikan formal. Karenanya Kemdikbud memfasilitasi kebutuhan mereka melalui SMP Terbuka, di mana siswanya terdaftar di SMP Induk, namun kegiatan belajar mengajarnya hampir sama dengan Program Paket A, B, atau C.

“Kegiatannya bersifat rutin dan terjadual, tapi tidak sekaku pendidikan formal,” urai Hamid saat pembukaan Lomba Motivasi Belajar Mandiri (Lomojari) 2016 SMP Terbuka dan SD-SMP Satu Atap, di Plasa Insan Berprestasi, Kantor Kemendikbud, Jakarta, Senin (1/8/2016).

Wilayah Indonesia sangat luas, dan sebagian wilayahnya memiliki kondisi geografis yang sulit. Kondisi ekonomi sebagian masyarakat yang masih lemah dan berbagai faktor, berakibat pada keterbatasan bagi anak-anak usia 13-18 tahun untuk bisa mengenyam layanan pendidikan seperti yang semestinya.

Melalui program ini, mereka dapat menikmati layanan pendidikan yang diperlukan. Lulusan SMP Terbuka sama dengan lulusan SMP reguler, mereka berhak menerima Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) SMP. Artinya bahwa lulusan SMP Terbuka juga mempunyai hak dan kesempatan yang sama dengan lulusan SMP reguler.

Hamid menjelaskan, SMP Terbuka sudah terselenggara sejak tahun 1979. Dan guna membantu fungsi SMP Terbuka dalam memfasilitasi pendidikan untuk anak-anak dengan kondisi tertentu, Kemendikbud juga menyediakan layanan pendidikan berupa SD-SMP Satu Atap (Satap).

SD-SMP Satap ini, jelas Hamid, adalah SMP regular yang diintegrasikan dengan SD, terutama di daerah 3T (tertinggal, terluar dan terdepan) yang jumlah siswanya sangat sedikit. Saat ini sudah ada 5.000 unit SD-SMP Satap yang tersebar di berbagai daerah 3T.

Oleh karenanya, Hamid berharap semakin besar kesempatan bagi anak-anak Indonesia untuk memperoleh dan menempuh pendidikan yang berkualitas.
“Ini yang nanti akan kami bicarakan secara khusus dan dibina secara intensif ke depan untuk daerah yang sangat jauh dan terpencil (3T), sesuai dengan program Nawacita,” pungkas Hamid.
Sebagai bentuk dukungan Kemendikbud dalam memotivasi dan meningkatkan minat peserta didik di SMP Terbuka dan SD-SMP Satu Atap adalah dengan menyelenggarakan Lomba Motivasi Belajar Mandiri (Lomojari).

Lomojari dianggap memiliki nilai strategis dalam sosialisasi dan pengembangan SMP Terbuka. Lomojari merupakan kegiatan rutin tahunan dengan tujuan  untuk menyosialisasikan SMP Terbuka kepada masyarakat, mendorong peserta didik SMP Terbuka lebih tekun belajar, dapat meningkatkan mutu pembelajaran, memberikan bekal keterampilan kepada anak didik.

Posting Komentar untuk "SMP Terbuka, Alternatif Subsistem Pendidikan Formal"